Monday, June 26, 2017

Jerawat dan Tiket Silaturahmi Anti Sakit Hati, Saat Lebaran

Sumber: FBnya Yasmin

Hati saya sempat anu, ketika mendapati sepupu perempuan kesayangan saya, dikomentari soal jerawat di dua pipinya. Sepupu saya itu masih 16. Wajahnya langsung nampak terluka. Saya harap, saudara yang seusia dengan ibu saya itu, sedikit peka jika ucapannya bikin sakit gadis baru gedhe yang ada di hadapannya.

Berkata jujur memang boleh, tapi tidakkah ada kata lain yang lebih menyenangkan buat dibahas, selama lebaran dan silaturahmi? Sepupu saya itu punya senyum menarik dan tubuh seringan model juga tinggi yang ideal. Apa begitu susah, mengomentari dia pada bagian itu?

Saya tidak tahu, apa usaha saya membuat suasana netral tadi berhasil. Sepupu saya itu berjerawat karena hormon, keturunan. Saudara yang mengomentari tentu tidak akan terlebih dahulu susah-susah meneliti, bagaimana hormon itu bekerja dan bagaimana orang dengan gangguan jerawat seperti sepupu saya, mesti terus keluar biaya untuk pergi ke dokter, mengobati jerawatnya yang gatal menganggu. Saya tadi sudah jelaskan soal hormon itu pada saudara yang mengomentari tadi. Moga saja dia tersentuh sedikit. Toh, putrinya juga segemuk saya.

Saya sendiri, mulai gemuk sejak gangguan kesehatan. Sedang saudara yang berkomentar soal jerawat sepupu saya tadi, sudah sejak dulu punya putri yang gemuk. Lucunya, ayah dari sepupu kesayangan saya tadi, juga memakai gemuknya saya dan putri saudara yang mengomentari jerawat tadi, sebagai bahan candaan. Padahal, mereka juga tidak saling mengetahui, bahwa seseungguhnya, mereka telah sama mengomentari putri orang lain.

Saat itu, saya jadi berpikir, seseorang ternyata hanya akan mengomentari hal yang putrinya punya dan putri orang lain tidak. Seperti sepupu saya yang bertubuh ringan seperti model, namun dianggap kurang karena berjerawat dan putri saudara saya yang berwajah bersih, namun dianggap kurang karena gemuk.

Kesimpulannya, kamu tidak bisa menuntut orang lain berkomentar nyaman pada dirimu. Mulai semuanya dari dirimu sendiri. Nyamankah? Sakitkah? Bagaimana jika kamu atau orang kesayanganmu yang mengalami? 

Jika saja, tiket silaturahmi tanpa sakit hati, saat lebaran dijual di toko dan tinggal dua. Saya akan membeli keduanya. Bukan untuk saya, tapi untuk sepupu kesayangan saya yang dikomentari berjewarat dan untuk putri saudara saya yang dikomentari gemuk. Saya senang, jika mereka senang... Cuma itu.

Catatan:

Minggu, 5 November 2023

Sekarang saya punya pandangan tambahan soal body positivity. Niatnya sih saya tulis di unggahan lain satu waktu. Ini termasuk soal penerimaan, candaan dan hal-hal 'luwes' lainnya.

Sunday, June 25, 2017

Buka Saja Somednya

Kamu tidak perlu bilang 'hai' padanya. Buka saja sosmednya, maka kamu akan tahu berapa kali sehari kabarnya baik-baik.

Kamu tidak perlu saling mengobrol denganya. Buka saja sosmednya, maka kamu akan tahu kapan tanggal dia bercerai dan bagaimana kurang ajar suaminya itu.

Kamu tidak perlu berkunjung ke rumahnya. Buka saja sosmednya, maka kamu akan tahu bagaimana perawakan ibu, bapak, kakak juga adik-adik dan kucing peliharaannya.

"Dia punya tiga kucing dan seorang mantan suami." 

"Dari mana kamu tahu? Bukannya semasa SMK, kalian bahkan tidak pernah saling ngobrol?"

"Sosmednya..."

Friday, June 23, 2017

Obssesed At Tintin

Sumber: Gugel

My friend Rose, asked me why I often like man who only exist in stories, like Tintin.

Hey... I met Tintin when I was 6. After that, when I saw another man. I just thought, "Ugh... he's not look alike Tintin."

Sorry, man. I obssesed at Tintin.

Monday, June 19, 2017

Naufal and His Magic Words: Si Tampang Mesum Lagi Bijaksana


Sumber: FBnya orang ini

Nabiladika Naufal Rafif, bagi saya dia ajaib. Menyebut nama tengahnya Na-u-fal, sedikit menyulitkan. Jadi, banyak orang lebih senang menyebutnya Noval, saya termasuk. Kami bertemu dalam satu eskul di sekolah, ECC. Naufal senang baca manga, pun saya yang waktu itu masih jadi otaku militan. Ayah kami juga sama-sama bekerja di apotek, meski beda tempat. Selebihnya, kami berbeda jauh soal kecerdasan.

Sejak pertama bertemu, saya tahu Noval sangat encer. Saya sendiri tidak tahu bagaimana saya bisa melihatnya, pada bagian yang itu. Hanya saja, dia banyak tidak terarah dan agaknya tidak menyadari kecerdasannya. Waktu kelas 12, saya pernah melihat rapornya dan bagaimana anak secerdas Noval lebih banyak masuk 30 besar saja di kelasnya? Sebaliknya, dia justru dipilih masuk kelas istimewa mata pelajaran bahasa Inggris jelang UN. Selebihnya, Noval terlihat seperti anak laki-laki kebanyakan, yang memandang perempuan dari fisik dan hanya membicarakan yang seputar itu dengan tampangnya yang mesum.

Satu lagi hal yang entah kenapa saya bisa lihat dari Noval, ada sisi kakek-kakek dalam dirinya. Hingga saat ini, saya pun senang memanggilnya ‘kakek’. Ada bagian matang dalam dirinya Noval. Percaya atau tidak, dengan tampangnya yang macam begitu itu, dia asyik sekali menanggapi cerita yang merepotkan, sejak usianya masih belasan.

Hingga sekarang, tiap saya mentok pada suatu hal, saya selalu cerita pada Noval. Saya lupa kapan saya mulai banyak bercerita padanya soal hal-hal yang membuat saya mentok. Yang jelas, Noval bisa menyampaikan sesuatu yang menenangkan. Dengan dia, tidak tahu kenapa, saya merasa bisa bebas mengungkap semua. Mengungkap semua bagi saya bukan hal yang mudah, bahkan saya baru bisa bercerita pada orang tua saya ketika jadi mahasiswa. Teman baik saya sejak kelas 10, Putri Wulandari, hingga kami hampir lulus kuliah pun, selalu mengatakan bahwa saya misterius.

Banyak teman saya secerdas Noval atau bahkan lebih cerdas ketimbang dirinya. Teman-teman saya ini selalu bisa menanggapi segala hal, dari buku-buku yang dibacanya. Tapi Noval beda, kata-katanya ajaib. Dan lagi, sekacau apapun saya bercerita, dia selalu bisa menangkapnya. Saya sering menyembunyikan banyak pada orang lain, karena takut kecewa. Saya tahu saya tidak cukup baik dalam bercerita, pikiran saya berlompatan dan saya tidak bisa paksa orang lain paham atas kerumitan saya. Saya tidak pernah bermaksud jadi sok tertutup apalagi misterius.

Saya tidak mengerti, apa semua karena di balik tampang mesumnya, Noval menjalani banyak hal atau dia hanya menyampaikan suatu hal setulus hati atau bagaimanapun pusingnya melihat saya yang pikirannya berlompatan, barangkali dia berusaha menghargai dengan pura-pura mengerti, hingga sepenuh hati juga dapat balik diterima segala omongannya. Yang jelas, Noval selalu punya cara sederhana dalam menyampaikan sesuatu dan… selalu meresap. Atau jangan-jangan dia cuma meniru potongan kata dari meme, ya? *dicabik kwkw*

Seperti ketika ada yang bilang,”Teman itu soal kualitas bukan kuantitas.” Saya sering mendengarnya dari orang lain. Tapi kok ya… baru meresap waktu Noval yang bilang.

Sepanjang saya sering merepotkan Noval, saya tidak berani menghitung berapa cerita remeh yang membikin saya mentok dan berhasil diredam oleh dia. Yang jelas, Noval hanya pernah cerita balik pada saya sekali. Cerita yang bagi saya serius dan makin meyakinkan, si tampang mesum ini sesungguhnya jauh lebih serius dan keras pada hidupnya sendiri, dari yang orang tahu.

Terimakasih sudah mau jadi teman saya ya, Val…

Saturday, June 17, 2017

HAL-HAL YANG PERLU KAUTAHU SOAL VIRAL


Oleh: Agus Mulyono

1. Ada yang berhasil
2. Ada juga yang gagal
3. Bisa membuat terkenal
4. Bisa juga membuat terjungkal
5. Banyak yang berharap di-viral-kan
6. Banyak juga yang ketakutan
7. Ada yang menghindari
8. Ada juga yang melihatnya sebagai peluang pekerjaan
9. Ada yang tak mau mengkonsumsi
10. Ada juga yang menikmatinya sebagai
perayaan kecintaan dan kebencian

Friday, June 16, 2017

Ragam Cara Pamer Keberhasilan Menulis, Mana yang Paling Kurang Ajar?



Sumber: Gugel


Ada ragam cara bagi seseorang, buat merayakan keberhasilannya dalam menulis. Barangkali, lebih tepat lagi disebut apa yang dianggap keberhasilan bagi seseorang tersebut. Bagi seseorang tersebut berhasil, bukan berarti bagi orang lain. Begitu bukan? Sebabnya, masing-masing orang memiliki standar keberhasilan yang berbeda. Berikut ragam cara merayakan keberhasilan menulis, yang barangkali pernah kamu temukan di sekeliling…

1.      Memaksa Orang Lain Mengakui

Orang dengan tipe ini, gemar memotret karyanya yang berhasil masuk media. Media tersebut, sesunggunya media yang tidak terlalu banyak dibaca orang lain. Potret tersebut, selanjutnya dikirimkannya pada teman dan kemudian dirinya setengah memaksa teman tersebut buat mengunggah potret tersebut, memergunakan akun si teman.Duh, pernah nggak kamu menemukan yang model begini? Kalau saya sih, jelas menolak paksaan model begitu. Toh, masing-masing dari kita tentu memiliki kesadaran sendiri, untuk mengapresiasi karya teman, bukan?


2.      Pencitraan Di Sosial Media
Ada juga nih, yang gemar bikin caption berpanjang-panjang di sosial media. Predikat penulis disematkannya sendiri dalam profil sosial media. Belum lagi hastag soal menulis yang disertakan berbarengan dengan caption tasi, semisal hastag ‘perempuan penulis’, ‘penulis Indonesia’ dan lain sebagainya. Jika ditelusuri, selain aktivitas membuat caption panjang, tidak ada karya nyata dalam dunia menulis yang sungguh dilakukan. Caption yang dibikin pun, seringkali hanya mirip tulisan-tulisan orang lain.
Kamu jangan marah dengan yang model begini. Jika kamu sanggup, ajak dia menulis betul-betul. Kalau kamu nggak sanggup, doakan dia sadar untuk segera betul-betul menulis. Kalau tidak, dia hanya akan dilecehkan orang lain karena hanya menang citra, kurang karya. Mestinya, kamu kasihan pada tipe ini, bukannya marah.

