Tuesday, October 13, 2020

Multivers

Ranukumbolo. Jepreted by sepupu menclekku


Westerlund BKS AS ditemukan dan ukurannya lebih besar dari bintang merah UY Scuti. Namun ketika skala diperbesar dan terus diperbesar, Westerlund nyatanya adalah satu dari rarusan milyar bintang lain di galaksi Bima Sakti. Dan dengan skala yang lebih besar lagi, galaksi Bima Sakti ternyata adalah satu dari milyaran galaksi lain di alam semesta. Sedang alam semesta, ternyata satu dari milyaran alam semesta lain dengan hukum yang berbeda, disebut sebagai multivers.

Namun dunia biru itu bukan salah satu dari isi galaksi atau semesta lainnya. Ia berdiri sebagai salah satu dari milyaran bentuk jagat yang lebih jauh dari multivers. Milyaran skala yang ditarik dari multivers dan barulah engkau bisa bertemu dengan dunia biru. Perjalanan demikian tidak bisa ditempuh melalui teropong ruang angkasa paling canggih sekalipun, apalagi bus kota.

Dan hal itulah yang saat ini dijalani remaja lelaki itu. Ia tidak bisa merasai kaki dan tangannya sendiri. Tubuhnya lebur bersama awan putih dan ruang-ruang berwarna biru langit. Meski sayangnya, ia begitu sulit berjalan karena separuh tubuhnya entah bagaimana tertahan di antara batas dunia biru itu.

Ia melayang dan terus melayang. Hingga sebuah gerbang ditemukannya dengan dua sosok memakai jas putih menyambut. Keduanya tersenyum adem dan saling berbisik-bisik hingga salah satunya berkata,”Apa yang sedang kamu cari? Di belakang gerbang ini tidak ada Tuhan. Kamu hanya akan terus melayang dan menyaru awan putih hingga waktu yang tidak ditentukan. Kembalillah dan biarkan kami menyertaimu. Baju-baju kami berwarna putih dan kamu pasti mengerti warna ini melambangkan kebaikan yang bagaimana.”

Maka lelaki itu mengangguk. Dibiarkannya kedua sosok itu memeluk tubuhnya dari belakang dan sebentar kemudian ia kembali bisa merasai tangan dan kakinya. Ia ingat, tiga minggu lalu seorang senior bilang padanya jika minuman dan sedikit obat bisa membawanya pergi ke dunia yang melampaui multivers. Kedigdayaan bisa dicapai sekembalinya dari sana. Jika tidak, minimal engkau bisa merasa bangga di antara teman sepermainanmu karena berhasil melaju ke dalam dimensi yang satu itu.

Tapi bukan kedigdayaan yang ingin dicapai lelaki 18 tahun itu. Bukan juga rasa bangga. Ia hanya ingin tahu di mana Tuhan sesungguhnya berada. Maka ketika ia bangkit disusul senior dan teman-temannya yang lain setelah semalaman menenggak minuman dan obat hingga berguling-guling di lantai ruang organisasi mahasiswa. Ia berkata pada mereka,”Saya hanya sampai di dunia biru itu lantas kembali lagi.”

Salah seorang yang berambut sebahu menyahut,”Ah, paman buyutku malah pernah jumpa orang-orang berpakaian putih. Semenjak itu, dia jadi bisa lihat orang tembus pandang, pula dibacok tidak mati. Untuk mencapai level itu, agaknya susah sekali ya?”

Setelah membenahi kacamatanya yang bengkok karena tertindih salah seorang rekan, ia lagi-lagi hanya tersenyum.  Sebuah bisikan melarangnya bicara. Meski ketika matanya mengedar menuju teman-temannya itu, sebuah pengelihatan baru didapatnya. Hingga darah, nadi dan gajih mereka nampak begitu jelas.

Lelaki itu tidak lagi sama kemudian. Ia bukan lagi sosok setia kawan yang turut bahagia dan sedih atas apapun yang teman-temannya alami. Ia juga bukan sosok yang dulunya hanya mau pada satu perempuan. Ada rasa marah tiap orang lain mendapat kebahagiaan sekecil apapun, meski orang itu kawannya sendiri dan bahkan lima atau enam perempuan tidak pernah cukup baginya. Tapi semakin ia melakukannya, pengelihatannya justru makin tajam saja.

No comments: