Tuhanku.. bila saja Engkau beri aku
kekarnya tangan dan kaki.. pasti ku hajar para penghujat Bapak. Tuhanku.. bila
saja Engkau beri aku dua kelopak mata yang sanggup tumpahkan air, pastilah tak
henti aku menangis bilamana putaran kenanganku mundur pada masa Bapak masih
mampu berdiri tegak.
Tuhan!
Tak kenal mereka dengan Bapak! Berhak kah mereka hujat Bapak sebegini rupa?. Tuhan!
Aku lah yang dulu sering mengusap air di pipi Bapak ketika Bapak luka, marah
dan senang. Aku yang dengar tiap- tiap rasa yang sesungguhnya di rasa Bapak,
aku yang tahu tiap- tiap laku Bapak, bukan merek!. Jadilah aku tahu.. tak
berhak Bapak di hujat.. apa lagi.. di hujat mereka- mereka yang tak pernah
kenaldengan Bapak.
***
“Jadi, Kapten Muku ini lah pemimpin
meletusnya pemberontakan di.. ,” ku dengar suara tegas seorang wanita muda dari
balik kaca. Panjang lebar ia beri penjelasan di depan belasan anak- anak
berpakaian putih merah. Tubuhku gemetar hebat semakin jauh kupingku ingin
dengar penjelasan lanjutan wanita itu. Dia cerita soal Bapak seolah dia sungguh
tahu kelakuan Bapak. Itu Bapakku.. kalau lah aku punya barisan cakar, sudah ku
cabik habis mulut wanita itu.. biar kapok ia tak cerita sekenanya soal Bapak.
***
“Kenapa sampeyan Dik? ,” tanya Mas Kris. Dia satu- satunya teman bicaraku
semenjak aku pindah ke tempat ini. Mas Kris mendekati aku sambil menaikkan
sarung miliknya yang mulai melorot.
“Tak ada yang bela Bapakku Mas. Aku
lelah dengar hujatan Bapak soal Bapak. Aku yang tahu tiap laku Bapak, bukan
mereka. Berhak apa mereka hujat Bapak? ,” hatiku sungguh menangis namun dua
kelopak mataku tak pernah bisa keluarkan air mata.
“Aku
ingin sekali cabik bibir mereka yang sekenannya ngomong soal Bapakku. Tahu dari mana mereka? hingga kuat bibir
mereka menghujat seolah kenal denagan Bapakku ,” lanjutku.
“Kisah dari buku Dik.. ,” Mas Kris
menepuk pundak kananku.
“Kisah dari buku? Itu yang kuatkan
mereka hujat bapakku? ,” aku menepis tangan Mas Kris kemudian menatap bola
matanya dalam- dalam. Mas Kris kuakui masih setia dengan tubuh gagahnya juga
sarung warna hijau lumut yang tak pernah lekang dari pinggangnya. Usia Mas Kris
sungguh jauh lebih tua ketimbang aku, ia beberapa kali berganti Bapak. Kuakui
banyak pengalaman dia hingga aku merasa mesti nurut pada tiap ucap dan laku dia.
“Buku itu, para pemenang yang pinta
Dik.. ,” Mas Kris mengalihkan mukanya dari mukaku seolah tak tega ia pandang
mukaku lama- lama.
“Kenapa Mas? Kenapa? ,” aku ikut
memalingkan muka dengan napas terbata- bata.
“Biar orang- orang di masa itu dan masa
mendatang kenal mereka sebagai juru sapu
iblis ,”
“Sapu iblis? Apa bapak.. ,”
“Iya Dik, Bapak Sampeyan dia anggap satu dari sekian juta iblis yang perlu di sapu
biar tampak heroik kisah mereka ,”
“Bapaaaaaaaaaaaak ! ,” aku meraung,
teriak dan menjambaki rambutku sendiri.
“Lebih baik aku hentikan saja ceritaku
ini Dik. Agaknya sampeyan belum
sepenuhnya siap ,”
“Tidak. Tidak Mas, aku mohon lanjutkan
saja ceritamu ini ,” aku mencengkeram dua pundak Mas Kris kuat- kuat. Mas Kris
membalas sikapku dengan tatapan teduh.
“Bapakmu salah satunya Dik.. ,”
“Berarti? Ada banyak lagi yang
sesungguhnya tidak pantas di sapu seperti iblis tapi di kisahkan seperti iblis
dalam buku- buku itu? ,”
“Sebagian memang pantas di sapu
layaknya iblis. Sebagian lagi.. persis seperti yang Adik katakan barusan ,”
“Bagaimana dengan mereka yang di
ceritakan jadi penyapu iblis di dalam buku- buku itu? ,”
“Sebagian memang penyapu iblis.
Sebagian lagi, cuma pemenang hak bicara yang memposisikan diri sebegai penyapu
iblis ,”
“Mas.. ,”
“Ya Dik? ,”
“Malam sebelum aku di pisahakan dengan
Bapak. Aku mengusap air mata Bapak yang terakhir kalinya. Bapak waktu itu
sendiri bersama aku dipinggiran kali. Bapak berceloteh bahwa ia sungguh kecewa
dengan orang- orang atas. Setelah usai baku tembak dan bendera bangsa ini dengan
bebas mampu di kerek ke pucuk tiang, mereka sogok bapak dengan satu kedudukan
dengan syarat tak lagi bapak teriak soal hidup kawan- kawan yang bersama bapak
baku tembak dulu biar tak repot orang- orang atas menyuapi mereka dengan
makanan yang pantas ,”
“Iya Dik, lanjutkan saja ,” Mas Kris
menyandarkan kepalaku di pundak kirinya setelah melihat badanku yang gemetaran
hebat.
“Aku malam itu juga mengusap tangan
Bapak yang penuh darah. Bapak bela diri malam itu.. dia dan teman- temannya
bela diri.. mereka bela kepantasan buat diri mereka sendiri. Orang- orang atas
hendak serang Bapak dan teman- teman biar mereka semua tidak menuntut lagi.
Jadilah dengan sisa senjata, Bapak memimpin teman- teman buat baku tembak
dengan orang- orang atas.. ,”
“Apa yang terjadi selanjutnya hingga
kalian terpisah malam itu? ,”
“Bapak di kejar, di maki kemudian di
seret ke suatu tempat yang jauh lebih gelap. Badanku di tarik salah satu tukang
jagal yang ada disana malam itu, seluruh mukaku di tutup dengan tangan besarnya
hingga aku tak pernah tahu apa yang sungguh mereka lakukan pada Bapak malam itu
,” hatiku terasa panas, ingin meledak tapi memang lah dua kelopak mataku tak
pernah bisa mengeluarkan air mata.
“Sudah Dik.. sudah.. berhentilah
sebentar aku mohon.. ,” Mas Kris seperti turut mendengar letupan- letupan yang
bikin hatiku sungguh panas.
“Aku mesti apa Mas? Ingin aku cerita
depan muka semua orang di jaman ini soal Bapak.. ,”
“Tak bisa Dik. Tidak akan pernah bisa..
biacara di sini bukan hak mu ,”
“Itu tidak adil Mas! Mereka mesti tahu
bagaimana sesungguhnya laku Bapak! Biar tak di hujat lagi Bapakku! Aku sesak
tiap dengar satu- satu hujatan yang sungguh tak masuk dalam laku Bapak sama
sekali! ,”
“Bapakmu terinjak disini tapi tidak di
sisi Tuhan Dik ,” Mas Kris memeluk erat kepalaku dengan tangan kirinya.
“Aku ingin bantu Bapak Mas. Aku ingin!
Bapak selalu baik memperlakukan aku sekaligus memperlakukan negeri ini. Sekali
saja aku ingin bantu Bapak Mas! ,” teriakku sambil memejamkan mata.
“Kau bisa Dik. Tuhan mendengar saksi
daari siapa pun yang pegang kebenaran ,” Mas Kris melonggarkan pelukannya di kepalaku.
“Mahluk seperti aku? ,”
“Iya Dik. Mahluk seperti aku dan kau
pun pasti di dengar Tuhan sebagai saksi sekalipun kau tak bisa jadi saksi di
dunia hari ini, di depan manusia- manusia itu ,”
“Kapan.. kapan aku bisa sampaikan ini
pada Tuhan Mas? ,”
“Ada satu waktu, satu waktu Tuhan ingin
bertatap denganmu Dik. Kau bisa bersaksi pada satu waktu itu.. ,”
“Benar Mas? ,”
“Iya Dik. Selama menunggu waktu itu,
bersabarlah disini.. ,”
“Iya Mas.. aku pasti bersabar sebelum
datang waktu itu. Aku tenang karena ternyata, aku bisa lakukan sesuatu buat
bapakku ,” aku menarik telapak tangan Mas Kris ke arah bibirku kemudian
menciumnya sebagai tanda terimakasih telah menenangkan jeritanku.
***
“Sapu tangan ini merupakan sapu tangan
terakhir yang dipergunakan Kapten Muku sebelum dirinya di eksekusi setelah
terjadi pemberontakan ,” wanita paruh baya mulai berceloteh kepada puluhan
anak- anak yang memakai pakaian putih biru sambil mengetuk kotak kaca tempatku
di tempatkan.
Mukaku panas dan merah, aku marah
sekali. Lagi- lagi aku dengar hujatan yang tak pantas melayang buat Bapak. Aku
menoleh ke tempat Mas Kris duduk. Mas Kris mengedipkan sebelah matanya seperti
menangkan aku dari jauh. Setelahnya, buru- buru ia
menghadap ke arah lain
dengan senyum yang sangat manis. Ia tersenyum manis ke arah beberapa anak
berpakaian putih biru yang menatap kotak kaca tempat ia di tempatkan sambil
sesekali mengetuk kaca yang jadi pelindung badan Mas Kris.
Tahu- tahu sudut bibirku mengembang ke
atas, aku ikut tersenyum dan berusaha memalingkan kepala ke arah depan, ke arah
para penghujat Bapakku yang memang tak berdosa. Mereka cuma tak tahu apa yang
sungguh terjadi.
Beberapa detik kemudian, aku mencuri
lirikan ke tempat Mas Kris berada, dia tetap gagah.. gagah dengan sarung hijau
lumutnya yang penuh ukiran cantik juga kepala gagangnya yang punya warna senada
di tambah ukiran seekor naga. Mas Kris adalah sebuah keris tua yang nyata lebih
tau soal jaman.. lebih dari aku.. lebih dari para penyapu iblis palsu yang ada
dalam buku atau juga wanita paruh baya yang sibuk berceloteh soal aku dan Bapak
di depan kotak kaca tempatku berada. Aku dan Mas Kris.. besok bakal jadi saksi depan
Tuhan buat apa- apa yang terjadi di dunia, soal laku asli bapak- bapak kami dan
lingkaran di sekelilingnya.
..SELESAI..
Sapu tangan terakhir?! Hmmph. , :D
ReplyDeleteHappy blogging Kaka!!
tenkiuu neneeek :D
ReplyDeletehepi wedding eihh hepi blogging jg yaaa ;) muamuamuaaah
Maju terus
ReplyDeleteMerdekaaaaaaaaa
happy bloging... :D
ReplyDeletemakaciii :D
ReplyDelete