Nabiladika
Naufal Rafif, bagi saya dia ajaib. Menyebut nama tengahnya Na-u-fal, sedikit
menyulitkan. Jadi, banyak orang lebih senang menyebutnya Noval, saya termasuk. Kami
bertemu dalam satu eskul di sekolah, ECC. Naufal senang baca manga, pun saya yang
waktu itu masih jadi otaku militan. Ayah kami juga sama-sama bekerja di apotek, meski beda tempat.
Selebihnya, kami berbeda jauh soal kecerdasan.
Sejak
pertama bertemu, saya tahu Noval sangat encer. Saya sendiri tidak tahu
bagaimana saya bisa melihatnya, pada bagian yang itu. Hanya saja, dia banyak
tidak terarah dan agaknya tidak menyadari kecerdasannya. Waktu kelas 12, saya
pernah melihat rapornya dan bagaimana anak secerdas Noval lebih banyak masuk 30
besar saja di kelasnya? Sebaliknya, dia justru dipilih masuk kelas istimewa mata pelajaran bahasa Inggris jelang UN. Selebihnya, Noval terlihat seperti anak
laki-laki kebanyakan, yang memandang perempuan dari fisik dan hanya
membicarakan yang seputar itu dengan tampangnya yang mesum.
Satu
lagi hal yang entah kenapa saya bisa lihat dari Noval, ada sisi kakek-kakek
dalam dirinya. Hingga saat ini, saya pun senang memanggilnya ‘kakek’. Ada
bagian matang dalam dirinya Noval. Percaya atau tidak, dengan tampangnya yang
macam begitu itu, dia asyik sekali menanggapi cerita yang merepotkan, sejak
usianya masih belasan.
Hingga
sekarang, tiap saya mentok pada suatu hal, saya selalu cerita pada Noval. Saya
lupa kapan saya mulai banyak bercerita padanya soal hal-hal yang membuat saya
mentok. Yang jelas, Noval bisa menyampaikan sesuatu yang menenangkan. Dengan
dia, tidak tahu kenapa, saya merasa bisa bebas mengungkap semua. Mengungkap
semua bagi saya bukan hal yang mudah, bahkan saya baru bisa bercerita pada
orang tua saya ketika jadi mahasiswa. Teman baik saya sejak kelas 10, Putri
Wulandari, hingga kami hampir lulus kuliah pun, selalu mengatakan bahwa saya
misterius.
Banyak
teman saya secerdas Noval atau bahkan lebih cerdas ketimbang dirinya.
Teman-teman saya ini selalu bisa menanggapi segala hal, dari buku-buku yang
dibacanya. Tapi Noval beda, kata-katanya ajaib. Dan lagi, sekacau apapun saya
bercerita, dia selalu bisa menangkapnya. Saya sering menyembunyikan banyak pada
orang lain, karena takut kecewa. Saya tahu saya tidak cukup baik dalam
bercerita, pikiran saya berlompatan dan saya tidak bisa paksa orang lain paham
atas kerumitan saya. Saya tidak pernah bermaksud jadi sok tertutup apalagi misterius.
Saya
tidak mengerti, apa semua karena di balik tampang mesumnya, Noval menjalani
banyak hal atau dia hanya menyampaikan suatu hal setulus hati atau bagaimanapun pusingnya melihat saya yang pikirannya berlompatan, barangkali dia berusaha menghargai dengan pura-pura mengerti, hingga sepenuh hati
juga dapat balik diterima segala omongannya. Yang jelas, Noval selalu punya cara sederhana dalam
menyampaikan sesuatu dan… selalu meresap. Atau jangan-jangan dia cuma meniru
potongan kata dari meme, ya? *dicabik kwkw*
Seperti
ketika ada yang bilang,”Teman itu soal kualitas bukan kuantitas.” Saya sering
mendengarnya dari orang lain. Tapi kok ya… baru meresap waktu Noval yang
bilang.
Sepanjang
saya sering merepotkan Noval, saya tidak berani menghitung berapa cerita remeh
yang membikin saya mentok dan berhasil diredam oleh dia. Yang jelas, Noval
hanya pernah cerita balik pada saya sekali. Cerita yang bagi saya serius dan
makin meyakinkan, si tampang mesum ini sesungguhnya jauh lebih serius dan keras
pada hidupnya sendiri, dari yang orang tahu.
Terimakasih
sudah mau jadi teman saya ya, Val…
2 comments:
Sama sama, 👌👌👌👌👌
Ok kek
Post a Comment