Friday, April 27, 2018

Omam dan Gigi-Gigi yang Tanggal

Sumber: Gugel


Jika kamu tidak mau gosok gigi, maka gigi-gigimu akan tanggal, Omam…
Ucapan Mommy terus berkelebat di kepala Omam. Namun, rasa pasta gigi yang menurutnya pedas dan pahit, melulu membuat dia kabur ketika Mommy menyuruhnya gosok gigi. Pikir Omam, Mommy tidak pernah mengerti betapa dia benci rasa pasta gigi. Jika sudah begitu, Mommy mulai menjerit kemudian menarik kupingnya keras-keras hingga terasa panas dan kemerahan.
Maka gigi-gigimu akan tanggal, Omam…
Lagi-lagi ucapan Mommy berkelebat. Lidah Omam mulai merabai salah satu gigi bagian atasnya dan gigi itu bergoyang-goyang seperti sebuah tanda bakal lepas dari gusi. Maka Omam gelisah.
“Jangan-jangan, ini karena Omam tidak mau gosok gigi.” Bisik Omam sambil menenggelamkan wajahnya ke dalam bantal yang dipeluknya erat.
Omam gemeteran. Jika betul giginya bakal tanggal, Mommy mestinya akan menarik kupingnya lebih keras dari biasanya.
***
            Omam bergelayut manja sepanjang perjalanan pulang sekolah pada gadis berkulit sawo matang itu. Omam memanggilnya Nanny. Dia pikir, itu memang nama gadis dua puluh tahunan yang sejak tiga tahun belakangan mulai menggantikan posisi Mommy menyuapi, mengantar dan menjemput sekolah, menggantikannya baju hingga menemaninya tidur itu.
            Tidak seperti Mommy, Omam pikir nanny lebih mengerti. Di laci kamarnya, Nanny menyimpan sebuah pasta gigi warna merah jambu yang rasanya manis, mirip permen-permen kesukaannya. Mommy selalu bilang, Nanny cuma bersikap memanjakan Omam dengan pasta gigi semanis itu untuknya gosok gigi. Namun, Nanny tetap menggunakan pasta gigi itu buat mengajaknya gosok gigi ketika Mommy tidak sedang berada di rumah.
Pada kenyataannya, Mommy memang lebih sering berada di luar rumah, mengendarai mobil hitamnya yang mengilat. Dulu, Omam sering bertanya kemana Mommy pergi, namun jika sudah begitu, Mommy pasti menjerit dan membentaknya, menolak menjelaskan. Rekaman jeritan dan bentakan Mommy membuat Omam mudah tergagap, berkeringat dan menggigil ketika menghafal huruf, atau pada hal lain yang baginya sebuah ketegangan.
“Mommy pergi untuk bekerja, Sayang. Untuk membayar uang sekolahmu, juga untuk memberi uang pada Nanny.” Lagi-lagi berbeda dengan Mommy, Nanny menjelaskan pertanyaan yang sama dengan lebih lembut. Ini sama seperti ketika dia mengganti pasta gigi yang pedas dan pahit itu dengan pasta gigi manis yang membuat Omam lebih ingin sering gosok gigi, sambil sesekali menelan air bekas pasta gigi manis itu dalam kerongkongannya, meski Nanny sudah berkata ‘jangan’ berulangkali.
Ketika Omam menolak memberesi mainan, jeritan dan bentakan Mommy pasti mampir lagi di kupingnya. Sedangkan Nanny, dia selalu mengiming-imingi Omam dengan permen dan coklat jika dia mau memberesi mainan. Permen dan coklat, semuanya Nanny keluarkan dari dalam lacinya. Lagi-lagi, menurut Mommy, yang dilakukan nanny kelewat memanjakan Omam.
Salah satu jeritan Mommy, sering berisi soal makanan manis yang bisa merusak gigi Omam satu waktu nanti. Nanny hanya ingin membuatnya bersemangat memberesi mainan dengan permen-permen itu, setidaknya itu menurut Omam. Jelas beda dengan Mommy yang hanya bisa membuatnya gemetaran dengan jeritan dan bentakan.
Andai saja mommy bisa seperti nanny. Pikir Omam. Mommy tidak pernah mengerti!
***
Seperti hari-hari sebelumnya, jelang makan malam, Mommy belum juga pulang. Omam mengunyah makanan lambat-lambat. Dia merasakan nyeri pada gigi bagian atasnya yang sekarang terasa bergoyang lebih sering.
