Sumber: Google |
Ya begitu, grooming ternyata ada dua jenis; dengan persona baik atau persona buruk. Hah, persona buruk? Bukannya grooming cuma pakai persona baik aja? Iya, jadi begini...
Pertama, grooming dengan persona baik.
Pelaku membentuk persona baik menurut standar masyarakat. Kalau sasarannya itu agamis, ya personanya agamis. Kalau sasarannya itu aktivis, ya personanya progesif. Tidak jarang, para pelaku ini menunjukkan manfaat bagi tempat yang ia jadikan sasaran persona.
Lalu ketika ada orang yang mengaku disakiti, maka para sasaran pelaku akan bilang...
“Nggak mungkin lah dia menyakiti, dianya ngerti agama gitu kok.”
“Nggak mungkin lah dia menyakiti, dianya progesif gitu kok.”
Kedua, grooming persona buruk.
Pelaku membentuk persona anak bengal menurut standar masyarakat. Kalau sasarannya agamis, ya ngaku minum. Kalau sasarannya feminis, ya bersikap seksis. Kalau sasarannya sobat mental health, ya ngomong tanpa menimbang perasaan. Tidak jarang, para pelaku ini menunjukkan solidaritas sesama pelaku.
Lalu ketika ada orang mengaku disakiti, maka para sasaran pelaku akan bilang...
“Kamu aja yang bawa perasaan, udah tahu dia anak mabok.”
“Kamu aja yang ndakik-ndakik. Udah tahu dia suka yang mulus-mulus.”
“Kamu aja yang nggak open minded. Udah tahu dia kalau ngomong nggak pakai filter.”
Yang pakai grooming persona buruk tentu saja memang revolusioner. Lha, grooming persona baik memang sudah usang, terlalu banyak yang pakai. Grooming jenis ini juga cepat ambruk ketika sekali atau dua kali ketahuan. Pura-pura baik juga pelik sih kalau bukan jati diri asli.
Terus ya, orang dengan grooming buruk ini bisa dengan cepat mendapat label ‘keren ih, dia tuch apa adanya’. Itu karena kita semua sudah bosan dengan persona baik yang di kemudian hari nggak sesuai harapan. Jadinya ketika ada yang nggak menutupi buruknya, langsung deh kita kira apa adanya. Padahal ya... Nggak jauh-jauh dari grooming lagi dan grooming juga.
Jadi, grooming mana pilihanmu?
No comments:
Post a Comment