Tuesday, September 23, 2025

Kelainan Motorik Halus

Saya waktu umur 2 tahun. Sumber: dokumentasi pribadi

Barangkali orang-orang tidak menyangka, saya yang kalau nulis ndakik kesana dan kemari, juga seolah melek isu tertentu ini ternyata hingga kelas empat SD kesulitan membersihkan sisa sabun di sela telinga setelah mandi. Lebih jauh, saya tidak bisa lipat baju dan menjahit hingga hari ini. Parah lagi, saya baru bisa menyisir rambut, potong kuku kaki, membersihkan telinga dan memasang pembalut dengan benar ketika masuk mahasiswa baru, 18 tahun.

“Kamu ini gangguan motorik halus...” ucap seorang dokter psikiatri kenalan saya.

Setelah ditelusuri, ibu bercerita saya memang pernah jatuh dan kepala belakang terbentur keras ketika bayi. Soal intelegensi, memang tidak pernah ada masalah. Malah saya bisa berbicara tanpa cadel sejak usia 1,5 tahun. Namun sepanjang masa pertumbuhan, justru ingatan saya dipenuhi ibu yang kerap melakukan kekerasan fisik maupun verbal saking bingungnya dengan perkembangan saya yang tidak sesuai teman sebaya.

Di keluarga kami, tidak ada yang punya bekal pengetahuan pola asuh, mengakses psikolog dengan kondisi ekonomi waktu itu pun mustahil. Bagaimanapun saya diajari menjahit lubang sederhana, saya tidak pernah bisa. Bagaimanapun saya berusaha memotong kuku kaki sendiri, sangat sulit juga. 

Hingga kelas 12, saya tidak tahu kapan mestinya mengganti pembalut ketika mens dan bagaimana cara memasang yang benar. Orang barangkali dengan mudah menuduh ibu tidak becus mengajari, tapi bagaimanapun diajari bahkan hingga dimarahi, saya memang tetap kesulitan. Jadilah tiap mens, kerap kali darahnya merembes pada baju dan di manapun saya duduk. 

Ya, betul... Cocok disebut terbelakang bukan? Tapi karena di SMK akademis saya bagus dan punya teman sangat banyak, tidak ada yang sadar kekurangan fatal saya pada hal-hal tadi. Sampai sekarang pun, saya tidak bisa menguncir rambut dengan rapi apalagi mengepangnya sendiri.

Dari semua kekurangan itu, saya menutupi dengan bepergian kemana-mana membawa baju yang tidak perlu disetrika. Baju-baju itu saya gulung juga sehingga tidak perlu dilipat. Jadi saya tetap bisa mandiri meski tanpa dibantu orang lain. Meski begitu, pernah juga menyesal karena mas-mas crush semasa kuliah minta tolong jas untuk dia tampil dilipatkan dan betulan... Saya nggak bisa. Haduh, gagal mbribik dong akutuch...

Ketika ibu saya beri tahu hasil analisa bu psikiater ini, tentu saja ia menyesal. Ibu sadar harusnya saya dulu butuh terapi. Tapi saya katakan, hari ini pun bisa diperbaiki meski pasti butuh waktu melebihi orang normal. 

Jika pekerjaan semacam menyapu, mencuci baju atau piring bisa saya lakukan karena berlatih sejak SD dan fasih ketika SMP. Menjahit dan pekerjaan yang lebih halus tentu butuh waktu lebih panjang. Semacam saya yang enam tahun menjalani menstruasi baru bisa pasang pembalut dengan benar. Juga semacam saya yang berlatih dari SMP hingga SMK memotong kuku kaki, membersihkan telinga dan baru bisa melakukannya saat mahasiswa baru.

Meski demikian, hari ini saya menghargai semua usaha keras mengatasi gangguan motorik ini sepanjang hidup. Karena begini-begini... saya yang sekarang sudah bisa bungkus kado dan pasang sampul buku sendiri ehe...

No comments: