Sunday, October 30, 2022

Potret Tanpa Kamera

 

Sumber: 30 Hari Bercerita

Tulisan ini adalah upaya mengurai ingatan yang terlalu detail sampai pernah bikin depresi di usia 21 tahun. Ya, bayangkan saja, saya dulunya nggak bisa memilih ingatan apa yang mesti tinggal dalam kepala. Sudah begitu, ingatan ini dimulai di usia satu setengah tahun.

Ini adalah denah kelas semasa saya Taman Kanak-kanak. Ada dua pintu yang kini saya kenali sebagai utara dan selatan. Pintu selatan menghadap ke halaman belakang yang isinya mainan semacam perahu perahu besar dan pintu utara menghadap ke halaman depan yang isinya mainan semacam perosotan.

Ada empat bangku yang terdiri dari dua persegi panjang dan dua persegi. Bangku persegi panjang diisi sepuluh anak, sedang bangku persegi diisi empat anak. Kalau kamu lihat lingkaran kuning itu, di situ saya duduk sampai lulus Taman Kanak-kanak.

Semalam, saya ingat Romadhon, teman yang SJW itu duduknya di mana. Tapi ternyata, pagi ini ingatan itu sudah lepas. Iya, Romadhon ini pembela kebenaran. Pernah saya ceritakan di blog bagaimana dia di antara perebutan kursi merah yang jumlahnya tidak banyak. Dia tidak mau kursi merah, tapi selalu mengembalikan kursi merah yang direbut pada pemiliknya.

Sedang di meja empat yang dekat pintu utara itu, ada... Sebut saja dia Mikasa begitu ya. Mikasa ini duduk tepat di kiri saya dan sama kuat dengan Romadhon. Anak ini bisa mempimpin, banyak bossynya juga dan budak cinta dengan teman sebangkunya bernama Eki.

Jadi tiap pagi, si Mikasa berburu kursi merah dengan merebut milik siapa saja untuk dirinya dan Eki. Nggak jarang, anak ini bertengkar juga dengan si SJW Romadhon, sudah begitu hampir selalu depan bangku saya pula.

Tentu saja semasa Taman Kanak-kanak, saya bukan tokoh utama seperti Romadhon, bukan juga Mikasa apalagi Eki. Sejak kecil saya memang sudah jahanam, suka nonton pertikaian, mengamati dan next levelnya... Hari ini dibuat bahan ghibah ketika dewasa. Bisa jadi jika di dunia shinobi, saya ini tipe ninja sensor macam Karin.

Akhir sembilan puluhan, kamera tentu saja mewah. Sekolah pun terlihat pegang kamera hanya ketika kegiatan besar saja. Dan ternyata, punya memori kegedean begini ada asyiknya juga.

Thursday, October 13, 2022

Tipu

Sumber: dokumentasi pribadi, pinjam properti Rifana


Siapa-siapa saja bisa dengan mudah mengaku cinta. Tapi siapa-siapa saja bakal pula sulit menipu ingatannya sendiri.

Seperti bagaimana sebuah kembang ungu keheranan pagi itu dipotret oleh seseorang. Kembang itu tahu banyak kelopak serupa dirinya dan orang-orang bahkan tidak menamai dia.

Selanjutnya ia melihat seseorang itu memencet-mencet tombol ponselnya, seperti mengirim foto dirinya pada yang lain.

Gunung terasa lebih dingin. Serupa bagaimana orang itu sekadar ingat pada yang lain.

Seperti bagaimana sebuah kembang putih keheranan pagi itu dipetik oleh seseorang. Kembang itu tahu tidak banyak kelopak serupa dirinya dan orang-orang menamai dia keabadian.

Selanjutnya ia melihat seseorang itu bergumam, bertekad bakal mengirim kembang itu ke rumah yang lain.

Gunung terasa lebih hangat. Serupa bagaimana orang itu betul-betul ingat pada yang lain.