Sumber: Gugel |
Ada
ragam cara bagi seseorang, buat merayakan keberhasilannya dalam menulis.
Barangkali, lebih tepat lagi disebut apa yang dianggap keberhasilan bagi
seseorang tersebut. Bagi seseorang tersebut berhasil, bukan berarti bagi orang
lain. Begitu bukan? Sebabnya, masing-masing orang memiliki standar keberhasilan
yang berbeda. Berikut ragam cara merayakan keberhasilan menulis, yang barangkali
pernah kamu temukan di sekeliling…
1.
Memaksa
Orang Lain Mengakui
Orang dengan tipe ini, gemar memotret karyanya yang berhasil masuk media. Media tersebut, sesunggunya media yang tidak terlalu banyak dibaca orang lain. Potret tersebut, selanjutnya dikirimkannya pada teman dan kemudian dirinya setengah memaksa teman tersebut buat mengunggah potret tersebut, memergunakan akun si teman.Duh, pernah nggak kamu menemukan yang model begini? Kalau saya sih, jelas menolak paksaan model begitu. Toh, masing-masing dari kita tentu memiliki kesadaran sendiri, untuk mengapresiasi karya teman, bukan?
2.
Pencitraan
Di Sosial Media
Ada
juga nih, yang gemar bikin caption berpanjang-panjang di sosial media. Predikat
penulis disematkannya sendiri dalam profil sosial media. Belum lagi hastag soal
menulis yang disertakan berbarengan dengan caption tasi, semisal hastag ‘perempuan
penulis’, ‘penulis Indonesia’ dan lain sebagainya. Jika ditelusuri, selain
aktivitas membuat caption panjang, tidak ada karya nyata dalam dunia menulis
yang sungguh dilakukan. Caption yang dibikin pun, seringkali hanya mirip tulisan-tulisan
orang lain.
Kamu
jangan marah dengan yang model begini. Jika kamu sanggup, ajak dia menulis
betul-betul. Kalau kamu nggak sanggup, doakan dia sadar untuk segera
betul-betul menulis. Kalau tidak, dia hanya akan dilecehkan orang lain karena
hanya menang citra, kurang karya. Mestinya, kamu kasihan pada tipe ini,
bukannya marah.
3.
Sekadar
Pamer Foto
Tipe
ini biasanya senang mengunggah foto karyanya yang masuk media. Mirip dengan
poin nomor satu. Media yang dimaksud di sini pun, bukan juga media yang banyak
dibaca orang. Hanya saja, tipe ini lebh mending ketimbang tipe 1. Tipe ini
mengunggah karyanya dengan memergunakan akun miliknya sendiri. Ya… meski dari
fotonya, hanya terlihat nama dan judul.
Orang
dengan tipe ini, tidak memiliki niat membukukan tulisan yang fotonya diunggah
tersebut. Namun, mereka juga tidak berpikir membuat karyanya bisa dibaca orang
lain selain buku, misal dengan foto yang lebih jelas atau diposting pada blog. Tipe
ini hanya fokus pada kata ‘muat’.
4.
Berani
Branding, Berani Berkarya
Orang
dengan tipe ini, gemar mengunggah foto tulisannya yang berhasil masuk
kompetisi, masuk media atau lainnya memergunakan akun miliknya sendiri. Foto
unggahan ini, mirip dengan tipe 3. Fokusnya pada kata muat dan menang, juga
nama. Tujuannya? Tentu saja branding. Mengapa bisa disebut branding? Hal ini
dikarenakan orang tersebut, berniat membukukan karya-karya yang gemar
diunggahnya. Tidak mungkin dong, dia membuka begitu saja karya tersebut untuk
bisa dibaca orang lain Kalau semua orang sudah membaca, siapa dong yang mau
beli bukunya kelak?
Karya-karya
yang sengaja diunggah dalam bentuk foto, meski tidak bisa dibaca, adalah bentuk
menaikkan kelasnya di depan calon pembaca. Calon pembaca dibuat yakin dan
penasaran untuk membeli karya tersebut apabila dibukukan kelak.
5.
Murah
Share Tulisan
Tipe
ini, memilih mengunggah tulisannya secara utuh agar dapat dibaca orang lain,
entah melalui e-paper atau blog gratis. Label menang dan muat hanya untuk
menarik perhatian orang lain, agar juga tertarik membaca karyanya yang lain,
meski tanpa label menang atau muat, entah tulisan yang dibagikan secara gratis
atau tulisan yang kelak bakal dikomersilkan. Tipe ini mirip dengan tipe poin 4,
hanya saja dengan cara yang sedikit beda. Fokusnya, bagaimana orang lain bisa
membaca karya tersebut sebebas dan seluasnya.
Jadi,
kamu masuk tipe yang mana? Seberapa jauh kamu kurang ajar?
No comments:
Post a Comment