Saturday, October 28, 2017

Nasihat


“Orang-orang itu kenapa lagi?”

“Mereka mogok kerja…”

“Salah paham dengan juragan mereka lagi?”

“Ya… masalah utamanya salah paham antara mereka dengan si juragan.”

“Sudah kamu mediasi, kan?”

“Sudah… terus kedua belah pihak juga sudah saya beri ya… semacam… apa ya…”

“Nasihat?”

“Nah… iya semacam nasihat…”

“Kamu itu suka kasih nasihat sama orang lain, tapi sama saya malah nggak pernah.”

“Kalau soal nasihat kan memang tugasmu. Tugasmu kasih nasihat ke saya, bukan saya kasih nasihat ke kamu.”

Maka wajah saya mendadak panas. Buru-buru saya menoleh ke arah lain sebisanya, menghindari penampakan muka saya yang betul-betul merah dari hadapannya.

Friday, October 27, 2017

Dua Pendoa

"Ada dua pendoa ulung di sampingmu. Keduanya pengin sekali melindungi kamu. Si pendoa pertama memergunakan doa-doanya buat melukai balik mereka yang menyakitimu. Sedang si pendoa kedua, memergunakan doa-doanya buat menguatkan dirimu, melindungi dirimu. Kamu tahu pendoa mana yang kelak bakal membikinmu luka. Satu dari mereka berdua."

Monday, October 23, 2017

Ngobrol Bahasa Inggris Rasa STMJ ala Omah Backpaker



Sumber: Jepretan pribadi.

Dimuat di Citizen Reporter, Harian Surya. Kamis, 19 Oktober 2017

Bagi sebagian besar orang, berbahasa inggris barangkali mesti dipelajari di sekolah atau forum formal lainnya. Namun, hal tersebut agaknya sukses dipatahkan oleh Omah Backpaker. Taman baca yang terletak di Karangploso tersebut, membuka kelas bahasa inggris pada (6/10/2017).
Uniknya, kelas bahasa inggris yang diselenggarakan Omah Backpaker tidak menarik bayaran bagi para pesertanya. Penyelenggaraannya pun, bukan di dalam kelas, gedung maupun ruang formal lainnya. Kelas bahasa Inggris tersebut justru dilaksanakan di Warung STMJ Mbak Ifa, yang juga terletak di Karangploso.
Kelas bahasa inggris yang dikomandani oleh Ajeng Ria, selaku inisator dan pengelola Omah Backpaker tersebut berlangsung hangat, dengan diikuti tujuh orang peserta yang salah satunya berasal dari Inggris. Omah Backpaker sendiri, menerima wisatawan lokal maupun mancanegara untuk dapat diberikan tempat menginap secara gratis, dengan syarat wisatawan tersebut memberikan sebuah buku atau bersedia menjadi sukarelawan di kampung.
Percakapan yang berlangsung pukul tujuh hingga sembilan malam tersebut, bebas diikuti siapa saja tanpa proses registrasi. Para peserta juga diperbolehkan membuka alat penerjemah, bertanya pada teman dan bicara bercampur antara bahasa Inggris dan Indonesia. Tema dalam percakapan pun beragam, mulai percakapan ringan seputar hobi, musik hingga pertanyaan-pertanyaan kritis seputar agama dan persepsi tubuh. Jadi, masih takut belajar bicara dalam bahasa Inggris?

Friday, October 20, 2017

H.U.M.A.N

Captured by: Zulfikar Rachman

It's been a month since my arrival in my home country.

I saw middle age couple, the husband hold his wife with care while the wife keep looking at her husband.

I saw an old lady in the middle of the street, arranging the traffic.

Today i saw another old lady selling chips. I bought one the she smile widely at me. Now i'm the middle of them actually and listening to them lol. A guy gave these old ladies foods from the church, but then this old lady gave it to another, explained that she already bought one for herself. these people care and help each other. Remind me of my mother, she keeps telling me to take care of each other. If you help someone, someone else will help you.

We don't need politicians who only care for their own. We need people who cares for each other.

By: Zulfikar Rachman

Thursday, October 19, 2017

Menyoal Kamu yang Tidak Pernah Ingin Menjadi Tuan Putri


Sumber: Gugel

    “Ya… kalau kata Mitha The Virgin di Instagram dia, nggak semua anak perempuan pengin jadi tuan putri.”
“Dan kamu pun…”
“Ya… saya nggak pernah ingin jadi putri. Coba lihat Aurora yang tiba-tiba teraniaya tanpa sebab…”
“Dia tiba-tiba dikutuk Maleficent, kan?”
“Ya… terus kamu lihat juga Snow White yang juga jadi paling teraniaya…”
“Jadi bulan-bulanan ibu tirinya, kan?”
“Ya… satu hal yang serupa, mereka berdua sama-sama diselamatkan cinta dari seorang laki-laki tidak dikenal. Seolah cinta dari laki-laki adalah final dan bisa menyelamatkan hidup perempuan.”
“Tapi kamu sangat suka dengan Mulan, bukan?”
“Ya… karena Mulan punya alasan berjuang dan soal laki-laki yang akhirnya bareng dia itu, mereka bareng karena punya alasan berjuang yang setara.”
“Aurora dibikin beda dalam versi live actionnya…”
“Ya… dan saya sangat suka. Maleficent dan pihak kerajaan tidak digambarkan hitam dan putih. Dan lagi… cinta yang diusung adalah cinta keluarga yang menyelamatkan.”
“Pun Snow White yang dibikin beda dalam versi live actionnya…”
“Ya… dan saya juga sangat suka. Dia punya alasan buat berjuang. Pertemuannya dengan laki-laki yang akhirnya bareng dia pun, karena mereka punya alasan berjuang yang setara.”
Saya memandangimu hangat dan lekat-lekat. Saya ingat bagaimana ketika anak-anak perempuan lain sibuk mendandani diri dan bonekanya masing-masing, sambil menanti pangeran berkuda putih menjemput mereka, kamu justru tidak pernah melakukan yang serupa.
Seperti anak-anak perempuan lain, kamu pun sangat suka dengan boneka. Bedanya, kamu mengumpulkan boneka-boneka itu di sekelilingmu, mendandani mereka hingga cantik, mengajari mereka membaca dan kemudian kamu bilang,”Mereka anak-anak yatim piatu yang cantik dan baik. Saya yang mengasuh mereka…”

Sunday, October 15, 2017

Melegalkan Waktu

Sumber: Jepretan pribadi. Sepatunya orang dalam tulisan ini dan asli made in Indonesia loh.

Kita janji jumpa pukul sepuluh tepat. Namun saya justru datang pukul 10.20. Seperti saya tebak, kamu langsung sambut saya dengan bilang,"Kamu telat dua puluh menit."

Saya tahu, kamu selalu tepat waktu. Jadwalmu sangat penuh dan hari itu waktumu cuma sampai pukul 11.30, meski kamu dibutuhkan jam 12.00. Tidak seperti kebanyakan orang yang saya kenal, kamu benci datang tidak tepat waktu, kamu selalu pilih datang lebih awal, meski jelas harus menunggu. Pun saat bertemu saya, kamu sudah tiba pukul 9.40. Kamu datang  dua puluh menit lebih awal, sedang saya datang dua puluh menit lebih akhir.

Saya terang-terangan menampakkan binar kecewa, saat tahu waktumu sungguhan cuma sedikit. Kamu melihatnya, saya tahu itu. Kita terus mengobrol dan sudah hampir pukul dua belas. Kamu terlihat cemas dua kali, memandangi jam yang melingkar di pergelangan tanganmu. Selanjutnya, kamu justru tidak lagi nampak peduli, sedang saya pilih pura-pura tidak peduli. 

Hingga saya kemudian mengajakmu menghentikan obrolan. Saya cukup merasa lega, bahwa ternyata, melegalkan waktumu buat saya adalah perkara utama. Saya juga cukup tahu diri, bahwa melegalkan waktumu buat saya, membikin kamu lupa tidak jadi dirimu sendiri yang super disiplin dan tepat waktu.

Friday, October 13, 2017

TULUSMETER

Jadi, di hari begini... Kamu nggak bisa nilai kebaikan atau ketulusan orang, dari seberapa sengsara dia pernah hidup, juga dari seberapa banyak dia mengerjakan hal yang nampaknya enggak dibayar.

Saturday, October 7, 2017

Having VS Being, Memiliki VS Menjadi: Mana yang Kamu Pilih?

Catut: Gugel

Barangkali, kita bertanya. Gimana bisa si A dapat traktiran terus, sedang kita enggak. A beruntung, ya? Enggak. Kita mestinya enggak percaya keberuntungan. Kita mestinya percaya timbal balik.

Apa kita bisa? Mulai berpikir bahwa, keberuntungan A adalah karena timbal balik. Bisa jadi, luput dari apa yang kita lihat, A ternyata tidak pelit makanan pada siapapun dan banyak orang terbantu dengan itu. Meski bukan orang yang dibantu itu yang membalas, orang lain yang akan membalas serupa.

Boleh jadi juga kita bertanya, kok bisa si B yang bertampang biasa, menemukan orang-orang tulus di sekitarnya sedang kita tidak? Boleh jadi luput dari apa yang kita lihat, B mengawali diri tulus pada orang lain. Bisa jadi bukan orang yang diberi ketulusan itu yang langsung membalas, tapi orang lain yang membalas serupa.

Banyak orang lebih ingin soal memiliki, bukan menjadi. Persis seperti kutipan Morgan Freeman."We human are more concerned with having than with being."

Tuesday, October 3, 2017

Menulis Resensi, Penting Kah?



Sumber: Gugel

Resensi? Model tulisan satu ini, kebanyakan tidak dianggap terlalu penting. Barangkali, karena minimnya kompetisi menulis resensi, beda dengan kompetisi cerpen atau ilmiah yang bertebaran di mana-mana.

Padahal, kamu pasti kenal Goodreads. Website satu ini, khusus memuat resensi. Bahkn, pembaca bisa memberi rate pada buku yang telah mereka baca. Kamu mungkin jiga kenal Booklicious. Komunitas ini, salah satunya ada di Malang. Booklicious alias BLC, khusus membahas bagaimana para anggotanya membaca buku dan meresensinya. Di media massa pun, selalu ada kolom khusus untuk resensi buku. Nah... Bagaimana? Apa menurut kamu resensi masih butuh dipelajari?

Apa beda sinopsis, epilog, kata pengantar, testimoni dan resensi?

Tentu beda. Sinopsis, adalah ketika kamu membikin cuplikan paling menarik yang sama persis dari sebuah buku yang kamu baca. Sedangkan epilog, merupakan bahasan leseluruhan dari sebuah buku, biasanya juga dissrtai analisis yang cenderung ilmiah. Pun kata pengantar, yang nyaris serupa dengan epilog. Bedanya, barangkali kamu bisa temukan proses pengumpulan cerita hingga menjadi buku dan lain sebagainya dalam pengantar. 

Lalu testimoni? Testimoni, akan kamu temukan pada bagian belakang buku. Biasanya memuat nama dan komentar pribadi seseorang atas buku yang telah dibacanya. Pemilihan orang-orang yang memberikan testimoni, biasanya berdasarkan pengalaman, rekam jejak atau kesamaan profesi yang diperkirakan akan menunjang penjualan buku. 

Kemudian resensi? Resensi adalah ulasan yang dibuat seseorang setelah membaca buku. Ulasan loh ya... Beda dengan sinopsis. Yang artinya, resensi memergunakan bahasa dari si penulis itu sendiri, beda dengam sinopsis yang sekadar mengambil bagian paling menarik dalam sebuah buku secara utuh.

Lalu? Beda resensi dengan rangkuman apa? Tentu beda. Rangkuman adalah isi buku yang ditulis ulang dalam bentuk lebih kecil. Terus? Bagaimana cara membikin resensi? Berikut beberapa cara menulis resensi yang bisa kamu pilih. Sebelumnya, perlu diingat bahwa antara resensi dengan spoiler beda loh ya. Batasi pemahaman resensi, pada bagaimana kamu mengomentari buku yang sudah kamu baca, bukan membocorkan isinya alias spoiler. Kasihan penulisnya dong kalau kamu spoiler isi bukunya. Mana orang tertarik beli nantinya kwkw.


1. Bahas Isi Bukunya

Level 1, kamu baca bukunya lalu ceritakan apa yang kamu tangkap dari buku tersebut. Hanya ceritakan saja, kamu nggak perlu mikir lain-lainnya. Yang perlu digarisbawahi adalah, kamu ceritakan apa yang kamu rasakan setelah membaca, apa yang kamu tangkap dari sana. Bukan menulis ulang ceritanya dalam resensimu loh ya.

2. Bahas Isi Buku, Plus Positif Atau Negatifnya
Level 2, kamu bisa lalukan sesuai apa yang ada di level satu. Bedanya, kamu mulai menceritakan kelebihan dan kekurangan dalam buku tersebut. Kamu nggak usah mikir kemana-mana dulu. Ungkap saja apa kelebihan dan kekurangan dalam buku tersebut. Bokeh jadi, lebih banyak kamu bahas kekurangan atau sebaliknya kelebihan. Jika memang yang rasakan tidak seimbang antara kelebihan dan kekurangan, kamu nggak perlu memaksakan tubahasanmu supaya seimbang. Justru subjektivitas ini yang membikin pembaca resensimu akan kaya.

3. Bahas Isi Buku, Plus Positif Atau Negatifnya, Ditambah Bandingan Dengan Buku Lain/Analisis
Level 3, lakukan semua yang ada pada level 1 dan 2. Bedanya, di sini kamu bukan lagi sekadar mengungkap namun juga mulai menganalisis. Analisis di sini boleh kamu pilih, dengan membandingkan buku tersebut dengan buku lain atau kamu beri batasan cara level 1 dan 2 ditambah analisis. Lebih asyik lagi, ketika kamu bisa lakukan semua nilai plus pada level ini, yaitu analisis dan bandingan buku lain. Dengan ini, resensimu akan lebih tajam.

4. Bahas Isi Buku, Plus Positis Atau Negatifnya, Ditambah Bandingan Dengan Buku Lain/Analisis dan Juga Teori
Level 4, tentu serupa dengan level 3. Bedanya, di sini kamu mulai menggunakan teori. Tidak perlu banyak. Bahkan, satu teori saja bisa jadi cukup. Teori di sini, dipergunakan untuk memertajam analisismu, bukan keren-kerenan biar orang tahu bagaimana kamu hapal banyak teori.
Memilih level berapa saja untuk membuat resensi, bukan sesuatu yang dilarang buat kamu. Cara ini, juga berlaku untuk membuat resensi film dan lain sebagainya. Ingat, nulis itu bahannya bisa berasal dari mana saja. Bahkan banyak, film yang diangkat dari buku dongeng lawas yang menarik kamu jadikan resensi. Resensi, bisa jadi wujud lanjutan dari niatmu mencari bahan menulis, entah itu membaca atau bahkan menonton film. Ternyata, cabang menulis bukan cuma yang cerpen-cerpen atau yang ilmiah-ilmiah saja, kan?


Jangan lupa kunjungi label resensi, dalam blog ini juga ya…