Sumber: Magdalene.co |
Dapat pula dibaca di Magdalene.co
Film Televisi (FTV) dianggap dekat dengan ibu rumah tangga sebagai konsumennya, sehingga lebih menceritakan perempuan sebagai poros cerita. Salah satu penyedia FTV adalah stasiun televisi Indosiar dengan jam sangat padat.
Pada jam-jam utama di pagi hingga sore hari, FTV di Indosiar tayang dengan sejumlah topik: Pintu Berkah, Azab, Kisah Nyata, hingga Suara Hati Istri. Topik-topik ini menjadi penanda perbedaan jalan cerita. Pintu Berkah biasanya menayangkan kisah orang zalim yang kembali pada agama; Kisah Nyata tentang kehidupan sehari-hari seperti kehidupan rumah tangga dengan laki-laki yang bisa juga menjadi korban; Azab menayangkan orang-orang zalim yang mengingkari agama; sementara Suara Hati Istri, dapat ditebak, adalah tentang kehidupan berumah tangga dengan perempuan sebagai korban.
Sebuah artikel di Magdalene, “Sinema Indosiar, Perempuan Durhaka dan Derita Nestapa”, menunjukkan bagaimana FTV adalah tayangan patriarkal. Itu tidak dapat disangkal, tapi saya tidak sepenuhnya mendapat pengalaman menonton serupa. Dengan tim penulis yang semestinya terdiri dari banyak orang, tidak sedikit pula FTV yang menggambarkan perempuan dengan berbagai perlawanan dan pilihan hidupnya.
Dengan segala kekurangannya, berikut lima rekomendasi FTV yang menampilkan perempuan-perempuan berdaya.
1. Ego Tinggi yang Akhirnya Menghancurkan Pernikahanku
Astrid (Gita Sinaga) bersuamikan pengusaha sukses, dan keduanya dianugerahi seorang putri remaja. Masalah timbul saat Astrid memulai bisnis dari hobinya mendesain pakaian. Suaminya yang super sukses itu ternyata memiliki maskulinitas rapuh. Ia tidak ingin putri mereka menjadikan Astrid sebagai idola selain dirinya dan ia menganggap istrinya sendiri sebagai pesaing.
Kekerasan psikis pun mulai gencar dilakukan suami Astrid. Dalil agama seperti “kedudukan suami yang lebih tinggi”’, ejekan di depan putri mereka dengan kalimat “ibumu enggak bisa apa-apa”, hingga upaya selingkuh dengan alasan pelampiasan karena kesibukan istri, dilancarkan sang suami hingga Astrid sempat goyah dan melepas usahanya.
Namun berbagai teror dan usaha menjatuhkan dari sang suami masih terus diterima Astrid. Selingkuhan suaminya pun ternyata juga diperlakukan serupa Astrid ketika coba mengaktualisasikan diri lewat hobi memasak yang mulai menjadi bisnis.
Di akhir cerita, Astrid justru bangkit. Ia bangkit bukan dengan menikahi lelaki lain yang jadi penyelamat, namun justru dari bisnis dan kemandirian. Putrinya pun diajarkan untuk jangan pernah merasa saling mengalahkan dalam berumah tangga.
2. Saat Aku Miskin Suamiku Pergi Ketika Aku Kaya Suamiku Kembali
Penyanyi Dewi Perssik dan Dirly Idol berperan sebagai pasangan suami istri. Dewi digambarkan sebagai seorang istri yang sangat domestik, dengan seluruh kebutuhan ekonomi dipenuhi sang suami. Sebagai istri, Dewi pun sangat maksimal dalam mengurus rumah dan kebutuhan suami. Namun hal itu tidak mencegah suaminya untuk selingkuh.
Demi putri mereka satu-satunya, Dewi pun berusaha mempertahankan pernikahan. Tapi sang suami mengabaikan mereka berdua dan keduanya terlunta-lunta. Dewi mulai bangkit dengan membuka usaha kuliner. Ia mampu membuka lapangan kerja, menghidupi diri, juga putri semata wayangnya. Sang suami, yang bisnisnya jatuh, hadir kembali dan meminta maaf. Namun ia kemudian malah menjadi benalu. Pada akhirnya, Dewi menyadari ia mesti tegas memilih atau selamanya terluka.
3. Kenapa Laki-laki Bebas Berkhianat dan Istri Harus Menerima?
Lagi-lagi cerita tentang perselingkuhan suami terhadap istri. Aktris Della Puspita berperan sebagai Diana, perempuan bekerja, yang difitnah suaminya berselingkuh untuk menutupi kebrengsekannya sendiri. Apakah Diana berbesar hati dan pasrah? Tidak, ia dengan penuh keberanian berpisah dari suami yang beracun.
4. Kesuksesanku Dijadikan Alasan Pengkhianatan Suamiku
Sama dengan “Ego Tinggi yang Akhirnya Menghancurkan Pernikahanku”, FTV ini juga mengusung tema suami yang memiliki maskulinitas rapuh. Suami tokoh utama, Astrid, menghadang keinginannya untuk berperan di ranah publik lewat pameran desain, dengan dalih “istri wajib melayani suami.” Sang suami kerap mengejeknya karena
Suami Astrid begitu tersinggung ketika mendapati undangan yang datang ke rumah mereka ditujukan “Kepada Astrid dan Suami’. Undangan-undangan tersebut memang datang dari relasi bisnis dan teman-teman Astrid. Sang suami menganggap namanya yang tidak disebut dalam undangan sebagai penghinaan.
Astrid kemudian dihadapkan pada perjuangan panjang ketika sang suami berselingkuh dengan dalih diabaikan istri yang sukses.
5. Penyesalanku Akibat Memilih Suami yang Salah
Berbeda dengan judul-judul sebelumnya, FTV ini bukan menceritakan suami sebagai sumber masalah. Cerita dimulai dengan Tania yang dianggap telat menikah oleh lingkungannya. Ia sebetulnya memiliki trauma akibat perselingkuhan ayahnya. Kecurigaannya pada laki-laki diperkuat dengan lingkaran pertemanan, yang terdiri dari perempuan mandiri secara finansial, yang selalu membisikkan kecemasan soal rumah tangga kepada Tania.
Saat menikah, Tania dan suaminya yang sebetulnya setia kemudian berpisah akibat pertengkaran dan rasa curiga terus menerus hadir. Takut dengan stigma janda, Tania kemudian menikah dengan suami kedua yang ternyata benalu. Ketika mengadu pada teman-teman, justru dia yang disalahkan.
Tania akhirnya memilih tegas mengakhiri hubungan dengan geng pertemanan dan suami keduanya yang beracun. Ia kembali kepada mantan suami pertama, dengan mengakui trauma masa lalu masing-masing. Tania telah berubah menjadi lebih kuat, mandiri, dan tidak ambil pusing dengan stigma masyarakat.
Sebetulnya masih ada judul-judul FTV lain yang tidak mengandung nilai patriarkal. Hal ini positif, menurut saya, karena tidak semua perempuan memiliki akses lingkungan dan pengetahuan untuk membaca Magdalene atau buku-buku pemikir feminis.
Barangkali nilai-nilai mengenai perempuan yang mendukung sesama perempuan, melawan lingkaran kekerasan, hingga kemandirian bisa teman-teman sekalian dapat dari bacaan dan tontonan yang jauh dari FTV, tapi bagaimana dengan perempuan lain? Belum tentu. FTV di sini justru bisa menjadi media yang lebih membumi dalam menyebarkan nilai-nilai tadi.
Jalan cerita dari judul-judul FTV di atas pun tidak hendak membandingkan mana yang lebih baik antara perempuan yang berperan di ranah domestik maupun publik. Perempuan dari kedua ranah tersebut masih juga bisa menjadi korban kekerasan dan ketidakadilan, selagi para pelakunya memang memiliki itikad buruk. Perempuan yang memilih berperan di ranah domestik bukan berarti tidak berdaya, sedang yang memilih berperan di ranah publik pun bukan bertujuan untuk bersaing dengan para lelaki. Para perempuan ini memiliki pertimbangan yang sesuai dengan keadaan diri dan lingkungan yang melatarbelakangi hendak berperan di ranah mana. Berperan di ranah domestik maupun publik, keduanya sama mulia lagi progresif.
No comments:
Post a Comment
Terimakasih sudah merekam jejakmu!