Nanny meliriknya curiga. Namun Omam malah cepat-cepat berlari menuju kamar mandi dan menyambar sikat gigi, padahal nasi di piringnya baru tersentuh beberapa sendok. Terburu-buru dia mengoleskan pasta gigi yang biasa disodorkan Mommy dan membuatnya kabur biasanya.
Gigi-gigimu akan tanggal, Omam…
            “Omam…” panggil Nanny lembut sambil menepuk pundaknya dari belakang, hingga tubuhnya berjingkat karena kaget.
            Nanny memandang heran kali ini. Mulut Omam penuh dengan busa, sedang pasta gigi yang habis dia gunakan juga tergeletak di lantai. Pasta gigi yang biasanya dia benci. Nanny menyuruhnya berkumur kemudian kembali ke meja makan.
            Bola mata Omam mulai berair. Ini pasti karena Omam menolak pasta gigi dari mommy. Pikirnya.
            “Pasta gigi Nanny yang merusak gigi Omam. Kata Mommy, makanan manis tidak baik buat gigi Omam. Pasta gigi itu manis seperti permen.”
            Nanny menggeleng pelan, mungkin nyaris tidak kelihatan oleh Omam.
            “Coba buka mulutmu…” ucap Nanny lembut. Dia kemudian mengamati tiap sudut gigi-gigi Omam. Satu gigi bagian atasnya kelihatan miring, mungkin nyaris lepas. Itu biasa terjadi pada seorang anak yang hendak berganti gigi.
            “Besok kita ke dokter gigi, oke?”
            Omam menggeleng keras-keras.
            “Hmm… kalau begitu biarkan dia lepas sendiri.”
            “Kalau Mommy tahu?”
            “Serahkan pada Nanny. Nanny punya laci ajaib yang bisa mengubah gigimu menjadi benda lain.”
            Omam mengangguk. Pada Nanny, dia percaya.
***
            Omam tergugu sambil menyerahkan giginya yang tanggal pada Nanny. Nanny mengelus kepalanya pelan sambil berkata,”Kamu tahu, Omam? Gigi yang tanggal ini, bisa berubah menjadi uang. Dia tanggal untuk berubah menjadi uang dan gigimu tanggal memang sudah semestinya, bukan karena pasta gigi yang Nanny berikan padamu, Sayang.”
            Pelan-pelan Omam berhenti tergugu.
            “Itu artinya, Mommy tidak akan marah?”
            “Tentu tidak, Sayang.” Nanny membungkus gigi Omam dengan kertas tisu kemudian meletakkan gigi itu di atasnya. Dia selanjutnya membungkus dan meletakkan gigi itu ke dalam laci.
            “Apa gigi itu akan berubah menjadi uang?”
            “Kita lihat besok, oke?” Ucap Nanny sambil tangannya menggandeng Omam keluar dari kamarnya.
***
            Mata Omam berbinar ketika mendapati gigi yang semalam ada dalam balutan tisu itu berubah menjadi uang koin.
            “Laci ajaibnya bekerja bukan?” Tanya Nanny.
            Kepala Omam mengangguk kencang. Laci milik nannynya itu memang selalu menyimpan banyak benda menyenangkan. Seperti halnya pasta gigi manis, permen dan coklat.
            “Laci Nanny benar-benar ajaib!”
            “Dan untuk membukanya, kamu juga memerlukan kunci ajaib ini,” Nanny mengeluarkan sebuah kunci dengan butiran keemasan dari dalam saku bajunya.
            Mata Omam berkilat, dia hendak meraih kunci itu dari telapak tangan Nanny. Namun, Nanny buru-buru menutup telapak tangannya hingga membuat Omam merengek.
            “Kunci ini hanya Nanny yang bisa menggunakannya. Jika orang lain memaksa menggunaknnya, dia akan tersambar petir.”
            Omam mundur beberapa langkah dari tempatnya berdiri. Dia sekarang mengerti, bahwa kunci itu memang tidak boleh dia sentuh.
***
Dari jendela kamarnya, Omam melihat Mommy keluar dari dalam mobil sebelum makan malam. Buru-buru Omam berlari menghampiri Mommy sambil tangannya menggenggam koin yang dia pikir benar berasal dari giginya. Omam mulai berpikir, jika saja Mommy mau menimbun gigi-giginya di dalam laci Nanny, tentu dia tidak perlu pergi keluar rumah sepanjang hari buat mencari uang sekolahnya dan uang untuk diberikan pada Nanny.
“Mommy lihat, uang ini berasal dari gigiku!” jerit Omam sambil berjingkat-jingkat.
Mommy hanya diam. Bola mata Mommy kelihatan merah. Dia terus melangkah menuju ruang tengah. Beberapa saat kemudian, seorang lelaki paruh baya keluar dari dalam mobil dan menyusul langkah Mommy. Lelaki berjenggot tipis yang sangat asing bagi Omam itu, mengekor Mommy pergi ke ruang tengah dan melewati Omam begitu saja.
Mommy berteriak memanggil nanny supaya membawa Omam masuk dalam kamar. Nanny kemudian menarik tubuh Omam yang mulai meronta untuk masuk ke dalam kamar.
Tubuh Omam tersasa makin menggigil ketika berada di dalam kamar bersama Nanny. Nanny berusaha menutup kuping Omam dengan dua tangannya, namun dia tetap mendengar Mommy yang saling berbalas bentakan dengan lelaki asing yang baru datang tadi.
“Apa dalam laci nanny tidak ada benda ajaib untuk membuat laki-laki tadi berhenti membentak Mommy?” tanya Omam sambil berusaha meredam tubuhnya yang menggigil.
Nanny hanya menggeleng sambil terus menutup dua kuping Omam dengan telapak tangannya.
“Aku mohon pada kamu, Maria. Kita bercerai saja, oke? Aku harus kembali pada anak dan istriku,” suara lelaki itu mulai lebih pelan. “Soal putramu itu, aku tidak pernah menyuruhmu membiarkan dia lahir, bukan?” kemudian terdengar suara langkah kaki yang tergesa dan pintu yang dibanting.
Tangisan Mommy mulai kedengaran, makin jelas dan makin keras.
***
            Omam mendapati satu gigi bagian bawahnya bergoyang pagi ini. Dia berjalan berjingkat-jingkat mendatangi kamar Nanny, hendak mengabarkan soal giginya yang akan tanggal dan keinginannya meminjam laci Nanny setelah giginya itu benar-benar tanggal.
            Dia cukup senang, karena selama beberapa hari belakangan, Mommy sepanjang hari hanya berada di rumah. Selama beberapa hari itu pula, dia selalu berjalan berjingkat-jingkat karena senang.
            Namun ternyata, Nanny tidak didapatinya di kamar. Dia kemudian melanjutkan pencariannya ke dapur, ruang tengah, ruang tamu, kamarnya sendiri hingga kembali ke kamar nanny. Tidak ada Nanny di mana pun…
            “Mommy!” jerit Omam.
            Mommy berlarian dengan kaki yang basah bekas dari kamar mandi.
            “Di mana Nanny, Mommy? Di mana Nanny?”
            “Dia pergi. Mommy tidak bisa lagi memberinya uang, jadi dia pergi.”
            Omam mulai berguling-guling di lantai sambil menjerit dan menangis. Mommy melenggang meninggalkannya, dengan bola mata yang terlihat lebih merah daripada kemarin.
            Kemudian, Omam ingat pada laci ajaib milik nanny. Dia bangkit dan berusaha mencari kunci laci itu, dia harus membuka laci itu tidak peduli dirinya akan disambar petir.
            Sambil menahan dadanya yang masih pengap. Omam memandangi laci milik Nanny. Tidak ada lubang kunci pada laci itu dan memang tidak pernah ada. Nanny hanya ingin Omam tidak sewaktu-waktu bisa membuka laci itu untuk menghabiskan semua coklat dan permen dalam sekali santap. Dia juga tidak ingin Omam tahu, bahwa dirinya yang menukar gigi Omam dengan uang koin.
            Tangan Omam menarik laci hingga semua permen, coklat dan kotak-kotak pasta gigi berserakan di lantai.
            Omam meraup semua permen dan coklat itu, dia berusaha melahapnya sekali santap. Dia berharap gigi-giginya akan segera tanggal, kemudian laci itu akan mengubahnya menjadi uang yang dapat membuat Nanny kembali…

Catatan: 2016 lalu, saya menantang diri saya sendiri untuk menulis sesuai tema lomba dan cerpen ini jadinya wkwk. Tentu sudah saya perbaiki perkara ejaan dan lain-lain ketika hari ini saya unggah.

Monday, April 2, 2018

Ngapain Nyapa? Buka Saja Sosmednya

Rombongan free pass (ndak pakai registrasi) Mata Najwa. Ada pegiat literasi, penulis dan teman-teman taman baca di Malang. Kalau saya sih selundupan wk.
Satu malam, saya makan bareng teman baik saya dari Gusdurian Malang, Monika. Ngobrol sana dan sini, sampai kemudian Monika cerita nasib dia yang ndak bisa masuk Graha Cakrawala, padahal punya tiket. Waktu itu acaranya Mata Najwa dan yang senasib dengan Monika ternyata banyak sekali.
Yang saya sosoan kaget, waktu Monika tahu saya juga pergi ke Graha Cakrawala untuk nonton Mata Najwa. Lha… padahal waktu ketemu saya juga niatnya mau cerita, kok ya Monika ternyata justru tahu lebih dahulu. Tapi sengaja saya ndak tanya dia tahu dari mana. Bahkan dia tahu, saya dan satu teman Gusdurian Malang, namanya mas Ilmi Najib itu dapat free pass dari mas Eko Cahyono, perpustakaan Anak Bangsa. Ya… meski saya bukan dikasih sih, tapi saya lebih tepatnya minta wk.
Waktu Monika cerita seberapa jauh dia tahu, saya coba ingat-ingat, apa saya barangkali yang unggah kegiatan saya hari itu di sosmed? Eh, ternyata juga ndak. Saya sama sekali ndak bikin boomerang di lokasi acara atau foto-foto tiketnya, apalagi unggah foto bareng.
Baru sehari kemudian, beranda saya penuh dengan kiriman enam hari yang lalu. Lha… Instagram saya ini agaknya punya masalah kok ya kiriman enam hari lalu baru bermunculan. Di beranda itu juga muncul foto unggahan mas Ilmi Najib, isinya ya rombongan free pass Mata Najwa sekitar seminggu lalu dengan keterangan foto yang menceritakan kegiatan kami hari itu.
Lha… ini apa. Maha tahu sosial media sebabnya. Tentu mas Ilmi tidak bermaksud apa-apa ketika mengunggah foto di media sosial. Posisinya di Gusdurian Malang yang menuntutnya terus berjejaring, tentu bakal terbantu dengan unggahan-unggahan kegiatannya. Pun Monika yang tentu tidak sengaja melihat unggahannya mas Ilmi yang lewat di berandanya.
Tapi dari sini saya jadi berpikir-pikir, jelas begini ini toh kerja media sosial. Nggegirisi juga ketika orang-orang ndak perlu saling sapa untuk tahu satu sama lain tengah melakukan apa.
Ada teman saya namanya Zainul Ridwan pernah bilang soal media sosial, kalau unggah ya unggah saja, selama ndak merugikan orang lain bukan masalah. Tapi rumusan rugi dan tidak bagi tiap orang ternyata beda juga. Bagi saya, jika unggahan tersebut ndak ada sangkutannya dengan branding, saya bakal banyak berpikir-pikir mau diunggah atau tidak. Saya tidak ingin merugi dengan melebur jarak dari mereka yang betul berteman dan berkomunikasi dengan saya, dibanding mereka yang hanya tahu saya sebatas sosial media.
Maha tahu sosial media atas segala yang terjadi di jagat raya…

Catatan: Saya sudah cukup lama mengalihkan unggahan di media sosial semacam Facebook, Instagram dan lainnya pada blog. Ndak mau rugi saya. Biar mereka yang sekadar ingin tahu tanpa menyapa, masih bisa kasih timbal balik traffic pada saya wk.