Monday, November 16, 2015

Indranya Gadismu


Kamu kenali Gadismu sejak kupingnya sedia mendengar kamu.
Kamu kenali Gadismu itu sejak rambutnya yang ikal.

Satu waktu, Gadismu bilang pada kamu, bahwa dia bisa melihat baik dan buruk seseorang. Dia belum selesai berucap, tapi kamu sudah keburu menyelanya.
“Aku tidak suka judge orang.” Potongmu.
Gadismu menunjukkan mata terluka. Tapi dia tetap meneruskan ceritanya. Bahwa dia, sejak kecil bisa mengetahui baik dan buruk seseorang; tiba-tiba. Tidak ada bisikan pun gambar yang memaksa berkelebat. Semuanya; tiba-tiba.
Mulut kamu katup. Kamu tahu, selaan kalimatmu tadi sungguh tidak tepat. Soal Gadismu, kamu banyak tidak tahu.
Dia kemudian kembali bertutur. Susah benar mengendalikan hal-hal yang mendadak dia ketahui. Ketika kecil, dia kesusahan percaya pada orang lain. Banyak ketakutan tidak terkendali. Dan, secara ekstrim, dia menjauhi banyak orang yang bertampang manis padanya. Batinnya berkata,”Mereka (yang bertampang manis) itu buruk, sesungguhnya.” Hingga banyak orang memberi dia label aneh. Celoteh orang banyak yang bersahutan,”Orang yang di dekat dia kan tidak bermasalah. Dia yang aneh. Menjauh kok tiba-tiba.”

Kamu kenali Gadismu itu setelah rambutnya yang lurus.
Kamu kenali Gadismu itu sejak tubuhnya yang kurus.

Hingga bertahun kemudian, mereka yang percaya manis yang dianggap Gadismu sebagai kepura-puraan, tertusuk oleh yang mereka percaya. Mereka berbalik menganggap benar Gadismu dan mulai percaya; Gadismu punya sesuatu yang ‘berbeda’.
Mereka mulai gandrung bertanya pada Gadismu,”Hmm… Menurut kamu, orang itu baik atau buruk? Kenapa bisa baik atau buruk.” Sebelum melangkah, mereka andalkan Gadismu.
Gadismu sering jengah dan selalu menyahut ketika ditanya,”Aku bukan Tuhan.”

 Kamu kenali Gadismu itu setelah tubuhnya yang tambun.

Kamu terpesona dengan cerita gadismu malam itu. Tanganmu merogoh saku baju, meraih ponsel pintar kepunyaanmu. Layar kamu gulir hingga menunjukkan gambar seorang gadis. Kamu sungguh ingin tahu, apakah keputusanmu memilih dia yang ada gambarnya tertera di layar ponselmu itu tepat?
Ponsel itu kamu sodorkan pada Gadismu sambil kamu berkata,”Menurut kamu, dia baik atau buruk? Kenapa bisa baik atau buruk?”
Gadismu menatap layar ponsel dan mendapati bayangan wajahnya sendiri. Dia berdiri dan berjalan menjauhi kamu yang mulai merasa bingung.
Sebelum benar-benar pergi menjauh, Gadismu berhenti sebentar sambil berkata,”Aku bukan Tuhan. Ekspektasiku kelewat jauh, soal kamu yang bakal mengerti.”

                                                                                                      Dengan kacamata yang sama.
Dengan binar matanya yang keras, kritis, penuh kasih dan konyol itu; juga selalu sama.

No comments: