"Kamu jadi selibat
kan?"
"Kelak
selibat betulan kan?"
Dan pertanyaan
sejenis yang tidak tahu berapa kali kamu ulang dan saya jawab iya. Kadang, saya
merasa selibat adalah pembebasan, salah satu pencapaian spiritual, lepas dari
ikatan. Sedang ikatan adalah sumber masalah paling besar di muka bumi ini.
Ikatan pada hubungan darah, ikatan pada harta benda, bahkan sampai ikatan pada
agama, juga ideologi. Tapi betulkah kita sudah lepas dari ikatan-ikatan tadi
hanya dengan merasa tidak cemas menikah atau tidak, tidak cemas punya anak atau
tidak?
Perasaan
manunggaling itu...
Radha tidak
menikah sampai akhir hayatnya (tapi versi serial, dia menikah). Sedang Krisna
menikah dengan ribuan perempuan yang ternyata semuanya wujud dewi Radha. Sampai
akhir mereka saling mencintai sebagai sahabat.
Tujuan pernikahan
Radha versi serial pun, untuk dakwah ternyata. Mengembalikan Ayan, suaminya
pada pengetahuan soal kuasa dewa. Pun Krisna yang membiarkan istri-istrinya
belajar dari sifat memiliki ala manusia menuju sifat yang membebaskan. Dalam
versi serial, Krisna menekankan cinta persahabatan di atas segalanya, bahkan di
atas cinta eksklusif pernikahan. Dan persahabatan harusnya juga melandasi
pernikahan, katanya. Juga bahwa antara dua orang yang melebur, bukan berarti
kehilangan jati diri.
Jadi apa yang
sebetulnya kita cari? Selibat itu sendiri sebagai pencapaian spiritual kah?
Tapi bagaimana ketika Tuhan ternyata punya jalan selain itu? Akankah kita
bertahan, mencukupkan pencapain spiritual pada kondisi selibat atau kita justru
menerima takdir Tuhan selain selibat? Yang mana sesungguhnya disebut lepas dari
ikatan?
Hari ini, kita
ingin jadi teman hidup. Bersahabat, bersama di dunia, berdua selibat. Kemudian
bertemu di sana jadi teman hidup lagi, saling mengingat sebagai saudara.
Tapi bagaimana
jika ternyata kamu punya pertalian dengan perempuan lain? Ditakdirkan menikah
lalu hidup sesuai norma, sedang saya tidak?
Tapi bagaimana
jika saya punya pertalian dengan laki-laki lain? Ditakdirkan menikah lalu
hidup sesuai norma, sedang kamu tidak?
Tapi bagaimana
jika kita berdua punya pertalian dengan orang lain? Sama-sama ditakdirkan
menikah lalu hidup sesuai norma?
Tapi bagaimana
jika kita berdua punya pertalian satu sama lain dan...
...apa yang
sesungguhnya sedang kita cari dalam proses ini? Betulkah selibat adalah
pencapaian spiritual tertinggi? Ataukah pencapaian sesungguhnya adalah menerima
apapun takdir Tuhan sekalipun tidak sesuai inginnya kita, kesadaran awal kita?
Atau jangan-jangan, keinginan kita bersama seterusnya dengan kebetulan sama ingin selibat adalah bentuk ego yang lain? Boleh jadi itu justru ego soal memiliki tingkat spiritual tertentu lantas merasa paling dicintai Tuhan atau justru ego memiliki satu sama lain?
Dari,
Sahabat baikmu
No comments:
Post a Comment