Tuesday, March 25, 2025

Para Sahabat dan Pernikahannya

Jepreted by: tukang foto manten

Yang berbeda sepanjang 2022 barangkali perubahan status empat sahabat saya; nyaris bersamaan. Satu teman SMP, dua teman SMK dan satu sepupu.

Teman SMP tidak lagi hampir tiap hari ke rumah, sekadar menjemput untuk beli telur gulung. Teman SMK yang pertama baru saja punya bayi, sedang satunya tetap tidak bisa makan ceker. Kemudian sepupu mesti jarak jauh dengan suaminya yang kerja di pulau lain.

Teman SMP masih mengajak nonton bareng ke bioskop. Teman SMK yang pertama tetap membiarkan saya spam chat ketika curhat dengan kalimat andalan 'ketik semua dulu biar lega', sedang teman satunya video call bersama threadmill barunya dan hari itu dia cerita sedang masak ikan asam manis. Sepupu pun tetap memberi kabar terbaru perkembangan skripsinya, doakan segera sempro ya!***

Selebihnya ya... sekarang ada tambahan cerita dari teman SMP soal keluarga barunya yang cukup besar, ketika main ke rumah teman SMK yang pertama, ada bayi yang bisa saya sapa. Teman SMK satunya sedang menyelesaikan S2 dan sepupu harus menerima komentar tetangga,"Belum kerja membahagiakan orang tua kok malah nikah."

Yang terakhir tadi asu banget memang.


***Catatan:

Ketika tulisan ini diunggah, sepupu sudah wisuda

Thursday, February 13, 2025

Mekanisme

Jepreted by: tanganku dewe yang merupakan scrapbook bikinan sendiri

“Kalau capek ngetik, pakai Google Voice aja ya...” kata gadis itu sambil memencet menu-menu di ponselnya sampai layar menayangkan aplikasi yang dimaksud dan memeragakan contoh suara yang ia lupa apa isinya.

“Kalau mulutku tipo? Kayak Inosuke Demon Slayer nak kepala babi manggil temannya?”

Lagi-lagi ia lupa gadis berkulit kuning langsat menuju sawo matang itu menyahut apa setelahnya. Toleransi rasa sakit di badannya barangkali cukup tinggi hingga terpaksa menggeser fitur-fitur lain dalam tubuh.

Selanjutnya, si gadis membetulkan selimut yang melenceng dari kakinya. Membuat ia berkata,”Dari selimutku dibenerin gitu udah bisa kutulis jadi cerita lho. Otakku secanggih itu.”

Ekspresi tanggapannya? Ia tidak ingat. Namun perkara narsisnya, si gadis sudah mengonsumsinya sehari-hari. Belum over dosis sih memang.

Ya, badan manusia itu cerdas. Ketika mengalami rasa sakit fisik, badan manusia bisa mengurangi kecepatannya dibanding hari-hari biasa.

Jadi misalnya, seorang manusia jalan ke kamar mandi sambil kebelet pup dengan kecepatan 60km/jam. Tapi dengan menahan pup yang sama, namun sambil mengalami sakit fisik, dia bisa jalan ke kamar mandi dengan kecepatan 20cm/jam, sambil menahan-nahan pupnya barangkali.

“Mekanisme bertahan hidup.” Gadis itu bilang.

Jadi mungkin memori yang digugurkan hari ini, adalah mekanisme bertahan hidup buat badan lelaki bermata bulat itu. Fungsinya dikurangi, untuk menambal fungsi badan yang lain-lain.

Tapi setidaknya, ia masih ingat bersama gadis itu selalu saling mencintai. Moga saja obat penghilang rasa sakit nggak tutup pabriknya. 

Suara kelambu yang ditutup terdengar kasar. Seorang perawat mendorong rak beroda berisi cairan injeksi. 

Surat elektronik dari kantor, pemberitahuannya muncul di ponsel dengan getaran halus.

Thursday, January 9, 2025

Kapasitas


Nasi gudeg dekat stasiun Kota Baru Malang. Jepreted by: tanganku dewe.

Mencoba rekonsiliasi 2021 lalu barangkali hal dungu, saya tahu. Ya tapi tetap dilakukan juga kan ternyata. Puncak kekacauan mental saya 2018-2019 dan celakanya, itu membuat isi kepala rasanya sangat penuh dan berusaha mencari teman berbagi tanpa menimbang dia siapa, seberapa kapasitasnya.

Dan inilah yang terjadi. Sebuah sindirian di Twitter dan sebuah tulisan di blog yang saya tulis dengan menangis. Menangis berhari-hari bahkan, setelah tulisan itu diunggah.

Ketika saya datang lagi dan minta maaf, teman baik saya ini ternyata kapasitasnya masih sama. Ia belum memahami kesehatan mental, pun metafisik karena belum pernah bersentuhan. Sama dengan tiga tahun lalu, ketika dia pikir saya normal-normal saja.

Saya menangis, lagi. Tapi posisinya sudah mindfulness, bahkan sudah jadi pendamping teman-teman yang lain, jadi tidak sakit sama sekali. Tidak. Tidak sakit ketika dia bilang perlu menghindari apapun yang mengganggu masa depannya dan permintaan maaf karena dia tidak bisa jadi teman yang saya mau. Namun saya lega, ternyata mampu minta maaf setelah dulu memaksanya punya kapasitas menemani.

Sedang beberapa waktu sebelumnya, salah seorang penyintas mengirim pesan pada saya. Dia menangis dan patah menjadi-jadi karena orang yang jadi tempatnya berbagi cerita kali itu marah, menganggap dia self centris hingga tidak memberi kesempatan bercerita yang sama.

Saya katakan, wajar dia patah. Dalam kondisi kacau dan penuh sesak, percaya juga bukan hal mudah. Karena bahkan, kejadian paling ekstrim sekalipun, tempatnya berbagi cerita itu tahu dan kami waktu itu sedang sama-sama memperjuangkan yang paling adil. 

”Dia kapasitasnya memang belum mampu menampung yang kamu alami sekarang.” Lanjut saya.

Lalu saya ingatkan dia fasilitas konseling gratis yang tersedia selama pendampingan. Jika baginya, bercerita dengan kami para pendamping belum cukup, kapan saja dia bisa menjadwalkan jumpa para profesional di sana. Tentu beda. Tentu beda rasanya dengan bercerita pada orang yang dia kenal sangat lama.

Tapi ya, kapasitas.

Ya. Kapasitas.

Ternyata hal yang dulu membuat saya menangis sesak, bukan hal buruk juga.