Friday, October 16, 2015

Sanguin Versus Melankolis: Kencan dan Siomay


Sanguin berjalan berjingkat-jingkat dan makin dekat dengan posisi Melankolis berdiri. Berkali-kali dia meneriakkan suku kata depan nama Melankolis,”Mel! Mel!”
Dua tangan melankolis menutup kupingnya. Dia senang atas kedatangan Sanguin, tapi dia benar-benar tidak ingin Sanguin mengetahui perasaannya yang jujur. Melankolis takut benar jika Sanguin mengejek kejujurannya.
Sampai di depan Melankolis dengan terengah-engah, Sanguin tetap melanjutkan ucapannya,”Hei… Hei… bagaimana kalau kita membeli siomay lalu kita ngobrol bersama? Semacam kencan gitu. Bagaimana? Bagaimana? Bagaimana?” mesti napasnya terengah-engah, kalimat Sanguin sama sekali tidak terpenggal bahkan malah beruntun seolah tanpa tanda baca koma apalagi titik.
Kening Melankolis mengerut. Dia gembira benar dengan ajak Sanguin. Dia ingin mengobrol dengan Sanguin berlama-lama. Tapi tunggu! Bagaimana jika Sanguin mengejek rasa jujurnya itu jika dia tahu? Begitu pikir Melankolis. Melankolis menyusun kalimat yang sebisa mungkin menyembunyikan rasa jujurnya pada Sanguin.

“Hmm… Maaf, aku belum bisa. Mungkin lain waktu saja, ya? Aku masih ada acara lain.” Ucap Melankolis.
Bibir Sanguin manyun. Mukanya kelihatan tidak berusaha menutupi rasa kecewanya. Tapi, bagi Sanguin, ajakannya itu bisa dia ulang lain waktu. Bila yang terjadi penolakan sekali lagi, dia akan tetap mengulangnya. Hei?! Apa Sanguin tidak punya rasa malu dan sakit hati? Tentu saja rasa semacam itu ada. Namun, rasa penasaran buat mencari celah hati Melankolis terlalu menyenangkan dan mengalahkan rasa malu juga sakit hatinya.
“Oke, baiklah. Bukan masalah.” Sanguin pergi menjauh.
Muka Melankolis makin kelihatan cemas. Dia sungguh ingin menerima ajakan Sanguin. Sayang dia memutuskan buat berkata hal yang sebaliknya. Dalam batin dia merutuk,”Hei! Apa kamu tidak ingin mengajak aku sekali lagi? Ayo, berusaha dong!”
Sanguin makin menjauh dari posisi Melankolis berdiri. Rutukannya tentu tidak didengar oleh Sanguin.
“Hei! Ayo lah! Coba ajak aku sekali lagi, aku pasti tidak bakal menolak ajakan kamu kok! Ayo… kembali kesini, Sanguin!” Teriak Melankolis dalam hati.
Sayangnya, Sanguin tidak dianugrahi kemampuan membaca batin orang lain. Langkah kakiknya tidak juga berhenti.

No comments: