![]() |
| Sumber: dokumentasi pribadi. Pembatas buku rajut bentuk bunga poppy beli di Stichblue. |
Dilansir dari Jawa Pos (30/05/2021), vaksin Merah Putih diperkirakan dapat dipergunakan di tahun 2022. Vaksin tersebut diharap bisa memerangi virus Covid-19. Sepanjang 2021 sendiri, berita varian corona jenis baru hingga tarik ulur sekolah tatap muka memenuhi media massa.
Mengusung tema pandemi dengan latar kota distopia bernama Ygeia, Menanam Gamang menunjukkan bagaimana manusia mesti berdampingan dengan keterpisahan. Novela setebal 124 halaman itu sendiri, merupakan karya Dhianita Kusuma Pertiwi yang sempat meraih Nusantara Academic Award 2020 lalu untuk tesisnya tentang naskah lakon wayang kulit Purwa Sesaji Raya Suya.
Menanam Gamang disajikan dengan gaya bahasa lugas. Tidak ada kalimat kiasan apalagi yang berbau puisi. Dalam halaman 14 misalnya,’Barnabas R meraih gelas kopinya, dan menghabiskan minuman yang tinggal menyisakan rasa pahit dan dingin...” kalimat-kalimat lugas serupa mewarnai awal hingga akhir buku.
Warga kota Ygeia diceritakan mesti menjalani pandemi selama dua generasi. Fasilitas kesehatan menjadi barang mewah di masa itu. Ada perbedaan kelas yang terlihat jelas dalam mendapat fasilitas kesehatan, berdasar profesi dan penghasilan setiap warga kota.
Pekerja kantor, peneliti, hingga penyiar melalui saluran live streaming, menjadi profesi yang lazim di kota Ygeia. Dua di antara tokoh dengan profesi berbeda yang terhubung melalui saluran live streaming adalah Barnabas R. dan Eva H. Dhianita memang memberi penamaan yang unik pada seluruh tokoh novelanya. Semua tokoh memiliki satu kata di depan dan satu huruf di akhir nama.
Sebagai pekerja kantor, Barnabas R. Mesti was-was tiap kali varian virus baru merebak. Kantor mesti ditutup dan ia sehari-hari harus tinggal di apartemennya yang murah dan minim fasilitas kesehatan. Tidak ada teman atau saudara yang betul-betul bisa dihubungi sehingga saluran live streaming ia operasikan demi melenyapkan rasa sepi. Di situlah ia bertemu Eva H., seorang penyiar dengan gaji cukup tinggi hingga di dalam apartemennya pun ia bisa mengecek kesehatan setiap hari ditemani Saul, sebuah android yang dapat berbicara dan punya pikiran sendiri.
Eva H. sendiri tidak lepas dari rasa sepi. Sahabat dan kekasihnya sama-sama sibuk bekerja dengan profesi berbeda. Layar virtual menjadi satu-satunya tempat mereka bertemu meski tidak pernah lama, sedang para penonton Eva H. Hanya memperlakukannya sebagai tontonan dan bukannya seorang teman.
Kehidupan warga kota Ygeia tentu saja tidak berhenti pada keuangan yang menipis dari Barnabas R. dan upaya Eva meningkatkan peringkatnya melalui saluran live streaming. Masih ada tenaga kesehatan, hingga pekerja di badan kesehatan yang setiap hari berkejaran dengan mutasi virus baru dan warga kota yang tidak henti-hentinya tumbang. Tidak ada optimisme yang benar-benar nyata di sana, yang ada hanya menjalani apa yang tersaji hari ini, meski masih ada juga tokoh-tokoh yang berusaha melakukan berbagai penelitian untuk melawan virus. Mereka ini yang meyakini, bahwa kelak pandemi bisa berakhir.
Para tokoh dalam Menanam Gamang dibuat tidak buntu dalam mengatasi keterpisahannya dengan manusia lain. Di antaranya ada Barnabas R. yang menjadikan Eva H. seolah nyata dan sebagai tujuan hidupnya. Ia rela menggunakan gajinya bukan untuk meningkatkan fasilitas kesehatan di apartemen, namun justru untuk memperbarui perangkat komputer hingga bisa melihat siaran Eva H. secara tiga dimensi.
Selain Barnabas R. banyak juga penonton Eva yang rela membayar lebih banyak glot (alat tukar di masa itu) demi melihatnya melakukan hal tertentu selama siaran. Kemurungan, adalah kata ganti yang paling tepat dalam menggambarkan novela ini. Para tokoh mesti menjalani hidup masing-masing tanpa saling mengaku tengah merasakan kesepian dengan terhambatnya segala pertemuan nyata bersama ketidakpastian perkembangan virus. Kenaikan peringkat dan kesibukan membuat konten siaran bahkan hanya sesaat saja menyelamatkan Eva H. dari rasa sepi.
Beberapa detik kemudian, layar WiseWrist di pergelangan tangan Eva H. menampilkan tanda centang putih berlatar belakang hijau, menandakan Saul telah berhasil mengirimkan kembali laporan itu pada Badan Kesehatan. (hal18)
Selain menyajikan para warga kota yang berjibaku dengan keterpisahan, novela ini juga menyajikan istilah-istilah unik terkait teknologi di masa itu. Beberapa di antaranya, WiseWrist yang merupakan alat pengawas kesehatan warga dari Badan Kesehatan, WiseWatch yang merupakan lensa kontak untuk menyuguhkan tayangan interaktif komputer, hingga WishWear yang dapat mencetak benda-benda sesuai imajinasi dalam kepala. Keberadaan teknologi diletakkan dalam dialog juga narasi dan berpengaruh terhadap jalannya cerita. Keberadaan teknologi ini pula, yang memungkinkan interaksi antar manusia tidak banyak terjadi. Banyak tugas bisa dilakukan teknologi.
Meski menyoal kebaruan teknologi dalam novela ini bersifat relatif, Menanam Gamang selanjutnya menyajikan akhir yang terbuka. Membuat pembaca menebak-nebak sendiri mana yang lebih dahulu mampu menyelamatkan, berhasil menangkal virus yang entah kapan atau mengatasi rasa keterpisahan pada diri.
Judul buku: Menanam Gamang
Penulis: Dhianita Kusuma Pertiwi
Penyunting: M Dandy
Penerbit: Pelangi Sastra
Cetakan: Pertama, Oktober 2020
Ketebalan: 124 halaman
ISBN: 978-623-7283-89-8
Catatan: ditulis 2021 semasa corona tapi lupa nggak diunggah.
