2014
menuju 2015, saya menemukan Gramedia Writing Project Bacth 2 (GWP). Esai
mengenai GWP, termasuk apa itu GWP bisa ditemui di tulisan saya 2015 lalu di Radar Malang, Kampus Fiksi VS Gramedia Writing Project.
Berbeda
dengan tahun ini, yang fokus pada genre remaja dengan tema bebas. Tahun lalu,
GWP membebaskan berbagai macam tulisan untuk masuk, hingga sastra. Sejak awal,
saya sendiri nggak fokus pada lolos atau nggaknya di GWP 2. Saya sadar, pada
tahun tersebut, banyak yang mesti dibenahi dalam tulisan saya. GWP sebagai
forum online, saya lihat waktu itu akan menyediakan kelas menulis gratis bagi
saya, ada banyak orang lalu lalang di sana.
Mulailah
saya mengupload cerpen Baju dan Sepatu. Pertemuan dengan Gusti A.P a.k.a Harlem (berjalannya waktu, Harlem Shake
booming, jadi dia mengganti nama sosial medianya menjadi Harukaze),
membuat saya mendapat ilmu baru soal jenis tulisan saya yang diklasifikasinya
menjadi, kritik, sastra dan thriller.
Sebenarnya,
saya sendiri kali pertama bertemu Gusti A.P di Forum Lingkar Pena Malang
(FLP), tahun 2013. Saat itu, dirinya jadi pemateri di sebuah acara dan saya
langsung pendekatan habis-habisan karena tertarik dengan kepribadiannya (mata
ngantuknya pagi sampai siang itu, saya ingat banget, kerja dia memang
menuntut tidur siang dan bangun malam sampai pagi).
Pada
saat GWP 2 berakhir, Gusti A.P yang sempat lolos 30 besar, membentuk grup FB Altair,
yang memersatukan kami yang saling kenal awalnya di GWP. Beberapa di antaranya
ada saya, Alfy Maghfirah (cewek Tasikmalaya yang akhirnya lolos KF), Hilda
Khairunnisa (cewek asal Sumatra yang semua orang dipanggilnya tante), Miftahul
Jannah (anak ini selalu bingung mau fokus di hobinya yang mana), mas Rajian
Sobri (ini cowok jenius sumpah, komennya selalu tajam, jelas dan membangun), mas
Ipul a.k.a Punk Escobar (sabar banget diajak curhat ini mesti kepaksa kwkw), Gunung
Mahendra dari FLP Malang (deket ini cowok sama Hilda ciye…), hingga mbak Eka
Herliyanti yang suka mengirimi kami paket buku bagus dari Bali.
Beberapa daftar cerita saya di tahun 2014. Sudah saya perbaharui kesalahan-kesalahannya, sesuai saran teman-teman pengunjung cerita. |
Saya
ingat bagaimana komentar caper saya di tulisan mas Dimas Djoko yang lolos 10
besar GWP 2. Hingga sekarang, mas DJ mau loh… nulis kritik dan saran lengkap
sekali, waktu saya upload cerpen di FB. Barokalloh, mas DJ…
Dari
GWP 2, saya juga kenal dengan mbak Ratna Nana dan mas Ken Hanggara yang
berdomisili di Surabaya. Mbak Nana sendiri, sama ngeblongnya dengan saya hingga
sekarang. Sedang mas Ken, saya dan Alfy dulu sering diberi komentar jahil dan
akrab di akun FB kami masing-masing. Namun sekarang, mas Ken sudah terikat
dengan rutinitas baru, nggak ada lagi komentar jahil dan akrab darinya lagi.
Hingga
sekarang, mbak Nana dan saya masih berkomunikasi via WA. Saya juga berkunjung
ke blognya, sebaliknya dia pun begitu. Alfy dan saya sendiri sudah pernah
bertemu saat KF Emas 2016 di Jogja. Dengan mas Ken saya juga pernah bertemu
saat salah satu even UNSA Press, pertengahan 2016. Nah… dengan mbak Nana nih,
yang belum rejeki ketemu. Moga ke Surabaya selanjutnya, bisa ketemu ya, Mbak…
Ada
juga cerita-cerita seru, seputar para peserta yang kurang paham dengan alur
GWP. Memang, GWP memiliki kolom rate dan komentar. Rate tinggi akan muncul di
jajaran paling depan website. Konon, ada kemungkinan para editor dengan begitu
akan memerhatikan tulisan kita. Nah… yang nggak asyik adalah, banyak peserta
sekadar tukar rate dengan peserta lain, untuk membuat tulisannya naik. Nggak
ada komentar membangun antara mereka, apalagi susah-susah memerbaiki naskah.
Mbak Nana, salah satu yang mengeluhkan boom rate ini. Toh, pada nyatanya para
peserta lolos, justru banyak yang namanya nggak nampang di halaman depan karena
rate.
Rate yang banyak membuat tulisan tampil di beranda depan. |
Gusti A.P pun, pernah diboom rate, sayangnya rate rendah. Jadi, ceritanya dia kasih
kritik dan saran pada salah satu peserta. Ini peserta biasanya rajin sekadar
tukar rate tinggi. Eh… Gusti A.P malah dibalas dengan rate rendah, yang
sungguhan nggak sesuai dengan bobot tulisannya. Jadi, si oknum ini sengaja bawa
bala-balanya untuk boom rate rendah, nggak terima dia ada yang berani komentar
selain pujian, ya… pujian yang sebenarnya nggak sesuai sama bobot tulisannya.
Bagaimana
tulisan saya bisa mendapat komentar yang banyak dan kelihatan sekali kritik dan
sarannya mereka niat banget? Saya waktu itu rajin main ke lapak orang. Saya
komentar sungguhan di sana. Memuji, memberi kritik dan saran, semampunya
kapasitas saya pada waktu itu. Akhirnya, akun dan tulisan saya mulai ditemukan
dan dikunjungi banyak orang. Soal rate, itu bonus. Kritik dan sarannya jauh
lebih penting.
Hingga
sekarang, saya dan Gusti A.P masih sering jalan bersama ke forum literasi di
Malang. Jannah sepertinya sudah fokus pada hobi lain. Alfy sempat habis-habisan
belajar sastra yang jauh dari jenis tulisannya terdahulu dan mas Ken jadi
sastrawan koran. Mbak Eka sendiri, semangat mengikuti GWP 3 tahun ini.
Kami masih terhubung melalui Secret Alliance of GWP alias ALTAIR yang dikomandani Gusti A.P |
Wah, ceritanya seru. GWP memertemukan teman-teman baru ternyata.
ReplyDeleteSalam,
DeleteBener seru banget GWP. Bukan soal lolosnya, tapi soal ketemu temen baru yang membangun banget. Apalagi lintas genre pula. Kaya banget ilmunya dari ketemu temen-temen di sana pas GWP waktu itu.
Sekarang, GWP aturannya berubah... Hehe...
Wah, yang ini belum kukomenin ya, Pop XD
ReplyDelete