Tuesday, December 31, 2013

Ibu Dan Sepuluh Telur Bijaksana

Cerpen jaman SMK..

Dibikin tahun 2011..

Yang tersisa dari berantakannya data- data lama..

Aku sendiri ingat- ingat lupa apa ceritanya..

Dan lagi..

Ini tanpa editing alias asli ketikan pada tahun tersebut..


Saya dan debat kusir manusia..
Saya lebih suka diam daripada bicara didepan tatapan penuh khalayak ramai yang masing- masing dari mereka alisnya mengernyit tanda siap menantang siapa yang paling lantang bicara.
Saya lebih suka memejamkan mata kemudian beranjak dari atas kursi dan pergi keluar ruangan daripada terlibat adu mulut dalam suatu forum diskusi yang isinya hanya ada orang- orang aneh dengan mata melotot juga gigi runcing yang berkilat kilat seolah siap menerjang siapapun penghadang jalan mereka.
Hmm..
Tapi tak seorang pun akan menggoyahkan idealisme saya..
Tak seorang pun kecuali orang yang memang benar saya jadikan panutan.
“Tahukan kamu??dada ku bergemuruh tiap berada diantara alunan sebuah perdebatan tempat perang argumentasi antara manusia- manusia teori yang di ujungnya aku sudah tahu bahwa takkan terjadi perubahan apa- apa kecuali mata yang tadinya putih dengan kornea hitam menjadi merah dengan kornea mengkerut kecil”
Nyatanya, saat saya bicara, semua mata terpana. Mata- mata yang awalnya menganggap saya anjing rendahan tiba- tiba berubah menjadi mata- mata yang memandang saya sebagai malaikat langit yang membawa serpihan cahaya kecil kedunia..
Saya..
Hebat !
***
Today..arghhhh...aku..
Kubuka tudung saji diatas meja makan. Hanya ada periuk nasi yang telah berkurang sepertiga isinya,semangkuk sayur lodeh dan sepiring tempe goreng tepung favoritku khas bikinan Ibu. Rangkaian menu seperti ini biasanya menggugah selera makan ku tapi tidak hari ini.
“Buuuuuu…aku butuh pelukan,” teriakku sembari meletakkan kepala diatas meja makan.
Ibu datang dari arah belakang kemudian membelai kepala dan wajahku dengan tangan paruh bayanya yang kasar akibat terlalu banyak mengerjakan pekerjaan rumah. Tapi sejujurnya itu tak menjadi masalah buatku karena Ibu…sang penyejuk!
“Presentasinya gagal total?,” Tanya ibu.
“Sepertiganya berhasil Bu selebihnya gagal..,” jawabku.
“Mr. Arogant..,”panggil Ibu. Mr. Arogant adalah panggilan akrab ibu semenjak aku jadi penggila teori dan suka terlibat dalam perdebatan meski hanya diam dan kemudian menjadi dewa pengkoreksi atas orang- orang yang berdebat.
“Ya, bu..,” sahutku sembari mengangat kepala dan memandang ibu.
“Tole..tole..” ibu mengambil wadah telur dalam kulkas.
Aku melongo, aku tidak paham dengan apa yang ibu lakukan saat ini dan tidak bisa menebak apa yang akan ibu lakukan selanjutnya.
“Ini berisi 10 butir telur, anggap saja ini sebuah presentase,” ibu mulai menjeaskan dan aku hanya mangut- mangut sejujurnya aku sama sekali tidak mengerti apa yang dimaksudkan Ibu.
Ibu selanjutnya memvahkan tujuh telur diatas lantai dengan sangat berhati- hati hingga kuning telur tidak sampai hancur. Aku semakin melongo sekaligus tertarik dengan lanjutan dari keterangan ibu.
“Apa yang kamu lihat?,” Tanya ibu.
“Ibu siakan telur- telur itu,’ jawabku ngasal.
“Asal- asalan, pikir dulu..,”
“Nyerah ma’am..,” ejekku genit.
“Dasar males,” sahut ibu sabar.
“Apa maksud ini semua Bu?,” tanyaku dengan raut penasaran.
“Langsung saja ya?demi anak ibu yang paling males ini??,” ibu balik mengejek.
“Bu…,”rengekku.
“Saat kamu melihat telur, kamu tidak akan tahu seberapa besar volume kuning telur yang ada didalamnya kecuali kamu membuka kulitnya dan mengeluarkan isinya,” jelas Ibu.
“lalu..,” desakku semakin penasaran.
“Itulah rahasia, seperti rahasia Tuhan. Telur yang ibu pecahkan ini sama dengan kegagalanmu yang sudah ketahuan dan lihat tiga telur yang belum ibu pecahkan..kamu maupun Ibu tidak akan tahu isinya kecuali kita berdua membuka dan mengeluarkan isinya,” lanjut ibu.
“Aku tidak paham,” ketusku.
“Kita tidak akan pernah tahu kenapa Tuhan memberimu keberhasilan hanya sepertiga dari keseluruhan. Tapi karena Tuhan saying padamu, Tuhan pasti menyiapkan hadiah yang gurih buatmu segurih tiga telur yang masih utuh ini apalagi kalau ibu memasukkannya kedalam mangkuk kemudian memberinya sedikit garam kemudian menggorengnya,” Ibu mengelus lembut kepalaku sembari meraih mangkuk kaca yang kemudian digunakannya untuk mengocok tiga telur yang tadinya utuh dan masih berada diatas meja. Setelah ditaburi sedikit garam, ibu menggoreng adonan telur tersebut dan segera menyajikannya buatku.
Aku melahapnya dengan rakus. Ibu beranjak pergi dari tempatku duduk. Aku memandang ibu dengan senyum terkembang.
“Emak..you are the best!makasih Bu..,” ucapku sepenuh hati.
“Bu..,” kalimatku ternyata berlanjut sebelum Ibu beranjak.
“Apa tole?,” sahut Ibu.
“kenapa hanya untuk hal sesederhana ini ibu menjelaskannya dengan panjang dan rumit?,” tanyaku.
“kamu kan mr. arrogant Ibu tersayang, kamu yang sejak kecil hingga sekarang gandrung teori- teori rumit tapi malah tidak paham dengan hal- hal sederhana. Makanya Ibu pakai enjelasan macam tadi,” jawab ibu.
Ibu kemudian hanya tersenyum kemudian benar- benar beranjak pergi.
Beberapa saat kemudian aku memandangi lantai ruang makan yang berlendir terkena telur- telur yang tadinya dipecahkan ibu secara ngawur.
“Ma’am sapaaaa yang mau bersihin ini,” tunjukku jijik melihat kearah lantai.
“Itu tanggung jawabmu tole…,” ejek Ibu dari arah ruang depan.
“Bu..
Aku memang masih membutuhkan pelukanmu..
Terimakasih..” bisikku.
Aku terseyum lebar..

TAMAT