Sumber: Seni Mencintai halaman 91 |
Ia ada bahkan jauh sebelum kulit dan daging dilekatkan pada tubuhmu. Jadi kamu tidak sendiri ketika merasa takut bertemu dengannya, sengaja menemui apalagi.
Sebagian orang sengaja bersekutu dengan jin demi bisa mencuri informasi, menjualnya lewat kodi-kodi dan diberi tepuk tangan oleh sesamanya. Sebagian lagi sengaja menjemput dengan sholat hajat, lainnya dengan istikharah. Tapi jika kamu percaya, ada juga para aulia yang bisa memasukinya karena diri mereka sememangnya dipilih.
Sayangnya ketika masing-masing dari kita lahir, ada ego kepemilikan yang disertakan. Ego itu menyatu dalam setiap darah dan nadi, sakit luar biasa apabila terpaksa diamputasi. Sebagian orang membiarkannya mengering lalu copot sendiri, sebagian lain terpaksa membawanya sampai mati. Sebagian melihatnya sebagi media mengenal Tuhan, sedang sebagiannya lagi malah terlilit habis-habisan.
Kamu barangkali bisa mencintai orang tuamu, ada lara ketika membayangkan mereka pergi darimu karena sakit, jadi kamu mengusahakan kesembuhan bagaimanapun caranya, entah dengan menyebar kembang atau pergi ke tabib yang katanya bisa memindah rasa sakit pada binatang. Lantas muncul pertanyaan, yang demikian dinamakan kepedulian atau ego kepemilikan?
Kamu barangkali bisa mencintai anakmu, kemudian dengan berbagai lobi, membiarkannya tidak bertanggungjawab atas kecelakaan yang menewaskan beberapa orang. Kamu takut anakmu kedinginan di lantai penjara, lantas muncul pertanyaan yang demikian dinamakan kepedulian atau ego kepemilikan?
Kamu barangkali bisa mencintai seseorang. Kemudian kamu katakan padanya bahwa kalian tidak cocok dan tidak perlu lagi menjemput jawaban. Sungguhkah kamu merasa kalian tidak cocok atau takut jika jawaban yang dicari-cari ternyata membikinmu tidak bisa memilikinya?
Bibirmu pun berbisik,” Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Alloh mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuz). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Alloh.”
No comments:
Post a Comment
Terimakasih sudah merekam jejakmu!