Monday, October 28, 2024

Diri

Sumber: Gugel

Psikolog online mendiagnosa self esteemmu rendah dan anxiety. Itu pun setelah teman lamamu menyarankan baiknya kamu pergi ke psikolog saja.

Ketika satu-satunya perempuan yang pernah jadi pacarmu pergi dengan lelaki lain, kamu malah mencari teman lamamu itu. Mengira level kalian pasti serupa waktu usia 15 atau 16 dulu.

Tidak semua orang butuh objek cinta erotis, dia termasuk. Kamu tahu itu tapi terlalu takut mengakui ketidakmampuan menjalin dengan orang baru yang objek cintanya serupa.

Siapa dirimu? Apa kegemaranmu? Apa tujuan hidupmu? Temanmu malah membuatmu mempertanyakan hal-hal yang bagimu membuat tidak aman. Ia yang sekarang ternyata sudah bertemu lebih banyak orang dan bicara hal-hal menyulitkan.

Kamu hanya butuh romantisme, sesekali sentuhan-sentuhan sensual juga, barangkali. Sesuatu yang kamu dapat dari satu-satunya mantan pacarmu. Yang diam-diam ia pula merasa tidak aman dengan hubungan yang tanpa pernikahan, lalu pergi dengan lelaki lain.

Satu-satunya mantan pacarmu itu datang lagi tidak lama, entah bagaimana pertunangan dengan kekasih barunya gagal. Dan kamu lebih dari tahu, kalian sama-sama mengira objek cinta hanya ada erotis, yang eksklusif antara dua orang saja. Tanpa itu, dada kalian ternyata sama-sama terasa kosong.

Romantisme dan sentuhan sensual? Perempuan yang pernah jadi pacarmu itu bisa memenuhinya. Tapi kepergiannya dengan lelaki lain selagi denganmu terasa sakit dan permintaannya pada pernikahan terasa mengancam.

Romantisme dan sentuhan sensual? Teman lamamu tidak butuh itu. Ia pun makin terlihat tahu siapa dirinya, apa kegemaran, juga tujuan hidupnya. Melihat dia saban hari makin membuat merinding saja.

Romantisme dan sentuhan sensual? Barangkali ada di luar sana, perempuan yang butuh dua hal itu saja sepertimu. Tapi mengawali hubungan baru membuatmu merasa terancam sekaligus merinding.

Lalu kamu berkata pada teman lamamu,“Bagi aku, opsinya sekarang antara kamu dan mbak mantan ya...”

Dalam dadamu seperti melayang. Tokoh utamanya adalah kamu sekarang. Ingatan soal penghinaan fisik, perisakan menahun, hingga karirmu yang ada di situ-situ saja seperti teredam sesaat.

Monday, September 30, 2024

Premis

Sumber: Gugel

Premis Disney Princess bukannya sejenis ya?

Annanya Frozen mencari cinta pangeran, dengan hubungan keluarga yang belum selesai. Ia butuh cinta, tapi tidak mendapat itu dari keluarga. Lalu dia mengira cinta dari laki-laki bisa menyelesaikan. 

Jadilah dia malah bertemu pangeran penipu itu. Dia hanya mau menguasai kerajaannya Anna, bukan sungguhan cinta.

Anna justru mendapat cinta dari laki-laki, setelah hubungan keluarganya beres. Dia dan kakaknya jauh saling memahami cinta masing-masing.

Premis Disney Princess seringnya begitu. Selesaikan dulu bentuk-bentuk cinta yang lain; seperti cinta diri dan persaudaraan. Baru di akhir, si tokoh mendapat bentuk cinta erotis yang eksklusif.

Meski tidak semua.

Elsanya Frozen tidak hidup dalam premis yang begitu. Sampai akhir, dia hidup dengan menemukan cinta diri dan persaudaraan.

Pikir saya premis hidup seperti Elsa saja sudah puncak-puncaknya. Tapi meski bukan Disney Princess, boleh tidak saya sekarang ambil premisnya Anna?

Wednesday, August 28, 2024

Peramal (2)

Sumber: Gugel


Gadis yang punya tindik dua di hidung itu melihatmu lekat-lekat. Katanya sih gratis untuk kunjungan pertama, tapi berikutnya harus bikin janji dan bayar dua ratus lima puluh ribu per sesi.

“Ada atau nggak ada kamu dia happy kok, Kak.”

Jantungmu sekarang seperti ditusuki. Harusnya hanya kamu yang boleh ada dalam bahagianya bukan? Tapi bagaimana...

“Ada yang punya love interest ke dia. Satu ini paling kelihatan. Emm... Kalau perasaan dia sebaliknya agak susah sih saya nembus pakai ini, Kak.”

Keparat. Cepat sekali dia buat cerita baru. Sedang mantan kekasihmu saja hanya datang karena kesepian. Apa ada hari depan?

“Potensi mereka ke depannya? Wah, susah sih. Cocok iya, tapi aku lihat kedua keluarganya berat. Bukan karena nggak suka satu sama lain ya, tapi ini ada hal yang saya susah lagi-lagi nembusnya, Kak.”

Sekarang dalam dadamu terasa melayang-layang. Beberapa kali kamu mengusap rambut cepakmu yang baru dicukur tadi pagi. Senyum kamu ulas mendadak. Gadis itu melambai pada klien berikutnya. Kartu-kartu yang dia tata di atas meja segera ditumpuk lalu dikocoknya ulang.

Wednesday, July 17, 2024

Surat Cinta Untuk Cimoy 'Nuraini' Montok

 

Moy, apakah para orang dewasa di sekitarmu pernah mengatakan risiko dari menunjukkan diri sebagai seorang Cimoy? Apakah mereka bilang bahwa viral adalah industri? Pilihannya hanya dua; perayaan cinta atau kebencian. Bisa juga kamu memilih di antaranya, namun prosesnya bakal agak panjang. Kamu mesti menunjukkan apa kemampuanmu. Menyanyi? Akting? Apa pun yang tanpa sensasi. Tapi bukankah menjalani industri yang tanpa sensasi bakal cukup lama mendapat hasil?

Moy, saya pernah melihat Prabowo ‘Mondardo’ Alpenliebe main sinetron di MNC. Pengamen Jalanan Terkenal Karena Viral di Media Sosial judulnya dan akting Bowo di sana baik sekali. Cowok yang kabarnya dekat denganmu ini tampaknya berbakat soal akting. Saya harap, ia lebih banyak diajak main sinetron dan bahkan film. Tidak hanya itu, harapan saya kamu pun dapat kesempatan serupa. Mungkin kedekatan kalian bisa membangun dengan belajar akting bareng.

Moy, jangan dengerin orang-orang yang suka jahat sama kamu ya. Kamu harus ingat kalau kamu adalah remaja lima belas tahun normal yang butuh aktualisasi diri. Semua orang di usia yang sama memang begitu. Orang-orang yang suka menghujat kamu mungkin lupa kalau mereka juga cari pengakuan di umur yang sama dengan kamu. Saya harap mereka berhenti membebani kamu dengan standar yang mereka ciptakan ya, Moy.

Moy, saya pernah melihatmu melakoni wawancara di salah satu channel Youtube. Setiap perkataanmu yang dianggap kasar atau nyeleneh oleh mereka justru mendapat sorakan dan tepuk tangan. Barangkali ini membuatmu mendapat konfirmasi bahwa yang kamu lakukan itu lucu, menyenangkan hingga disetujui. Padahal ternyata, channel tersebut membuka deskripsi yang memungkinkan orang berkomentar apa pun tentangmu. Mereka pula yang meletakkan pin pada komentar orang yang mengolokmu. Semoga lain kali nggak ada lagi channel toxic kayak gini lagi ya, Moy.

Moy, saya juga melihatmu diundang stasiun televisi swasta bersama seorang Youtuber yang umurnya lebih tua darimu. Orang-orang dewasa di stasiun televisi itu terus menggosok pertikaian kalian. Apakah di balik layar mereka mengajarkan padamu caranya menyelesaikan konflik? Ataukah mereka memberimu contoh bagaimana cara menjual pertikaian? Orang-orang dewasa seperti itu jangan pernah dicontoh ya, Moy. Mereka hanya peduli dengan popularitas, tapi nggak pernah peduli dengan nilai. Itu contoh orang dewasa yang buruk. Jangan jadi seperti mereka.

Moy, Nyai Nikita Mirzani pergi ke rumahmu dan melihat keadaan keluargamu. Saya melihat kerasnya kehidupan keluargamu dan barangkali mereka tidak bisa mengikuti dalam duniamu yang sekarang. Mereka mungkin juga tidak bisa memberimu saran mesti mendekat atau menjauhi teman yang bagaimana. Tapi yakinlah, Moy… Nyai benar soal kamu mesti sekolah. Katakan pada manajermu, penghasilan mesti disisihkan buat sekolah. Tentu tidak harus formal, kamu bisa ambil paket B dan C yang tidak menganggu waktumu bermain dan bekerja di dunia hiburan. Entah apa kelak fungsinya ijazahmu, buktinya baru bisa dirasakan barangkali lima tahun lagi.

Moy, orang-orang dewasa di sekitarmu sekarang barangkali terus mengarahkanmu buat mengasilkan uang. Tapi, Moy… sungguh kamu berhak menuntut mereka yang lebih berpengalaman di dunia hiburan dan lahir lebih dulu darimu itu untuk jujur mengatakan, berapa lama cara-cara yang mereka berikan padamu itu bertahan dan bagaimana hidupmu kelak berlanjut ketika setuju dengan apa yang mereka tawarkan.

Moy, bersenang-senanglah. Ini semua popularitasmu dan hasil kerja kerasmu. Namun dirimu sendiri harus menjamin, ada pendidikan dan tabungan untuk hari-harimu berikutnya. Jika orang dewasa di sekitarmu tidak mengarahkanmu buat mendapat dua hal ini, kamu tentu berhak menuntutnya karena ini sekali lagi popularitasmu, juga kerja kerasmu. Mereka tentu turut andil tapi bukankah pemantiknya adalah kamu?

Yang terakhir, Moy. Semoga kamu selalu sehat dan produktif. Masamu masih panjang. Lindungi dirimu sendiri karena saat ini, kamu adalah penghasil popularitas dan uang yang siapa pun ingin mendekat meski entah ingin berteman atau tidak.

Ditulis dan dimuat April 2020. Beserta editan khas tim Mojok.

Tuesday, June 4, 2024

Gerbang

Sumber: Fighting Predators in Our Scene by Anzi Matta

TRIGGER WARNING!

Sekarang kamu ada di depan sebuah gerbang. Jaraknya kira-kira lima belas kaki. Kecuali cahaya yang silaunya tidak terkira, tidak ada hal lain bisa kamu lihat dari gerbang itu. Jadi coba kamu menoleh ke kanan dan kiri, dua sisi gerbang.

Kamu coba menunduk dan melihat leleran darah membasahi kulit. Benar, tidak ada alas kaki kali itu. Di sisi kiri itu juga kamu lihat orang-orang bertubuh kurus dalam belenggu rantai di leher. Ada batu menindih beberapa dari mereka, bau timah yang dilelehkan juga menguar kemana-mana.

Dari sisi kiri itu tiba-tiba kamu merasa pasti bakal bisa melihat mereka, selalu, seterusnya. Tidak peduli selamanya kamu hanya akan berkeliling dengan melihat orang-orang kurus yang dibelenggu dengan cara serupa atau bau lelehan timah, hanya ingin melihat mereka... seterusnya dalam posisi yang sama, begitu pikirmu.

Sekarang kamu coba menunduk ke kaki kananmu. Ada rumput lembut melebar sampai gerbang sisi kanan. Seorang gadis tujuh belas tahun dengan darah mengering di antara kedua pahanya melambai. Rambutnya pirang dengan jeans biru ia kenakan.

"Dua orang, kawan saya sendiri." ucapnya bukan dengan bahasa yang sehari-hari kamu pakai. Padamu, ia menoleh kalem.

Gadis lain berbaju putih biru duduk di sebelah kanan si pirang. Kulitnya sawo matang dan bahasanya persis sama denganmu. Lagi-lagi ada darah yang merembes di antara kedua pahanya. Beda dengan gadis sebelumnya, si rambut hitam ini melambai cukup keras padamu.

"Dua belas orang. Tidak kenal nama." kata gadis itu sambil tetap melambai. senyumnya tidak berhenti rekah.

Seorang gadis enam belas tahun duduk di sisi kanan gadis berbaju putih biru. Ada pita di dadanya dan kulitnya kelewat putih jika dibandingkan gadis lain yang pernah kamu lihat sebelum sampai di sini. Matanya pun terlihat agak sipit dengan rambut hitam mengembang. Seperti gadis sebelumnya, ada darah mengering di antara kedua pahanya.

"Puluhan, barangkali. Saya sudah tolak cintanya dengan sopan." ucapnya dengan mata adem. Ia terus menunduk, berkonsentrasi dengan teh hangat di mejanya.