3.      Sekadar Pamer Foto
Tipe ini biasanya senang mengunggah foto karyanya yang masuk media. Mirip dengan poin nomor satu. Media yang dimaksud di sini pun, bukan juga media yang banyak dibaca orang. Hanya saja, tipe ini lebh mending ketimbang tipe 1. Tipe ini mengunggah karyanya dengan memergunakan akun miliknya sendiri. Ya… meski dari fotonya, hanya terlihat nama dan judul.
Orang dengan tipe ini, tidak memiliki niat membukukan tulisan yang fotonya diunggah tersebut. Namun, mereka juga tidak berpikir membuat karyanya bisa dibaca orang lain selain buku, misal dengan foto yang lebih jelas atau diposting pada blog. Tipe ini hanya fokus pada kata ‘muat’.

4.      Berani Branding, Berani Berkarya
Orang dengan tipe ini, gemar mengunggah foto tulisannya yang berhasil masuk kompetisi, masuk media atau lainnya memergunakan akun miliknya sendiri. Foto unggahan ini, mirip dengan tipe 3. Fokusnya pada kata muat dan menang, juga nama. Tujuannya? Tentu saja branding. Mengapa bisa disebut branding? Hal ini dikarenakan orang tersebut, berniat membukukan karya-karya yang gemar diunggahnya. Tidak mungkin dong, dia membuka begitu saja karya tersebut untuk bisa dibaca orang lain Kalau semua orang sudah membaca, siapa dong yang mau beli bukunya kelak?
Karya-karya yang sengaja diunggah dalam bentuk foto, meski tidak bisa dibaca, adalah bentuk menaikkan kelasnya di depan calon pembaca. Calon pembaca dibuat yakin dan penasaran untuk membeli karya tersebut apabila dibukukan kelak.

5.      Murah Share Tulisan
Tipe ini, memilih mengunggah tulisannya secara utuh agar dapat dibaca orang lain, entah melalui e-paper atau blog gratis. Label menang dan muat hanya untuk menarik perhatian orang lain, agar juga tertarik membaca karyanya yang lain, meski tanpa label menang atau muat, entah tulisan yang dibagikan secara gratis atau tulisan yang kelak bakal dikomersilkan. Tipe ini mirip dengan tipe poin 4, hanya saja dengan cara yang sedikit beda. Fokusnya, bagaimana orang lain bisa membaca karya tersebut sebebas dan seluasnya.

Jadi, kamu masuk tipe yang mana? Seberapa jauh kamu kurang ajar?

Bagaimana Menunjukkan Nyalamu

Tunjukkan nyalamu pada tempatnya, seperlunya saja.

Tiap saat menunjukkan nyala, bisa jadi membikin mereka mendekat karena silau dengan nyalamu, bukannya mau memandangi wajahmu.

Seperlunya menunjukkan nyala, bisa membuatmu tahu, mana yang nyalanya lebih nyala, sama nyala dan mana yang pura-pura nyala.

Wednesday, June 14, 2017

Kita Semua Cuma Tukang Mengulang?

Jadi, sebenarnya yang kali pertama bikin cerita pura-pura pacaran, yang suka diulang di berbagai tinlit dan FTV itu sebenarnya siapa?

Terus, yang kali pertama nulis biodata di sosial media atau caption foto, sebagai pecinta kopi, hujan dan fotografi itu sebenarnya juga siapa?

Terus yang kali pertama foto di depan papan jalan Malioboro, juga sebenarnya siapa?

Moro sing kali pertama foto latar belakange lampu-lampu ngisore gunung banyak, sakjane yo sopo?

Awakdewe kok seneng seragaman yo, Rek? Padal seragam iku lak sumuk, kan?

Atau ternyata, selama ini kita cuma tukang mengulang?

Tuesday, June 13, 2017

Punya Kapasitas VS Pura-pura Punya Kapasitas

Barangkali, ‘wah’ bagi banyak orang adalah ketika masing-masing dari mereka bisa tampil. Apapun cara dipergunakan, asal bisa tampil, tidak peduli saling sikut atau kapasitas diri yang belum pantas.

Padahal, ‘wah’ juga termasuk ketika kamu mau mengakui karya orang lain dan turut bangga atas hal tersebut. Apalagi, ketika kamu mau memberinya akses buat tampil, karena memang kapasitasnya pantas dan penampilannya bakal jadi manfaat.

Mau pilih ‘wah’ yang mana?