Friday, May 19, 2017

Kecacatan Afi Nihaya Faradisa



Sumber: Gugel

*Dibuat dan diposting sebelum heboh kasus plagiasi. Yang bersangkutan mengakui satu tulisan plagiat dari sekitar tiga temuan warganet.

Kebetulan, awal tahun ini saya membaca postingan Afi Nihaya Faradisa alias Asa Firda Inayah di grup Komunitas Bisa Menulis (KBM). Dalam grup tersebut, Afi memerkenalkan diri sebagai anggota tim penguak berita hoax. Masih dalam perkenalan tersebut, Afi juga menyebut soal tulisannya yang viral dan jumlah followernya yang ribuan. Perkenalan tersebut membuat saya tertarik melihat profil facebook Afi. Dan benar followernya memang aduhai. Namun, saya justru sengaja tidak mengikuti akun facebooknya si Afi ini. Saya lebih memilih melihat status-statusnya secara manual, alias ketik dulu namanya, klik profilnya, baru baca statusnya. Toh sesungguhnya, postingan teman-teman di beranda facebook saya sudah sangat bermacam-macam dan mewakili tulisan si Afi ini. Dan lagi, saya memang mengenal langsung teman-teman ini. Lebih baik saya sumbang like dan komentar, pada status milik teman sendiri biar mereka bahagia.
Barangkali, ada banyak sebab mengapa Afi kedatangannya jadi dirindukan. Pertama, Afi masih berstatus sebagai pelajar SMA dengan tahun kelahirannya yang 1998. Kita sebagai pribadi yang masih kagetan, melihat anak SMA yang rajin membaca, berpikiran dan menulis serapi Afi adalah hal waow. Padahal, yang sejenis Afi, lebih tajam dan lebih muda barangkali tentu ada. Bedanya, kebetulan mereka tidak mengungkap pemikirannya dengan jalur seperti Afi, atau kalaupun sejalur, kebetulan mereka tidak beruntung jadi viral.
Kedua, Afi memerlihatkan identitas keislamannya. Kebetulan, islam merupakan agama mayoritas di Indonesia. Tulisan soal perdamaian dan toleransi dari yang mayoritas, tentu dirindukan baik dari minoritas maupun dari mayoritas itu sendiri.
Betapa di hari-hari sebelumnya, Tere Liye yang jelas memiliki identitas islam, dibully luar biasa karena dinggap mengecewakan. Tere Liye sempat terpeleset jari ketika menulis soal sejarah dan menyerempet pada SARA. Kutipan bijak soal cinta dan kehidupan yang jauh lebih banyak jumlahnya dari satu kesalahan itu, agaknya tidak membuatnya bebas dari cacat. Ada lagi Felix Siauw yang buku merah jambunya sempat hits luar biasa. Twitnya soal bela negara dibanding khilafah, banyak dipermasalahkan. Rasa kebangsaan Felix dipertanyakan di sana, apalagi dengan identitas islam yang dirinya bawa.
Ketiga, Afi datang di saat yang tepat. Media massa yang tengah getol memberitakan Indonesia sebagai negara darurat toleransi, membuat kita berebut jadi paling responsif di media sosial. Meski Afi mengaku tulisan pertamanya yang viral adalah soal pendidikan, agaknya cap dirinya sebagai penulis toleransi dan perdamaian lebih kuat, karena momen yang tepat.
Terus terang, saya justru merasa ngeri dan justru kasihan pada Afi, melihat begitu banyak orang membanjiri statusnya dengan like dan komentar yang menyetujui isi statusnya. Saya sendiri dua kali membagikan status Afi, soal hoax dan satu lagi status singkat dengan gaya guyonan berkelas darinya. Afi juga manusia biasa yang kadang terpeleset jari, hingga suatu saat dianggap cacat dengan satu kali terpeleset tadi. Banyak orang seolah membebankan harapan yang kelewat-lewat pada diri Afi.
Kelak, meski saya juga tidak berdoa atau berharap. Hendaknya, kita sebagai pribadi kagetan ini, juga tidak kecewa dan kelewat mengamini kecacatan Afi, apabila suatu saat dirinya betul terpeleset jari. Jangan lupakan hal baik yang lebih banyak dia tulis sebelumnya. Mari, pelan-pelan kendalikan diri masing-masing yang masih kagetan ini. Gembira boleh, berharap boleh, tapi mbok ya… jangan kelewat-lewat…

No comments: