Status
fesbuk mas faruq hari ini sepertinya menyulut rasa tersingung beberapa pihak.
Seperti apa statusnya? Ah, saya bukan hendak menjelaskan soal itu di sini,
nanti melenceng jauh dari judulnya bisa-bisa. Pokoknya, status itu menyangkut
sebuah even yang katanya internasional. Orang-orang pada umumnya mengagungkan
even tersebut, tapi mas Faruq mengulas satu luka bernanah yang berbeda.
Saya
ini baru merintis jadi Sumandarian (diambil dari namanya, Faruq Sumandar),
menelaah status-status fesbuknya dalam satu pemikiran dalam. Ini bukan berarti
saya pro pada dia seperti halnya para Gusdurian yang berkumpul karena satu
kecintaan. Semua ini karena mas Faruq adalah warna hidup. Kita tidak bisa penuh
menyetujuinya tapi kita juga tidak bisa untuk tidak menyetujuinya. Jika bubuk
cabai selalu punya rasa pedas, mas Faruq adalah bubuk cabai dengan rasa manis.
Boleh
jadi pihak yang tersinggung merasa mas Faruq nyinyir. Atau juga mas Faruq dianggap sakit hati karena gagal lolos
dan terlibat dalam acara yang tiketnya tidak terjangkau, dan yang
katanya mesti
seleksi bila ingin hadir secara gratis. Tapi saya merasa bahwa status fesbuk
bikinannya itu murni sebuah pemikiran. Loh? Kamu bisa bilang sok tahu pada
saya. Tapi sejak saya bertemu dan membaca pikiran-pikiran mas Faruq, saya merasa
bahwa saya dekat dan mengenalnya.
Sumber: Fesbuk (Merupakan foto favorit saya di mana tidak mungkin menaikkan peringkat mas Faruq di hadapan seorang gadis) |
Reka
ulang dalam otak saya, mengatakan bahwa mas Faruq bisa jadi dulunya hidup
sebagai penasehat seorang raja. Di masa berikutnya, dia lahir sebagai Faruq
yang mbambung[1]
buat memberi pencerahan pada manusia di masa itu. Dan mungkin, di masa dulu,
saya ini adalah ibu atau saudarinya mas Faruq. Makanya saya sekarang seperti
merasa kenal dengan dirinya.
Pencerahan
bukan berarti seseorang memberitahu sesuatu yang baik dan benar pada orang lain.
Mas Faruq sendiri tukang panggang. Pemikirannya mirip makanan yang telah
dipanggang; hangat, gurih, populer, dan banyak dikejar. Disamping itu, makanan
panggang juga banyak kontroversi, ada yang menganggap makanan panggang
mengandung zat ini itu yang tidak baik buat kesehatan. Iya, mas faruq itu
tukang panggang bukan tukang bakar. Makanan bila dibakar tentunya hangus bukan?
Soal
pencerahan itu sendiri. Hal-hal yang berseberangan atau pola pikir yang beda
dari kebanyakan orang, sebenarnya merupakan sebuah pencerahan, terlepas benar
maupun salah. Pola pemikiran ini ada sebagai bandingan, ajang berpikir.
Makanya, saya bilang mas Faruq tukang panggang bukan tukang bakar.
Faruq
memang si warna hidup…
[1] Barangkali
setara dengan istilah Gembel. Dicatut dari buku Emha Ainun Nadjib (Cak Nun),
Markesot Bertutur.
No comments:
Post a Comment