Bedengan. Jepreted by masku sing paling sad boy. |
“Kamu ini nggak bisa mengatasi masalah dalam dirimu,
jadinya cari-cari masalah di luar untuk diatasi.” Demikian ucapan seorang teman
di pinggir pasar Comboran Malang satu pagi.
Saya waktu itu masih 21, sedang mencari yang entah apa
dan menyangkal dalam hati ucapan si teman tadi. Ada perasaan merasa lebih
dewasa dari yang seusia, ada juga perasaan sudah sering membantu orang lain.
Bagaimana saya yang lebih dari orang lain bisa dituduh belum selesai dengan
diri secara tersirat begitu?
Hingga tahun-tahun berikutnya saya mulai terganggu secara
fisik dan mental. Setelah mencari sebabnya apa, ingatan-ingatan di hari lampau
pun mulai terbuka. Hubungan saya dengan ibu ternyata belum selesai. Ibu
mengasuh saya dengan kondisi tidak mengakui dirinya belum selesai dan jadilah
saya tumbuh bukan dengan penerimaan.
Selama menahun, saya lari dari kondisi itu dengan menjadi
bisa diandalkan di antara teman atau siapa pun di luar rumah. Ada penerimaan
yang berusaha saya cari dan jika tidak didapat di dalam rumah, artinya harus
dicari di luar. Pernyataan teman saya itu ternyata benar dan tahun 2021, saya
baru paham istilah psikologinya adalah savior complex. Savior complex beda
dengan jiwa suka menolong. Savior complex adalah upaya seseorang menjadi
pahlawan karena gagal menolong dirinya sendiri.
Jadi bagaimana ketika kita menolong orang lain hanya
untuk lari dari luka kita sendiri? Yang ada hanya semu. Kita yang demikian
hanya akan gagal mendengar apa kebutuhan orang yang dibantu dan bahkan
memaksakan cara-cara selamat versi kita. Semua karena... Obsesi menjadi
pahlawan yang sebetulnya bentuk dari pelarian juga.
Justru ternyata sebuah anugerah, ketika badan dan mental
saya saat itu tidak kuat terus berpura-pura menolong orang lain, jadilah semua
terungkap...