Sunday, November 26, 2017

Meleset dan Marah



“Orang-orang dengan kecerdasan lebih, menghancurkan sesuatu bukan dengan permusuhan, tapi justru dengan pertemanan seperti kamu…”


Satu waktu, saya sampai pada pertanyaan, sungguh kah kamu memahami saya? Sungguh kah kamu mengenal saya? Dari segala persahabatan yang seolah kamu berikan pada saya, saya sering merasa berdosa ketika mulai memertanyakan keberadaanmu. 

Jawabannya terang. Dengan sebuah maksud, kamu menyamakan apa yang saya rasa dan lihat, membikin kamu seolah paham saya. Kamu membaca posisi saya yang sering dianggap aneh, saya yang tertutup karena tidak mengharap dipahami siapapun, saya yang takut orang lain luka karena ketidakpahaman itu, saya yang merasa dan melihat apa yang tidak dirasa dan dilihat semua orang, kamu masuk ke dalam semuanya dengan tepat.

Sering saya merasa risih, ketika orang-orang memertanyakan hal-hal itu pada saya, hal-hal yang saya rasa dan lihat, dirasa dan dilihat bukan oleh banyak orang. Orang-orang ini sering hanya mengetes saya atau juga sekadar penasaran atau juga betul-betul mengharap jawaban yang bisa dijadikan panduan hidup. Pikir mereka, hidup saya enak, segala-gala tahu lebih dulu. Saya yang dalam pikiran mereka, tidak akan pernah meleset atau marah.

Tahun ini, saya buktikan saya juga bisa meleset atau marah, dengan keberadaanmu. Bahwa Tuhan hanya memberitahu hal-hal yang saya butuhkan saja, entah itu untuk memeringatkan orang lain atau sebagai bahan saya belajar. Tidak semua-semua saya lihat begitu saja seperti yang orang-orang itu kira.

Saya menahun bersama kamu dan baru menyadari kebaikanmu yang berlebih itu pada saya belakangan. Belakangan itu juga, saya mulai juga bertanya-tanya mengapa bisa kamu sedemikian baik? Belakangan itu juga, saya tahu kamu adalah bahaya yang hampir dekat. Tuhan membuka semuanya saat kamu sudah menjadi bahaya yang hampir dekat. Saya meleset dan marah pada kamu. Namun dengan ini, saya juga akhirnya tahu bahwa Tuhan tidak akan membuat saya terlena hingga lupa rasa meleset dan marah. Kamu adalah salah satu jalannya…

Saturday, November 18, 2017

Mahfud Ikhwan, Si Kambing dan Hujan yang Gagal Jadi Penulis Koran

 
Sumber: Dokumentasi pribadi.

Dimuat di Citizen Reporter Harian Surya. Sabtu, 4 November 2017. 

Jika workshop kepenulisan biasanya diisi dengan bahasan mengenai teknis menulis, lain halnya dengan workshop Penulisan Cerpen Umum bersama Mahfud Ikhwan, Minggu (22/10/2017). Penulis Kambing dan Hujan yang merupakan pemenang lomba novel DKJ 2014 itu, justru mengawali workshop dengan pertanyaan, apakah workshop menulis cerpen mampu menghasilkan penulis cerpen?


Diikuti 15 peserta terpilih yang sebelumnya telah mengikuti lomba cerpen kategori umum bertema budaya dan kearifan lokal, workshop yang berlangsung pukul 14.00 hingga 17.00 WIB itu merupakan rangkaian acara Pesta Malang Sejuta Buku 2017 yang berlangsung tanggal 13 - 25 Oktober 2017 di Taman Krida Budaya Malang.

Penulis novel Dawuk, pemenang kategori prosa Kusala Sastra Khatulistiwa 2017 itu menjelaskan, dirinya telah membaca sebagian karya peserta workshop dan merasa apabila bahasan mengenai teknis menulis tidak lagi relevan bagi para peserta.
“Hampir dalam setiap workshop, para pesertanya selalu menanyakan bagaimana cara menulis dan masuk ke koran. Saya rasa, dalam workshop ini pertanyaan tersebut sudah tidak perlu,” ucapnya.
 
Ia kemudian menjelaskan bagaimana perjalanan menulis masing-masing orang yang berbeda-beda, termasuk dirinya. Banyak dari teman seangkatan Mahfud yang pada mulanya berjaya sebagai penulis koran, namun kemudian gagal menerbitkan buku dan tidak lagi menulis.
 
Sebaliknya, Mahfud sendiri merasa tidak pernah berhasil menjadi penulis koran dan malah melanjutkan karir menulisnya melalui buku hingga kini.
 
