Coki Pardede. Sumber: Gugel |
Menjadikan bencana sebagai bahan candaan sah saja, itu jika kamu adalah penyintasnya…
Coki Pardede menjadi trending di Twitter Januari lalu setelah twitnya mengenai virus corona. Ramai-ramai tokoh publik dan warganet merespon twit yang menurut sebagian orang disebut dark jokes alias humor gelap tersebut.
“Gong Xi Fa Cai!! Apakah di Tiongkok angpao pas di buka isi nya virus corona?” tulis Coki.
Media pun menjalankan fungsinya dengan baik terkait kasus Coki. Dalam pemberitaannya, media menuliskan twit ketua Majelis Lucu Indonesia alias MLI tersebut beserta klarifikasi, latar waktu, latar tempat dan kronologi kejadian. Beberapa berita mengenai kontrovesi humor gelap Coki dapat dibaca di Buat Dark Joke Corona, Komika Coki Pardede Dihujat Warganet. Tidak ada penelusuran mengapa twit Coki menjadi kontroversial dan tidak ada penjelasan apa itu humor gelap hingga bagaimana ia seharusnya bekerja. Karena ya, bukankah tugas media memang mewartakan sebuah kejadian dan bukannya menyebut apa yang salah, siapa yang salah dan bagaimana bisa disebut salah? Dan bagi kamu yang membaca tulisan ini dan ternyata membaca ulasan lain di media soal kasus ini, mohon bagi tahu kepada saya.
Meski demikian, saya tidak hendak menuding Coki Pardede sebagai penjahatnya. Toh saya mengakui, pengetahuan soal humor gelap juga baru saja saya dapat 2017 lalu. Bahkan di tahun 2014, saya pernah menulis status Facebook yang membercandai musibah kebakaran di Malang. Begini isinya,”Pengumuman: KFC MOG nggak dodolan ayam goreng maneh tapi dodolan ayam bakar.”
Hingga saat ini, saya sengaja tidak menghapus status tersebut. Semua sebagai pengingat bahwa saya pernah berproses. Kala itu, saya betul-betul tidak memiliki akses pengetahuan mengenai humor gelap. Humor adalah bagian dari hidup saya dan sebagian teman tahu bagaimana saya gemar meracik kalimat-kalimat satir dari hal-hal yang dekat dengan keseharian. Tapi sungguh, humor KFC yang pernah saya banggakan karena mendapat tiga puluh likes itu tidak layak disebut humor gelap. Sebabnya? Saya bukan penyintas dalam musibah tersebut.
Dengan rekam jejak yang tidak suci-suci amat, bagaimana bisa saya dengan ringan menuding Coki sepenuhnya penjahat? Karena jangan-jangan, ia pun memiliki akses pengetahun dan pergaulan yang tidak memberi pemahaman soal humor gelap. Bedanya, Coki punya puluhan ribu pengikut sehingga humor gelap versinya itu cepat menjadi sumber perbincangan. Barangkali saya bakal mendapat respon serupa seandainya dulu, humor KFC saya lempar dengan jumlah pengikut Facebook puluhan ribu dan bukannya teman kalangan sendiri yang jumlahnya hanya seribu dua ratus sekian. Baiklah sobat berhati malaikatku sekalian, mari sama mendoakan Coki Pardede yang nista itu segera mendapat akses pengetahuan dan pergaulan buat memahami humor gelap.
Namun tidak hanya Coki, bulan Maret lalu seorang warganet mengunggah candaan yang lagi-lagi soal wabah corona. Tentu saja, ia tidak menuai hujatan karena Indonesia resmi menjadi penyintas corona bulan Maret lalu. Guyonan tersebut isinya membandingan lulusan 2020 dibanding lulusan angkatan lain. Lulusan angkatan lain digambarkan merayakan kelulusan dengan cat warna-warni sedang lulusan 2020? menggunakan antis alias handsanitizer.
