Sumber: 30 Hari Bercerita |
Setelah setahun sebelumnya bikin Facebook, 2010 saya bikin Twitter. Dua sosial media ini menawarkan antar manusia yang tanpa keterpisahan dan di tahun yang sama, tiba-tiba saja sepulang sekolah ingin mampir ke SD. Hari itu Jumat dan saya naik angkot, pergi ke rumah nenek yang jaraknya tidak jauh dari SD sebetulnya.
Sayangnya, saya siang itu keburu ke rumah nenek. Jadi dari dalam angkot, saya hanya memandangi SD yang sedang dilintasi. Kenapa tiba-tiba ingin ke SD ya? Demikian batin saya.
Esoknya, keinginan pergi ke SD tidak tertahan lagi. Sepulang sekolah saya betul kesana naik angkot. Tiba-tiba saja ngeloyor ke ruang guru dan bertemu bu Lilik si guru penggila anime. Bu Lilik mengamati sebentar lantas ingat,”Poppy ya? Cari siapa?” saya menjawab, cari bu Nurul.
Seperti keinginan kuat tiba-tiba ingin mengunjungi SD, saya juga tidak mengerti mengapa ketika ditanya yang keluar justru nama bu Nurul. Bu Lilik pun menunjuk ruang di mana bu Nurul berada, sedang ia pamit karena ada tugas di ruang yang lain.
Ruang guru yang ditunjuk ternyata sepi, hanya ada bu Nurul di situ dan ia langsung mengenali saya. Dengan mata berbinar, bu Nurul menyambut hingga kami mengobrol selama tiga jam. Kami seperti dua orang kawan lama yang sudah terbiasa bercakap hingga berjam-jam. Padahal semasa SD, betulan mengobrol saja kami tidak pernah.
Bu Nurul bilang, andai saja saya ceria dan centil lucu seperti hari itu sejak SD. Ada kelegaan di mata bu Nurul melihat muridnya yang super menarik diri hari itu sudah berubah bisa bergaul dan ceria.
“Saya memang angan-angan kamu kesini sejak hari Jumat...” ucap bu Nurul.
Jadilah saya tahu, keinginan kuat mengunjungi SD, ternyata karena bu Nurul. Bu Nurul guru sejati yang bahkan jauh setelah lulus masih memastikan muridnya yang super menarik diri ini baik-baik saja. Masih dirinya juga yang mengenang seorang murid bukan karena prestasi akademis yang menonjol atau kebanggaan sejenis, toh semasa SD saya tidak memiliki itu semua. Bu Nurul justru melihat seorang anak sebagai pribadi yang utuh lepas kelebihan dan kekurangannya.
Obrolan selama tiga jam itu ternyata tidak pernah terulang lagi,. Tidak sampai setahun, bu Nurul masuk ICU dan meninggal. Terakhir, saya hanya bisa melihat pintu ICU tempat bu Nurul dirawat.
Jadi percayakah kamu? Bahwa antara jiwa yang satu dengan lainnya bisa saling memanggil dan bertemu meski tanpa nomor telepon maupun Facebook?
No comments:
Post a Comment