Wednesday, January 4, 2023

Selempang

Sumber: Gugel

Katamu, selempang itu mau dilarung saja. Ya, selempang bertulis nama dan gelar cinta pertamamu itu. Saya mau tertawa, tapi tertahan-tahan saja. Begitu-begitu kan kamu yang setia menarik tangan saya waktu terseok.

Dasar, hopeless romantic. Maksudnya, itu kan kisah dulu sekali sepuluh tahun lalu, sedang gelarnya baru beberapa tahun kemarin dan lagi, kenapa nggak kamu berikan saja sih? Kenapa malah dijadikan fosil di kamar?

Dia sudah pasang cincin dengan orang lain. Saya pula yang tahu lebih dulu, pakai menangis pula. Rasa-rasanya saya turut mencintai dia sepanjang kamu mencintainya juga.

Lalu saya lirik almari sambil memegang selempang yang kamu sodorkan itu. Di sana ada cerpen yang saya cetak serupa buku, pakai jilid ring. Kalau tidak salah jumlahnya tujuh buah kopi. Enam kopi saya berikan pada teman-teman baik dan satu kopi harusnya untuk cinta pertama yang jadi tokoh utama di sana.

Tapi ternyata, untuk kirim pesan janji jumpa saja saya harus merepotkan seorang sahabat. Di usia kami yang ke dua puluh waktu itu, dia menunggui saya yang memegang ponsel, hampir-hampir menulis pesan, lalu kembali berjalan tidak tentu arah di sekitaran jalan Ijen. Ia pula turut berjalan di sebelah, tanpa marah.

Selempang itu sekarang saya lihat, sentuh beberapa kali lalu melihatmu lagi. Ternyata bukan rambut kita saja yang sejenis.


Untuk sahabatku yang penyabar, Sofiani Izzaty alias Sopinga.