Sumber: Twitter @Fajrimutt |
Ini omong-omong, saya terus menerus mengulang kata ‘humor gelap sah diluncurkan oleh penyintas’. Kata yang berulang saya ketik ini sebenarnya dikutip dari penjelasan Sakdiyah Ma'ruf. Sakdiyah Ma'ruf sendiri merupakan komika perempuan yang kerap meluncurkan twit dengan perspetif gender.
Sumber: Twitter @sakdiyahmaruf |
Dan ya, humor gelap yang dibuat penyintas akan menjadi pelipur diri mereka sendiri dalam menghadapi bencana, juga membuat selain penyintas melek isu tertentu. Sedang humor gelap yang bukan dibuat oleh penyintas, berpotensi menyakiti penyintas dan menularkan kelumpuhan sensitivitas kepada mereka yang bukan penyintas.
Tapi ya sudah lah ya…
K1t@ tID4k b1S@ m3mAkS4kaN S3LeRa HuMor… karena selera humor setiap orang berbeda. Kalau humor seseorang nggak sesuai dengan seleramu, jangan lihat, jangan konsumsi dan mute aja. Rewel banget, nggak open minded amat jadi orang. Duh.
Tapi bukan untuk menertawakan objek atau korbannya, tapi mengangkat ke permukaan untuk diskusi...
Pandji Pragiwaksono
Catatan tambahan: ketika saya hendak mengunggah tulisan ini, saya menemukan berita terkait humor gelap Coki yang cukup apik menjelaskan bagaimana humor demikian seharusnya bekerja. Liputan dalam media tersebut tidak menyebut siapa yang salah, namun justru menunjukkan dan menjelaskan apa itu humor gelap dari komika lain. Dapat dibaca di Soal Dark Jokes, Panji Pragiwaksono: Itu Kayak Selfie Sebenarnya
04/05/2020: saya ternyata pernah juga mengambil foto orang dari gugel untuk candaan yang baru saya ngeh, itu jenis candaan fisik. Pernah juga saya membuat guyonan berbau orientasi seksual. Bagaimana akhirnya saya mendapat akses pengetahuan tentang ini semua dan bagaimana persepsi saya bisa tumbuh, akan saya bahas dalam tulisan lain.
Bahkan dalam blog ini pun, jika diteliti ternyata banyak tulisan saya yang sifatnya kontradiktif dari tahun ke tahun. Semacam saya pernah menganggap ibu rumah tangga dan menikah muda tidak progesif, namun di tahun yang sama saya malah menemukan kesadaran lain. Kesadaran-kesadaran ini kadang pula butuh waktu beberapa tahun untuk mencapainya, termasuk soal rekam jejak digital candaan-candaan saya yang terdahulu. Saya harap diri saya seterusnya tidak malu bertumbuh dan mengakui kesadaran-kesadaran yang tidak pernah mapan.
04/05/2020: saya ternyata pernah juga mengambil foto orang dari gugel untuk candaan yang baru saya ngeh, itu jenis candaan fisik. Pernah juga saya membuat guyonan berbau orientasi seksual. Bagaimana akhirnya saya mendapat akses pengetahuan tentang ini semua dan bagaimana persepsi saya bisa tumbuh, akan saya bahas dalam tulisan lain.
Bahkan dalam blog ini pun, jika diteliti ternyata banyak tulisan saya yang sifatnya kontradiktif dari tahun ke tahun. Semacam saya pernah menganggap ibu rumah tangga dan menikah muda tidak progesif, namun di tahun yang sama saya malah menemukan kesadaran lain. Kesadaran-kesadaran ini kadang pula butuh waktu beberapa tahun untuk mencapainya, termasuk soal rekam jejak digital candaan-candaan saya yang terdahulu. Saya harap diri saya seterusnya tidak malu bertumbuh dan mengakui kesadaran-kesadaran yang tidak pernah mapan.
No comments:
Post a Comment