Ayahku
merengut. “Timur?” berkali- kali Ayah mengulang kata yang sama. Berkali- kali
juga aku mengangguk.
Timur?
Tertinggal? Itukah yang di tangkap orang waktu mendengar kata ‘Timur’. Termasuk
Ayah! Hei! Ini sepertinya efek tayangan televisi. Sungguh!
“Aku
tidak boleh pergi ke Timur Ayah?”
Ayah diam.
“Kalau
begitu, Ayah saja yang pergi ke Timur. Pastikan bagaimana matahari tebit
disana. Apa matahari terbit dari arah Timur juga?”
Ayah
dahinya mengerut.
“Kabari
aku segera. Via telepon, setelah Ayah sudah singgah disana dan siap memastikan,”
aku buru- buru menjejalkan makanan ke mulutku untuk menghindari tatapan Ayah.
SELESAI
No comments:
Post a Comment