Melalui workshop, Mahfud lebih banyak menceritakan bagaimana industri perbukuan berjalan. Peserta juga dipersilikan untuk aktif menceritakan keluh kesah yang ditemui dalam dunia kepenulisan, utamanya mengenai industri kepenulisan. Di akhir sesi workshop, Mahfud menyatakan harapannya, agar peserta workshop dapat saling mengenal dan kemudian membentuk kelompok diskusi mengenai kepenulisan.

Saturday, November 11, 2017

Merintis Jalan Menuju Konjen Negeri Paman Sam


 
Enam dari tujuh Cipoers perempuan yang hadir. Saya lagi sibuk ngobrol dengan yang lain waktu foto ini dibuat ceritanya.

Reportase YETI KARTIKASARI
Pendidik dan pecinta perjalanan/tinggal di Pandaan, Pasuruan

TUNTULAH ilmu sampai ke negeri China. Pepatah lawas yang selalu didengungkan orangtua dan guru itu nampaknya berlaku bagi teman-teman penulis Citizen Reporter (Cipoer) Harian Surya.
Bedanya, para cipoer ini tidak sedang pergi ke China, tetapi ke Konsulat Jendral Amerika Serikat (Konjen AS) di Surabaya, Selasa (15/8/2017) untuk mengikuti paparan Prof Jon Krosnick (Standford University) tentang pengaruh media pada opini publik.

Sesuai arahan humas Konjen Amerika Serikat melalui Harian Surya, para Cipoer diminta datang lebih awal ke kantor Konjen yang terletak di kawasan Surabaya Barat ini.
Cipoer mengantisipasi dengan berangkat dari kota masing-masing sepagi mungkin. M Nurroziqi misalnya, dari Sugiharjo, Tuban, berangkat sebelum pukul sembilan pagi dengan mengendarai sepeda motor.

”Kalau berangkat lebih pagi, tidak terburu-buru di jalan, bisa berhenti istirahat,” ujar alumnus IAN Sunan Ampel yang tiba di Surabaya pukul 11.30 WIB.

Ada Cipoer yang datang dari Lamongan dengan naik kendaraan umum lalu disambung dengan gojek. ”Saya lihat di google maps, lumayan jauh juga, lebih efektif naik gojek antisipasi kalau jalan macet,” cerita Agus Nur Buchori.

Saya dan suami berangkat pukul 10 .00 WIB dari Pandaan dan tiba di lokasi dua jam kemudian. Sempat waswas karena jalur yang kami lewati sempat macet. Meski datang lebih awal, kami belum diperkenankan masuk.

Sembari menunggu, kami berbincang dengan teman-teman Cipoers yang selama ini hanya kami baca tulisan-tulisannya.

Baru pukul 13.15 WIB kami diizinkan masuk dan harus melalui proses screening yang menjadi prosedur bagi para tamu.
Satu per satu identitas undangan diverifikasi apakah sesuai dengan nama yang sudah masuk daftar, lalu menitipkan barang-barang di loker dan mengenakan visitor card.

Ini menjadi pengalaman baru bagi kami yang baru kali pertama bertandang ke Konjen AS. Siapa tahu nanti dapat kesempatan ke negeri Paman Sam sudah tak asing dengan hal-hal macam ini.

Memasuki gedung Konjen, kami disambut ramah staf humas. Sambil menunggu teleconference dimulai, kami diberi kesempatan untuk bertanya pada humas. Saya gunakan kesempatan itu untuk menanyakan syarat-syarat mengurus visa yang dijawab dengan detail oleh Hanum Tygita, staf humas.

Konjen AS, Heather C Variava, membuka acara dan ikut mendampingi peserta hingga usai acara.
Sungguh pengalaman tak terlupakan. Dapat ilmu sekaligus bertambah teman-teman baru. Terima kasih Konjen AS dan Harian Surya!

Catatan: Saya menjadi salah seorang Cipoers (sebutan bagi pewarta warga dalam rubrik Citizen Reporter Harian Surya), yang mendapatkan kesempatan untuk hadir dalam acara tersebut. Saat foto bersama teman-teman perempuan Cipoers diambil, saya sedang mengobrol dengan para Cipoers laki-laki.

Sumber: Citizen Reporter Harian Surya

Thursday, November 2, 2017

Weird Girl

Sumber: Dokumentasi pribadi

This weird girl still hate her instincts, sometimes. She need to talk about her feelings anytime. You can imagine when you can see something hidden that other people can't see. They will say that you are weird, insane, you have big negative prejudices. Not many people can understand this girl. So, thank you for your magic words for her. I love you.

"You will be fine. Alloh take care of you."

Wednesday, November 1, 2017

Warna Lipstick

Sumber: Gugel

“Menurut kamu… lipstick yang bagus buat saya warna nomor berapa?”

“Lipstick nomor dua dan lima…”

“Kenapa yang itu?”

“Saya nggak suka warna mencolok dan saya tahu kamu suka jenis warna merah jambu.”

“Jadi… lipstick ini antara sukanya kamu dan sukanya saya, ya?”