Seorang lelaki yang
mendudukkan semua orang di boncengan motornya, bukan karena agamanya, bukan
karena paras yang dia punya, bukan karena kecerdasannya, bukan karena hartanya.
Bukan
karena ada karena. Karena yang ada adalah setipisnya tendensi, rasa bahagia.
Adakah?
Ada.
Ah, apa benar?
Tentu saja.
Siapakah dia?
Ayahku.
Tidak bakal ada, lelaki
yang serupa ayahmu lagi.
Memang tidak bakal ada yang serupa dengan ayahku. Namun
yang lebih baik darinya pasti ada.
Kamu kelewat idealis!
Pemimpi! Pemilih! Ngawur!
Babah, urusanku. Aku mangan ndak njaluk awakmu kok![1]
No comments:
Post a Comment