Sunday, February 7, 2016

Timbal Balik


“Semua orang bisa berubah, Agni sayang. Buka saja hatimu buatnya.”
“Dia cuma salah seorang dari sekian banyak lelaki yang berlaku curang.”
“Astaga… semua orang berhak berubah dan punya kesempatan untuk itu bukan?”
“Dia bersenang-senang dengan sekian perempuan, menyentuh hati mereka, menyentuh tubuh mereka, membuat mereka membiayai hidupnya. Jika dia ingin berubah, silahkan saja, asal jangan sangkut aku.”
“Agni…”
“Kamu ngerti kan? Timbal balik itu nyata adanya…”
“Iya, tapi…”
“Dia barangkali memang dapat berubah. Tapi timbal balik atas apa yang dia lakukan bakal tetap ada; jika tidak padanya, mungkin ibunya, adik atau kakak perempuannya, atau bahkan pada anak hingga cicit perempuannya. Jika aku membuka hatiku buatnya, bukankah itu berarti, ibunya bakal jadi ibuku, adik atau kakak perempuannya juga bakal menjadi saudariku, anak hingga cicitnya pun menjadi anak dan cicitku.”
“Jadi, kamu tidak membiarkan dia memiliki kesempatan buat berubah?”
“Silahkan berubah, tapi tanpa menyangkut diriku.”
“Kamu merasa diri baik sendiri, Agni.”
“Apa kamu pernah melihat aku melakukan hal serupa dia sepanjang hidupku?”
“Tidak… tapi…”
“Jadi, jika dia mendapat balasan soal apa-apa yang pernah dia lakukan… pantas tidak? Para perempuan yang nantinya memiliki pertalian darah dengan aku, turut mendapat balasan.”
“Tentu tidak. Tapi, cobalah lihat dia. Dia menganggapmu sebagai gadis baik yang bisa mendukung perubahannya.”
“Itu hanya perilaku curang dia saja. Dia ngeri jika mesti hidup dengan perempuan-perempuan yang sudah dia ajak bersenang-senang itu. Dia paham, semua tidak bakal jadi hal yang baik buat dirinya, juga para perempuan yang memiliki pertalian darah dengannya nanti. Maka, selepas lelah bersenang-senang, dia memilih gadis baik untuknya sendiri supaya selamat hidupnya di kemudian hari.”
“Agni… entah apa yang yang dilakukan leluhurmu di masa terdahulu, hingga Tuhan memberikan timbal balik berupa dirimu yang over rasional seperti ini. Tuhan melindungi kamu, sayang…”

No comments: