Wednesday, July 6, 2016

(5) Tahun (Lagi)


Analogila sering kelihatan marah pada banyak hal. Termasuk malam itu, dia mengumpati tukang masak cap jay yang menurutnya kelewat lama memasak pesanan. Beberapa kali, dia seperti hampir berdiri buat benar-benar mengumpati si tukang masak.
Dia beda dengan sama. Saya terbiasa membikin semua hal menyebalkan jadi berkah dalam versi saya. Seperti tukang masak yang terlalu lama memasak pesanan kami, saya membikinnya jadi berkah malam itu.
Saya merasa, waktu malam itu seperti memuai jadi lebih panjang dan luas bagi saya dan Analogila. Kami bisa lebih lama duduk berdua dan mengobrol di luar kampus atau lingkungan-lingkungan keseharian kami yang biasanya.
Kami sudah empat tahun bersama-sama. Analogila menjalankan penelitian skripsinya dengan meminjam sepatu milik ayah saya. Sedang saya masih menjalankan pikiran-pikiran saya yang tidak kunjung mau reda apalagi berhenti.
Soal sepatu yang dipinjamnya dari ayah saya. Analogila seperti mengisi ruang keberadaan saudara lelaki saya yang tidak pernah lahir apalagi ada, anak lelaki ayah.
“Kita mesti ketemu lagi suatu saat nanti. Mungkin… lima tahun lagi.” Ucap Analogila di tengah obrolan kami.
“Buat apa?” tanya saya.
“Saya ingin tahu, kamu sudah seperti apa. Dan kamu juga mesti tahu, saya sudah seperti apa.” Pungkasnya sambil mengulurkan jari keliking. Kami saling mengaitkan jari kelingking sebagi wujud perjanjian. Perjanjian yang bisa jadi lebih lekat ketimbang MOU buat PKM milikmu.
“Janji.” Ucap saya.
“Janji.” Balasnya.

No comments:

Post a Comment

Terimakasih sudah merekam jejakmu!