Kamu pun tergagap, bahasa gadis kedua memang sama betul denganmu, namun  bahasa gadis pertama dan ketiga? Biasanya kamu hanya melihat bahasa yang demikian dalam film Hollywod maupun anime. Jadi bagaimana kalian bisa saling paham?

Anyir darah tercium. Kamu menarik dan mengembus napas dalam-dalam, memastikan darimana anyir tadi berasal. Bukan... bukan dari darah yang merembes di antara rok dan celana gadis-gadis itu maupun kamu, tapi asalnya justru dari sebelah kiri gerbang. Mereka... Sebelas orang yang ingin betul kamu lihat ada di sana saban hari meski kamu hanya akan berkeliling tanpa bisa keluar sama sekali. Menyentuh tidak, merasakan gembira maupun nestapa juga tidak.

Gadis berbaju biru putih melambai lagi, kali ini dengan senyum lebih ceria. Tidak ada lagi darah merembes dari roknya. Sedang gadis dengan bahasa seperti anime itu mengacungkan gelas tehnya, seperti mengajakmu bergabung, lagi-lagi dengan rembesan darah yang tidak lagi ada di roknya. Malah gadis berambut pirang itu sekarang mengacungkan sebuah kantung teh.

Sekarang matamu terus mengacu pada tiga gadis di meja putih itu, meski hidungmu terus dipenuhi anyir darah sekalian timah meleleh dari sisi gerbang yang satu lagi. 

Katanya, kemarahan, dendam dan rasa panas di dada itu manusiawi. Namun bukankah sekarang kamu bukan lagi manusia?


Catatan: waktu baca tulisan ini, kok rasanya kayak familiar dengan alurnya bahkan terasa klise. Untuk manteman yang pernah jumpa cerita dengan alur sejenis mohon bagi tahu aku ya, biar kucantumkan juga di sini. Maaceww~

Tuesday, May 14, 2024

Ikatan Jiwa

Sumber: 30 Hari Bercerita

Setelah setahun sebelumnya bikin Facebook, 2010 saya bikin Twitter. Dua sosial media ini menawarkan antar manusia yang tanpa keterpisahan dan di tahun yang sama, tiba-tiba saja sepulang sekolah ingin mampir ke SD. Hari itu Jumat dan saya naik angkot, pergi ke rumah nenek yang jaraknya tidak jauh dari SD sebetulnya.

Sayangnya, saya siang itu keburu ke rumah nenek. Jadi dari dalam angkot, saya hanya memandangi SD yang sedang dilintasi. Kenapa tiba-tiba ingin ke SD ya? Demikian batin saya.

Esoknya, keinginan pergi ke SD tidak tertahan lagi. Sepulang sekolah saya betul kesana naik angkot. Tiba-tiba saja ngeloyor ke ruang guru dan bertemu bu Lilik si guru penggila anime. Bu Lilik mengamati sebentar lantas ingat,”Poppy ya? Cari siapa?” saya menjawab, cari bu Nurul.

Seperti keinginan kuat tiba-tiba ingin mengunjungi SD, saya juga tidak mengerti mengapa ketika ditanya yang keluar justru  nama bu Nurul. Bu Lilik pun menunjuk ruang di mana bu Nurul berada, sedang ia pamit karena ada tugas di ruang yang lain.

Ruang guru yang ditunjuk ternyata sepi, hanya ada bu Nurul di situ dan ia langsung mengenali saya. Dengan mata berbinar, bu Nurul menyambut hingga kami mengobrol selama tiga jam. Kami seperti dua orang kawan lama yang sudah terbiasa bercakap hingga berjam-jam. Padahal semasa SD, betulan mengobrol saja kami tidak pernah.

Bu Nurul bilang, andai saja saya ceria dan centil lucu seperti hari itu sejak SD. Ada kelegaan di mata bu Nurul melihat muridnya yang super menarik diri hari itu sudah berubah bisa bergaul dan ceria.

“Saya memang angan-angan kamu kesini sejak hari Jumat...” ucap bu Nurul.

Jadilah saya tahu, keinginan kuat mengunjungi SD, ternyata karena bu Nurul. Bu Nurul guru sejati yang bahkan jauh setelah lulus masih memastikan muridnya yang super menarik diri ini baik-baik saja. Masih dirinya juga yang mengenang seorang murid bukan karena prestasi akademis yang menonjol atau kebanggaan sejenis, toh semasa SD saya tidak memiliki itu semua. Bu Nurul justru melihat seorang anak sebagai pribadi yang utuh lepas kelebihan dan kekurangannya.

Obrolan selama tiga jam itu ternyata tidak pernah terulang lagi,. Tidak sampai setahun, bu Nurul masuk ICU dan meninggal. Terakhir, saya hanya bisa melihat pintu ICU tempat bu Nurul dirawat.

Jadi percayakah kamu? Bahwa antara jiwa yang satu dengan lainnya bisa saling memanggil dan bertemu meski tanpa nomor telepon maupun Facebook?

Monday, April 29, 2024

Rasa Sepi

 

Sumber: Gugel

“Alasan aku ngehubungin kamu lagi adalah... Aku udah lelah sendirian, aku juga udah capek mencari...” 

Saya sodorkan dua bilah tanda, satu ❎ dan satu lagi ☑️

❎ artinya tolak sedang ☑️ artinya lanjut. 

Kamu mengambil tanda yang kedua meski saya katakan, jangan pernah percayai siapapun yang datang pada kita hanya karena mengatasi rasa sepi.

Tapi katamu, segala risiko bakal kamu hadapi. Meski baru tujuh langkah, kamu pada akhirnya kembali sambil membawa tanda ❎

Katamu, tanda itu diberikan olehnya padahal kurang tiga langkah lagi kalian sampai di garis akhir. 

Barangkali yang seorang itu lebih bisa mengatasi rasa sepinya ketimbang kamu...

Wednesday, March 13, 2024

Berburu Food Vlogger

Sumber: Gugel

2017, Bondan Winarno Maknyus meninggal dan membuat tahun-tahun saya berikutnya dipenuhi keluhan lewat Twitter,”Tukang ulas makanan nggak ada lagi nih yang macam pak Bondan?”

Para food vlogger sendiri makin marak bermunculan setelah 2017, namun tetap tidak ada yang nyantol di hati. Mereka tentu saja keren dan punya ciri khas tersendiri, tapi belum ada saya temukan yang bisa mengomentari makanan sedetail pak Bondan sampai kita sendiri seolah ikut merasakannya.

Satu lagi kunci kenapa pak Bondan belum terganti, beliau tidak pernah berkomentar,”Kalau menurut aku diasinin dikit, aku bakalan lebih suka sih.” Kalimat satu ini kerap kita dengar dari banyak tukang ulas makanan hari ini. Ada selera subjektif yang diusung, sedang pak Bondan tidak pernah melakukan koreksi macam begitu. Membuat para pemirsa tentu merasa, oh setiap orang punya gaya memasaknya masing-masing dan gaya itulah yang dijabarkan pak Bondan tanpa menyatakan salah atau benar.

Lolita Agustine (kedua dari kiri). Sumber: Gugel

Selain pak Bondan, ada juga Benu Buloe yang tidak pernah mengoreksi makanan sesuai seleranya. Namun untuk generasi 90s, tentu saja ada Lolita Agustina. Lolita bahkan lebih detail dalam menjelaskan makanan ketimbang Benu Buloe.

Pertama saya tahu mbak Lolita tuh di acara Detektif Rasa Trans7 2018 lalu. Pembawa acara di sana sering berganti-ganti dan rata-rata sama, kurang bisa menjelaskan makanan di hadapan. Sampai mbak Lolita muncul dan betul dia bisa menjelaskan makanan sampai pemirsa seolah turut makan juga.  Sesuai judul acaranya, mbak Lolita betulan detektif di sini. Meski belum menyamai pak Bondan, saya menyatakan mbak Lolita sebagai tukang ulas makanan favorit saya berikutnya.

Wednesday, February 14, 2024

Cilok

 

Sumber: Gugel

Rahman namanya, tanpa Rahim dan tanpa nama-nama lain di belakangnya. Masih menjadi misteri bagaimana ia bisa mengingat pesanan rutin dari orang-orang di tiga kampung berbeda. Ketiga kampung itu hanya dipisahkan tiga gapura beda warna. Rahman dan gerobak ciloknya biasanya berjaga di gapura warna merah bertulis 'Gang Kramat'.

Meski demikian, orang-orang dari dua kampung lainnya juga terbisa dengan keberadaan Rahman di Gang Kramat. Sudah sepuluh tahun dan terus saja begitu. Rahman sendiri merasa tidak ada istimewanya kemampuan mengingatnya itu. Seperti hari itu bocah lelaki yang kata orang berwajah cantik dan berumur delapan tahunan mendatangi gerobaknya.

"Dua ribu, pentol sama kecap." ucap bocah itu justru setelah tangan Rahman lebih dahulu bergerak, nyaris membuat pesanan sesuai perkataan anak itu tanpa diminta.

Dilihatnya anak laki-laki itu bersama seorang gadis yang agaknya belum lulus kuliah. Rahman tahu itu bukan kakak bocah lelaki itu. Kakaknya masih kelas lima dan gadis itu kebetulan saja bertetangga dengan bocah tersebut.

"Punyaku pentol tahu, kuah pedas, Pak." ucap si gadis setelah pesanan bocah hampir selesai.

Rahman, begitu ia dipanggil di keluarga dengan tidak banyak pelanggan ciloknya tahu. Namun melalui percakapan orang-orang yang silih berganti membeli dagangannya, meski tanpa nimbrung, ia jadi tahu siapa adik dari siapa dan siapa bapak dari siapa.

Seperti juga hari itu seorang gadis SMK berkata,"Aku nggak sama bapakku soalnya dia habis kena tipus, Pak."

Tanpa ditanya apalagi diminta, sambil menerima pesanan ciloknya gadis yang biasanya naik motor bersama bapaknya dari kampung sebelah itu bercerita.

Seorang lelaki berusia empat puluhan menghentikan motornya selagi gadis tadi pergi.

"Istriku biasanya sambalnya berapa sendok, Pak?"

Pesanan yang satu ini Rahman lagi-lagi juga ingat. Sepuluh ribu jadi dua bungkus, sambalnya empat sampai enam sendok. Perempuan dengan batik ASN biasanya datang dengan membawa motor yang sama dengan si lelaki empat puluhan itu. Biasanya, tanpa diminta juga, lelaki yang tidak pernah ingat pesanan istrinya itu bercerita, istrinya mens dan perutnya cukup kram untuk membeli cilok sendiri.

Setelahnya, dari kejauhan datang seorang lelaki berambut panjang sebahu. Rambutnya berwarna kuning cerah. Ia ingat dengan jelas lelaki pemilik tempat cukur rambut itu biasanya anti sekali dengan saus.

Segera ketika Rahman hampir melewatkan saus saat nyaris menyelesakan pesanan, lelaki berambut kuning tadi berkata,"Pak sausnya lebih banyak ya. Bisa marah mamaku kalau sausnya nggak ada."

Monday, January 22, 2024

Pasar Malam

Sumber: Gugel

"Aku nang pasar malem ping loro hayo kon...”

“Aku nang pasar malem ping papat hayo kon...”

Demikian perdebatan di pagi hari dari teman-teman saya di kelas B. Berapa banyak sudah pergi ke pasar malam, di masa itu seperti menaikkan harga seorang anak di pergaulan. Ya... Semacam, gaulnya kamu diukur dari berapa banyak pergi ke pasar malam begitu.

Sedang saya nggak pernah pergi ke pasar malam itu, tahu wujudnya apalagi. Pasar malam sendiri digelar empat kilo dari rumah, jalan menuju ke sana naik turun dan mustahil jalan kaki. Dimulai sore hingga malam pula, itu jam kerja shift duanya ayah. Kami waktu itu hanya punya satu motor, itu pun fasilitas dari tempat kerjanya ayah.

Kondisi rumah teman sebaya di sekitar rumah pun mirip. Dindingnya pada batako begitu. Nggak semua punya televisi juga, jadi kalau pasar malam populer sekali memang wajar.

Tapi tenang, ini bukan kisah sedih soal saya yang ingin punya daya tawar di sirkel anak-anak kelas B. Toh aslinya lebih ingin jumpa ayah yang hanya bisa saya lihat ketika berangkat kerja, jika dibanding pergi ke pasar malam.

Pasar malam sendiri masih ada sampai sekitar 2014 atau 2015. Meski tetap hanya bisa melihat ayah ketika ia berangkat kerja, bedanya saya bisa ke pasar malam sendiri, naik motor. Selanjutnya pasar malam makin sepi, rumah-rumah di daerah tempat saya tinggal hampir semuanya berdinding bata dan televisi layar datar bukan barang istimewa. 

Saat ini di lapangan biasa pasar malam digelar sudah berdiri bakal bangunan yang kelak ternyata jadi toko roti...