Sumber: Gugel |
Orang-orang tidak pernah memahami, betapa tidak asyiknya hidup menjadi saya. Pikir mereka, dengan mengetahui hal-hal yang terjadi di depan sana terlebih dahulu, itu semua akan membikin hidup jadi nyaman. Dan bahkan saya tahu kapan dan bagaimana saya akan mati…
Satu-satunya hal yang cukup asyik bagi saya adalah memandang orang-orang begitu takutnya akan masa depan yang tidak kelihatan. Mereka lantas mendatangi saya, memberi beberapa lembar uang dan saya mengatakan hal-hal yang terjadi kemudian.
Namun, itu semua tidak bisa lagi terjadi hari ini, segera setelah bencana besar itu. Air laut pasang sangat tinggi dan merangsek ke hotel, rumah sakit, pabrik juga rumah-rumah. Mereka yang biasa mendatangi saya dengan wajah cemas dan pertanyaan-pertanyaan soal hari depan itu, semuanya mati.
Tidak ada tim penyelamat yang kunjung datang. Anjing dan kucing menyampir di celah-celah dinding yang hancur, tanpa nyawa. Bau amis menyebar kemana-mana, tidak mau berhenti. Maka sekarang, saya tengah menggenggam sebuah tali yang lingkarannya sebesar kepala. Saya berniat bunuh diri, meski tahu takdir saya mati bukan hari ini. Tali itu kemudian saya lepas dengan tangan yang gemetaran. Turun dari kursi, kaki saya menapak lantai yang pecah dengan gemetaran pula.
Dari jendela yang miring, saya melihat langit masih biru dan matahari bersinar terik. Saya keluar gedung dengan tubuh yang lemas. Sinar matahari menerpa rambut saya pelan-pelan dan celakanya, tujuh hari lagi di tempat yang sama dengan cara yang tertunda, saya akan mati.
Saya tahu itu…
No comments:
Post a Comment
Terimakasih sudah merekam jejakmu!