Tuesday, April 2, 2019

Cerita Dua Pemberontak dalam Penyap, Karya Sayyidatul Imamah

Sumber: storial.co

Tulisan ini lolos seleksi intership book reviewer Storial.co

Namanya Anna dan dia menderita kanker. Jika tidak terlebih dahulu membaca sinopsis novel ini, bisa jadi saya akan berpikiran, jangan-jangan alur ceritanya bakal mirip dengan My Sister Keepernya Jodie Picoult. Apalagi, ketika mulai Anna dan Leo melakukan pertemuan mereka, penulis memunjukkan pengetahuannya akan novel terjemahan seperti, A Man Called Ove.

Tapi benar saja, memasuki awal bab dan melihat cara penulisan novel ini, masih juga membawa saya teringat dengan My Sister Keeper. Bab pertama My Sister Keeper, juga diawali sudut pandang tokoh bernama Anna, bedanya Anna di sana merupakan siswi SMP yang memiliki kakak penderita kanker bernama Kate. Premis cerita novel bersampul putih tersebut, juga banyak menyoal hukum dan juga kedokteran.

Penulis berusaha mengambil judul dengan kata yang tidak lazim dipergunakan, premis cerita adalah dua orang yang memiliki gangguan kesehatan mental karena dua sebab yang juga berbeda. Penyap, yang menurut KBBI berarti lenyap, agaknya merujuk pada dua tokoh utama cerita yang bekutat pada pikiran melenyapkan diri masing-masing; bunuh diri.

Anna digambarkan sebagai gadis berpenyakit yang di mana saja diperlakukan lembut, sebaliknya Leo yang diperlakukan kasar di mana saja. Namun tenyata, baik Anna maupun Leo sama merasa ditolak oleh lingkungan. Perlakuan manis yang Anna terima, dirasanya palsu sebagai tenggang rasa penyakit yang ia derita. Berbanding lurus dengan Leo, yang merasa orang di sekelilingnya menganggapnya sampah.

Menyoal originalitas, Penyap lagi-lagi membuat saya ingat dengan kisah lain. Keberadaan Robi sebagai tutor Anna dan Leo, membuat saya mengingat film 3600 Detik dan A: Aku, Benci & Cinta. Leon menjadi tutor Shae si anak pindahan yang badung dalam 3600 Detik, sedang Anggia dan Alvaro mesti saling menjadi tutor satu sama lain. Alvaro menjadi tutor musik Anggia dan sebaliknya cewek itu mesti mengawasi kenakalan Alvaro. Sedang dalam Penyap, Robi ditunjuk menjadi tutor kedua tokoh utama meski ternyata perannya tidak begitu besar dalam novel ini.

Ketika Leo mengajak Anna membolos dari pelajaran tambahan dan penyakit Anna kambuh, lagi-lagi mengingatkan saya pada kisah lain yaitu Malaikat Tanpa Sayap. Mura yang diperankan oleh Maudy Ayunda, menaiki sepeda dengan dibonceng oleh Vino. Cewek itu menganggap bersepeda seperti itu menyenangkan, serupa Anna yang menganggap penjelajahan hutan bersama Leo menyenangkan baginya yang selama ini tidak pernah pergi kemana-mana. Namun di tengah aktivitas menyenangkan itu, penyakit jantung Mura kambuh. Anna juga mulai mimisan dan pingsan setelah menjelajah hutan. Kedua cewek yang kemudian pingsan ini, sama-sama digendong oleh cowok yang sedang bersama mereka, Vino dan Leo.

Meski begitu, penulis berani membawa karakter Nora dengan lebih misterius. Bahkan hingga bab 18, kakak perempuan Anna itu hanya sekali terlihat berdialog dengannya. Hal ini seolah menunjukkan sifat Nora yang tertutup. Berbeda dengan My Sister Keeper yang mengambil sudut pandang semua tokoh sebagai pencerita dalam tiap babnya. Penyap hanya menampilkan sudut pandang Anna dan Leo secara bergantian, kecuali ketika Anna ternyata memutuskan hal besar hampir di akhir bab, sudut pandang leo terus dipergunakan meski berganti bab.

Leo berusaha digambarkan penulis sebagai cowok yang selain gemar berkelahi, ternyata juga pembaca berat buku. Telihat dari caranya menyambar dialog utamanya di awal pertemuannya dengan Anna. Cowok itu kerap menyambungkan apa yang terjadi dengan buku yang dibacanya. Pada mulanya juga, Leo digambarkan lebih berani dan optimis ketimbang Anna. Namun ternyata, cewek yang sehari-harinya bertopi kupluk itu diam-diam menyimpan jiwa pemberontak serupa Leo. Terlihat dari narasi sebagai ‘aku’ yang ia bawakan dalam melihat dunia di sekitarnya dan bagaimana dia, dengan caranya berusaha melerai perkelahian Leo.

Tokoh Hara sebagai satu-satunya teman yang sering berinteraksi di sekolah dengan Anna, digambarkan apik sebagai tukang komentar ulung yang seolah memiliki bahasan buruk dari setiap warga sekolah. Dialog-dialog Hara yang kerap berjejalan, seolah lawan bicaranya berminat atas apa yang ia bicarakan, menjadikan cewek itu murni terlihat menyebalkan hingga Anna sendiri bertanya hal apa yang sesungguhnya membuat dia bertahan bertahan berteman dengan Hara yang sesungguhnya selalu menghampirinya terlebih dahulu.

Nora sendiri, sukses menjadi tokoh terabai yang agaknya menyimpan hal besar. Ayah dan ibu Anna, terlihat manusiawi dalam narasi Anna. Ayah dan ibu digambarkan sangat cemas dan tertekan dengan keadaan putrinya yang mengidap kanker sehingga seolah tidak begitu perhatian pada putri meeka yang lain. Mereka berdua sesungguhnya khawatir berat pada Anna dengan caranya yang bagi putri mereka itu ternyata tidak adil. Sedang di dunia maya, Anna dan Leo bahkan sempat ‘bermusuhan’ melalui kolom komentar di blog.
Penulis mampu membangun emosi tanpa harus menuliskannya secara lugas. Seperti kertertarikan Anna dan Leo yang nampak sekali lebih dari teman, tidak ada kata saling mencintai menjadi narasi. 

Kecemasan orang tua Anna hingga ibu Leo yang sangat tergantung soal ekonomi terhadap suami barunya, juga dibangun melalui narasi dalam sudut pandang Anna dan Leo.
Kecemasan orang tua Anna, justru nampak dari narasi megenai ketidakadilan dalam versi cewek itu. Sedang ketergantungan ibu Leo soal ekonomi, terlihat dari dialognya bersama Leo di mana mereka tidak akan pindah kecuali si ibu memiliki pekerjaan baru. Meski latar belakang kekerasan yang dilakukan ayah tiri Leo tidak sungguhan dikupas tajam oleh penulis.

Pemahaman penulis mengenai gangguan kesehatan mental, cukup baik digambarkan dalam Penyap. Hal ini menunjukkan penulis sungguh melakukan riset, bisa jadi melalui buku atau juga dunia nyata. Perasaan ingin mati dan sedih yang menggebu, menjadi ciri penderita depresi.
Meski cukup apik dalam kaidah berbahasa, penulis beberapa kali terlalu banyak melibatkan koma dalam satu kalimat yang sesungguhnya bisa dipisah menjadi beberapa kalimat atau lebih efisien tetap dijadikan satu kalimat dengan menghilangkan koma. Dalam bab 8, paragraf 23,”Aku sudah sering tidak tidur akhir-akhir ini, yang menurut internet, merupakan tanda-tanda penyakit gila, nama kerennya, depresi.” Padahal, kalimat tersebut bisa diubah menjadi,”Aku sudah sering tidak tidur akhir-akhir ini. Menurut intenet, merupakan tanda-tanda penyakit gila yang nama kerennya, depresi.”

Penggunaan kata telepon dan ponsel juga tidak konsisten. Di bab 17 dan seterusnya, kata telepon digunakan. Padahal, telepon menurut KBBI bukan merujuk kepada ponsel pintar. Sedang telepon yang digambarkan penulis adalah gawai yang dipergunakan oleh para tokoh dan jelas tergambar adegan pencarian internet dan lain sebagainya. Baru pada bab 49, kata telepon diganti ponsel dan ini lebih baik ketimbang telepon yang merujuk pada alat komunikasi dengan kabel.

Penulis memang cukup mengikuti perkembang kaidah berbahasa, ditunjukkan dengan penggunaan kata ‘memercayai’ di mana terjadi peleburan huruf KTSP ketika bertemu ‘mem’. Namun, penulis ternyata masih menulis risiko sebagai resiko dan belum dapat membedakan kata kami dengan kita. Meski demikian, gaya bahasa yang cukup serupa dengan novel-novel terjemahan dalam Penyap, menyajikan diksi-diksi yang tidak rumit dan nyaman dibaca sekali duduk. Kesederhanaan ini justru berbanding terbalik dengan penggambaran cinta yang tidak lugas, rumit dan justru manis dalam cerita.

Untuk urusan sampul buku, penulis berusaha menginterpresentasi rasa putus asa para tokoh utama sebagai tangan hitam dan pertolongan dalam bentuk tangan yang lebih cerah. Namun apabila merujuk akhir cerita yang menyesakkan, bisa jadi tangan hitam tersebut justru menyesap tangan yang seolah pertolongan. Penulis sendiri menyertakan label kompetisi yang ia ikuti dalam sampul, menunjukkan kesungguhan dan ketelitiannya tas hal-hal yang nampak kecil.
Dengan segala kekurangan dan kelebihan yang ada dalam Penyap, menang atau tidak dalam kompetisi kali ini saya harap ia terus menulis dan mengasah diri dalam berbagai kompetisi berikutnya.

Catatan: Saya lupa menambahkan bahwa tidak ada ciri fisik dalam novel ini. Padahal dengan lembaran yang sebanyak ini, ciri fisik dapat disebar sepanjang novel. Hanya ada cara berpakaian Leo yang berantakan dan topi kupluk Ana sebagai ciri fisik (Saya menambahkan catatan ini setelah deadline seleksi lewat karena sungguh kelupaan. Nekad menambahkannya meski sudah lewat seleksi karena berharap penulisnya mendapat fungsi). Ketika saya mengunggah resensi ini di kolom komentar novel penulis, terdapat pula banyak tipo.

No comments: