Sumber: Gugel
Mereka berdua sesungguhnya mirip…
Ia yang hangat dan jauh dari kata defensif. Habis-habisan menebar cerita personal demi menarik orang banyak mendekat dan menyayangi. Sebaliknya dia, yang jauh dari kata hangat dan begitu defensif. Cerita-cerita personal dia jauhkan dari orang banyak, demi membuat mereka mendekat dan penasaran.
Ajaibnya, keduanya justru saling menjauh. Ah, tidak begitu juga sih. Ia ingin berteman dengan dia. Ditebarnya cerita-cerita personal kepada dia tapi… bagi dia, cerita personal justru adalah jebakan. Jebakan atas apa yang dirinya jaga menjadi menarik di mata orang-orang.
Maka satu waktu, ia dan dia memasukkan saya dalam lingkarannya masing-masing. Dalam lingkarannya, semua sudah tahu bagaimana cerita-cerita personal ia dan bahkan yang paling rahasia sekalipun. Sebaliknya dia, yang menarik pesona dalam lingkarannya melalui cerita-cerita personal yang disimpan rapat. Dan saya menyaru di antara lingkaran keduanya, sebagai yang menyayangi dan sebagai yang penasaran.
“Saya yang salah. Saya nggak layak dicintai. Saya hina dan nggak suci...” ucap ia, selalu.
“Salah saya apa sih? Semua orang cinta dan ingin dekat-dekat saya tuh…” ucap dia, selalu.
Ia mendorong saya habis-habisan supaya masuk dalam lingkarannya, ramuannya adalah berterus terang. Dibiarkannya semua tahu, bahwa saya masuk dalam lingkaran itu atas campur tangannya. Sedang dia, memantik saya sedikit demi sedikit supaya mendekat dengan lingkarannya. Hal demikian membuat saya seolah mendekat dengan sendirinya, tanpa campur tangannya. Ramuan dia adalah bikin penasaran.
Melalui kerendahan hati, ia berkata-kata. Melalui kecongkakan, dia berkata-kata. Dan sesungguhnya, kerendahan hati dan kecongkakan adalah bukan diri mereka sesungguhnya. Dua hal ini sebenarnya adalah upaya mereka berdua bertahan hidup.
Apa yang sesungguhnya ia dan dia cari? Pengingkaran atas keraguan pada diri masing-masing adalah jawaban paling benderang…