Sunday, February 14, 2021

Pertalian

Sumber: Nyolong foto Mavalda Junia Sahanah

Orang-orang barangkali heran soal bagaimana pola pikir Umbu Landu Paranggi yang berjalan belasan kilo demi melihat gadis yang ia suka naik bus Jogja-Malang. Umbu bahkan naik bus buat mengintil gadis itu, memastikannya selamat sampai Malang. Umbu tidak pernah melakukan pendekatan berarti hingga kelak gadis itu disaksikannya menikah dengan lelaki lain.

Kamu membaca kisah itu berkali-kali dan tetap tidak memahami bagaimana ada cinta yang rupanya demikian? Bukankah Umbu tidak betul berjuang? Sampah betul konsep mencintai dalam diam. Tapi apakah yang sebetulnya dinamai mencintai dalam diam? Hingga sebuah telepon masuk, dari pacar barumu. Kamu menutup browser yang berisi kisah Umbu, lantas memasang headset dan menekan tombol terima.

Pacarmu itu kelewat cerdas dan memiliki mata sipit yang manis. Inilah pacar yang kamu berhasil perjuangkan, begitu pikirmu. Meski seseorang seolah sedang tajam mengawasimu jauh di belakang pagar kampus. Hingga kamu pun menoleh ke arah belakang, mencari-cari asal tatapan itu dan kembali berkonsentrasi pada telepon ketika hanya mendapati kerumunan mahasiswa yang kamu tidak kenal-kenal amat berseliweran di sana.

Ia ada di sana sebetulnya, menyaru di antara keramaian. Ia yang bersamamu jauh sebelum kuliah, ia yang ucapan cintanya hanya pernah kamu perkirakan sebagai candaan. Selalu kamu ingat ia pula yang temannya sangat banyak dan ekspresi cintanya memang demikian, bukan pada kamu saja.

Tapi hari itu, ia gadis itu...

“Pacar dia baru lagi...” bisiknya sambil menyulut sebatang rokok dari saku almamater.

Siang itu sesungguhnya, si gadis hendak menyapamu dan menggandengmu ke kantin fakultas sastra. Namun ketika melihatmu menelepon seseorang dengan muka merah dan dialog-dialog manis, ia urung mengajakmu makan dan bahkan menyapa saja segan.

Sambil menghembus asap rokoknya ke udara, gadis itu melihat ke arah langit. Ia meraba ubun-ubunnya dan memandangimu yang tengah tertawa-tawa masih dengan headset terpasang di kuping. Mata gadis itu pun menyipit, dilihatnya sebuah tali kuning terhubung horizontal antara ubun-ubunnya dengan ubun-ubunmu.

Tali itu warnanya kian terang hari demi hari, semakin kalian bersama. Namun untuk menjadikan warna tali itu kuning cerah, gadis itu tahu akan butuh waktu lebih dari belasan tahun bersama. Sekali lagi, mata gadis itu menyipit, namun kini ganti memandang langit. Tali berwarna serupa berdiri vertikal di masing-masing kepala kalian, bedanya ia memiliki warna kuning cerah, warna masa depan yang kelak akan kalian raih pula di antara garis horizontal.

Gadis itu mengelus tengkuknya, melempar rokok yang tinggal separuh ke tanah lantas menginjaknya dengan sepatu baletnya yang berwarna coklat.

“Kalau memang menikah dengan yang lain dahulu lalu bercerai adalah jalanmu, baiklah.”

Sekali lagi, gadis itu merogoh rokok dari saku almamaternya. Ia pun kembali menyulutnya dan berjalan menjauhi lokasimu terbahak sambil menelepon.

Ada tali-tali beda warna dan saling terhubung di antara orang-orang yang melintas di sekitar gadis itu. Tali-tali itu saling bertindih hingga seperti jalinan benang tidak berarti yang rumit minta ampun. Namun si gadis selalu tahu, tali-tali yang saling terhubung itu tidak bisa dianggap sekadarnya saja.

Maka esok hari, ketika kamu tidak sedang menelepon pacarmu, gadis itu mendatangimu dan mengajakmu ke kantin fakultas sastra. Seperti biasa, ia rutin menawarimu rokok meski basa-basi saja dan selalu kamu menolaknya. Dan bagaimanapun kamu bertanya kemana kemarin ia pergi hingga tidak mengajakmu makan di kantin, gadis itu hanya tersenyum. Katanya sahabat baik selama belasan tahun, tapi bisa tega begitu tidak mengajak pergi ke kantin, demikian candamu.

“Pacarmu kabarnya gimana?” tanya gadis itu tiba-tiba, disusul wajahmu yang kini berubah menjadi merah.

Sepulang kuliah, kamu berencana mengajak sahabat baikmu itu mampir ke toko perhiasan, membeli cincin dari hasil kerjamu selama dua tahun.


Catatan:

15 Februari 2021

Akhir-akhir ini, saya bukannya mengalami kebuntuan menulis tapi justru mengalami kebuntuan bikin judul. Ya sudah, pokoknya ada judulnya aja begitu...

Ini nyolong foto Valda karena dia fans berat Umbu Landu.

***

Umbu Landu meninggal dunia pada Selasa, 6 April 2021.

***

Ketika awal ditulis, fiksi mini ini berjudul Enaknya Dikasih Judul Apa Hyunk?

Jumat, 17 Juni 2022 baru nemu judul Pertalian.

2 comments:

Gulma said...

Aku baru mampiiiir setelah sekian lama. Tanpa undangan dan langsung ke tulisan ini dulu yang masuk di beranda akun gugelku.

Semangkaaa! Love uuuu!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

Poppy Trisnayanti Puspitasari said...

Lho ya, ket tak bales wqwq. Lov u too makhluk jahanam!