Namun,
aku hanya secarik kertas. Berwarna pekat, hingga sulit kau bubuhi.
Cerita Kertas dan Pena, Sarasvati feat
Ink Rosmary
AWAL
Tuhan
yang baik, barangkali memberimu IQ tinggi yang tiba-tiba ada. Tuhan yang baik,
barangkali memberimu kecerdasan sosial yang tiba-tiba ada. Tuhan yang baik,
barangkali memberi kamu hidung lancip dan pipi tirus. Namun, Tuhan yang baik
justru memberi saya keanehan… a-n-o-m-a-l-i.
Bagaimana
rasa hatimu saat kamu tiba-tiba tahu apa yang tidak ingin kamu tahu? Rumit…
Saat
saya kecil, saya bisa melihat siapa kamu. Tidak ada bisikan, tidak ada
bayangan, tidak ada seseorang yang saya rasa memberi tahu.
Saya saat balita. Sumber: Dokumentasi pribadi |
Seberapa
kamu tendensius, seberapa kamu tulus. Semua seperti berbatasan satu selembar plastik
tipis bagi saya. Itu jadi sebab saya tidak pernah punya banyak teman saat
kecil. Saya juga kesulitan mengungkap apa yang saya rasa dan ingin. Saya…
senyap.
Saya
lebih senang mendengar orang dewasa mengobrolkan masalah mereka, ketimbang mendengarkan
berapa kali kamu pergi ke pasar malam.
Dengan
ekstrim, saya menjauhi orang-orang yang mendadak saya ketahui seberapa jauh
kadar tendensinya. Saya akhirnya pergi dari sangat banyak lingkaran pergaulan.
Saya… hilang.
Ini
sama seperti ketika kamu berhadapan dengan seseorang yang jelas membawa pisau
dan kamu hendak ditikam. Kamu pasti berlari, menghindar atau berteriak meminta
bantuan orang lain. Bukankah itu instingmu buat tetap hidup?
Saya
sudah berlari dan mengindar, sendirian. Namun, satu yang belum pernah saya
lakukan saat itu, meminta bantuan orang lain, karena untuk itu saya sudah
terlalu sedih.
“Biasanya,
anak-anak dengan masalalu menyedihkan dan perasaan sendirian akan lebih peka…”
Roslina Verauli
Siapa
yang membenci tendensius? Siapa yang mencintai tulus? Bagaimana caramu pegang
kendali saat semua betul-betul jernih dan saking dekatnya?
HINGGA 1
Saat
remaja, saya mulai belajar berucap. Itu sekadar pertahanan diri otomatis
setelah menahun mengalami hal buruk.
Saya
mulai berusaha mengungkap apa yang saya mau, siapa yang saya benci, siapa yang
saya cintai. Kamu mesti tahu itu, mereka pun begitu. Saya juga punya ingin. Dan
ingin saya,kepala saya tidak lagi terlindas karena kamu pikir saya yang senyap.
HINGGA 2
Saya
terlalu lama menjauh dari banyak lingkaran. Terlalu sering juga saya merasa
dibenci.
Kemudian, saya mulai terobsesi disukai banyak orang. Saya berusaha
jadi menyenangkan buat semuanya. Betul saya yakin jika semua orang bisa saya
sentuh hatinya.
Saya saat usia 7 tahun. Sumber: Dokumentasi pribadi |
Saya
tidak jujur, meski saya kemudian bisa masuk dalam banyak lingkaran dan memiliki
kamu sebagai teman.
Dengan
itu semua, saya mencintai apa yang saya benci.
HINGGA 3
Kemudian,
saya menemukan cara lain buat mencintai apa yang saya benci. Dengan bibir saya
yang tersenyum namun mata yang tidak pernah tersenyum.
Dengan
itu, saya makin terlihat baik. Saya makin bisa masuk dalam banyak lingkaran dan
memiliki mereka sebagai teman.
Saya
tetap tidak jujur dan itu menyakiti diri saya.
SAAT INI
Saya
sedang berusaha mencintaimu dengan mencintaimu, dan membenci dengan mencintaimu…
“Insting,
merupakan sesuatu yang datang langsung dari Tuhan tanpa perantara pengalaman.”
Jeihan Sukmantoro
2 comments:
bahagialah... kamu tahu siapa dirimu dan apa apa yang ada di depanmu. dan kamu tahu pasti apa yang semestinya dilakukan terhadap hal - hal yang kamu benci. mari tersenyum.
Saya sangat suka dengan anonim...
Karena saya bisa membalas komentar-komentar baik seorang anonim dengan doa, dengan lepas... tanpa sebab siapa si anonim itu...
Post a Comment