“Orang-orang dengan kecerdasan lebih, menghancurkan sesuatu bukan dengan permusuhan, tapi justru dengan pertemanan seperti kamu…”
Satu
waktu, saya sampai pada pertanyaan, sungguh kah kamu memahami saya? Sungguh kah
kamu mengenal saya? Dari segala persahabatan yang seolah kamu berikan pada
saya, saya sering merasa berdosa ketika mulai memertanyakan keberadaanmu.
Jawabannya
terang. Dengan sebuah maksud, kamu menyamakan apa yang saya rasa dan lihat,
membikin kamu seolah paham saya. Kamu membaca posisi saya yang sering dianggap
aneh, saya yang tertutup karena tidak mengharap dipahami siapapun, saya yang
takut orang lain luka karena ketidakpahaman itu, saya yang merasa dan melihat
apa yang tidak dirasa dan dilihat semua orang, kamu masuk ke dalam semuanya
dengan tepat.
Sering
saya merasa risih, ketika orang-orang memertanyakan hal-hal itu pada saya,
hal-hal yang saya rasa dan lihat, dirasa dan dilihat bukan oleh banyak orang.
Orang-orang ini sering hanya mengetes saya atau juga sekadar penasaran atau
juga betul-betul mengharap jawaban yang bisa dijadikan panduan hidup. Pikir
mereka, hidup saya enak, segala-gala tahu lebih dulu. Saya yang dalam pikiran
mereka, tidak akan pernah meleset atau marah.
Tahun
ini, saya buktikan saya juga bisa meleset atau marah, dengan keberadaanmu.
Bahwa Tuhan hanya memberitahu hal-hal yang saya butuhkan saja, entah itu untuk
memeringatkan orang lain atau sebagai bahan saya belajar. Tidak semua-semua
saya lihat begitu saja seperti yang orang-orang itu kira.
Saya
menahun bersama kamu dan baru menyadari kebaikanmu yang berlebih itu pada saya
belakangan. Belakangan itu juga, saya mulai juga bertanya-tanya mengapa bisa
kamu sedemikian baik? Belakangan itu
juga, saya tahu kamu adalah bahaya yang hampir dekat. Tuhan membuka semuanya
saat kamu sudah menjadi bahaya yang hampir dekat. Saya meleset dan marah pada
kamu. Namun dengan ini, saya juga akhirnya tahu bahwa Tuhan tidak akan membuat
saya terlena hingga lupa rasa meleset dan marah. Kamu adalah salah satu
jalannya…