Monday, November 2, 2015

Faruq Si Warna Hidup


Status fesbuk mas faruq hari ini sepertinya menyulut rasa tersingung beberapa pihak. Seperti apa statusnya? Ah, saya bukan hendak menjelaskan soal itu di sini, nanti melenceng jauh dari judulnya bisa-bisa. Pokoknya, status itu menyangkut sebuah even yang katanya internasional. Orang-orang pada umumnya mengagungkan even tersebut, tapi mas Faruq mengulas satu luka bernanah yang berbeda.
Saya ini baru merintis jadi Sumandarian (diambil dari namanya, Faruq Sumandar), menelaah status-status fesbuknya dalam satu pemikiran dalam. Ini bukan berarti saya pro pada dia seperti halnya para Gusdurian yang berkumpul karena satu kecintaan. Semua ini karena mas Faruq adalah warna hidup. Kita tidak bisa penuh menyetujuinya tapi kita juga tidak bisa untuk tidak menyetujuinya. Jika bubuk cabai selalu punya rasa pedas, mas Faruq adalah bubuk cabai dengan rasa manis.
Boleh jadi pihak yang tersinggung merasa mas Faruq nyinyir. Atau juga mas Faruq dianggap sakit hati karena gagal lolos dan terlibat dalam acara yang tiketnya tidak terjangkau, dan yang
Sumber: Fesbuk (Merupakan foto favorit saya di mana tidak mungkin menaikkan peringkat mas Faruq di hadapan seorang gadis)
katanya mesti seleksi bila ingin hadir secara gratis. Tapi saya merasa bahwa status fesbuk bikinannya itu murni sebuah pemikiran. Loh? Kamu bisa bilang sok tahu pada saya. Tapi sejak saya bertemu dan membaca pikiran-pikiran mas Faruq, saya merasa bahwa saya dekat dan mengenalnya.
Reka ulang dalam otak saya, mengatakan bahwa mas Faruq bisa jadi dulunya hidup sebagai penasehat seorang raja. Di masa berikutnya, dia lahir sebagai Faruq yang mbambung[1] buat memberi pencerahan pada manusia di masa itu. Dan mungkin, di masa dulu, saya ini adalah ibu atau saudarinya mas Faruq. Makanya saya sekarang seperti merasa kenal dengan dirinya.
Pencerahan bukan berarti seseorang memberitahu sesuatu yang baik dan benar pada orang lain. Mas Faruq sendiri tukang panggang. Pemikirannya mirip makanan yang telah dipanggang; hangat, gurih, populer, dan banyak dikejar. Disamping itu, makanan panggang juga banyak kontroversi, ada yang menganggap makanan panggang mengandung zat ini itu yang tidak baik buat kesehatan. Iya, mas faruq itu tukang panggang bukan tukang bakar. Makanan bila dibakar tentunya hangus bukan?
Soal pencerahan itu sendiri. Hal-hal yang berseberangan atau pola pikir yang beda dari kebanyakan orang, sebenarnya merupakan sebuah pencerahan, terlepas benar maupun salah. Pola pemikiran ini ada sebagai bandingan, ajang berpikir. Makanya, saya bilang mas Faruq tukang panggang bukan tukang bakar.
Faruq memang si warna hidup…



[1] Barangkali setara dengan istilah Gembel. Dicatut dari buku Emha Ainun Nadjib (Cak Nun), Markesot Bertutur.

No comments: