“Semua
orang bisa berubah, Agni sayang. Buka saja hatimu buatnya.”
“Dia
cuma salah seorang dari sekian banyak lelaki yang berlaku curang.”
“Astaga…
semua orang berhak berubah dan punya kesempatan untuk itu bukan?”
“Dia
bersenang-senang dengan sekian perempuan, menyentuh hati mereka, menyentuh
tubuh mereka, membuat mereka membiayai hidupnya. Jika dia ingin berubah, silahkan
saja, asal jangan sangkut aku.”
“Agni…”
“Kamu
ngerti kan? Timbal balik itu nyata
adanya…”
“Iya,
tapi…”
“Dia
barangkali memang dapat berubah. Tapi timbal balik atas apa yang dia lakukan
bakal tetap ada; jika tidak padanya, mungkin ibunya, adik atau kakak
perempuannya, atau bahkan pada anak hingga cicit perempuannya. Jika aku membuka
hatiku buatnya, bukankah itu berarti, ibunya bakal jadi ibuku, adik atau kakak
perempuannya juga bakal menjadi saudariku, anak hingga cicitnya pun menjadi anak
dan cicitku.”
“Jadi,
kamu tidak membiarkan dia memiliki kesempatan buat berubah?”
“Silahkan
berubah, tapi tanpa menyangkut diriku.”
“Kamu
merasa diri baik sendiri, Agni.”
“Apa
kamu pernah melihat aku melakukan hal serupa dia sepanjang hidupku?”
“Tidak…
tapi…”
“Jadi,
jika dia mendapat balasan soal apa-apa yang pernah dia lakukan… pantas tidak? Para
perempuan yang nantinya memiliki pertalian darah dengan aku, turut mendapat
balasan.”
“Tentu
tidak. Tapi, cobalah lihat dia. Dia menganggapmu sebagai gadis baik yang bisa
mendukung perubahannya.”
“Itu
hanya perilaku curang dia saja. Dia ngeri
jika mesti hidup dengan perempuan-perempuan yang sudah dia ajak
bersenang-senang itu. Dia paham, semua tidak bakal jadi hal yang baik buat
dirinya, juga para perempuan yang memiliki pertalian darah dengannya nanti.
Maka, selepas lelah bersenang-senang, dia memilih gadis baik untuknya sendiri
supaya selamat hidupnya di kemudian hari.”
“Agni…
entah apa yang yang dilakukan leluhurmu di masa terdahulu, hingga Tuhan
memberikan timbal balik berupa dirimu yang over
rasional seperti ini. Tuhan melindungi kamu, sayang…”
No comments:
Post a Comment