Friday, February 13, 2015

‘Kenyangkan Perutmu! Jangan Nyolong!’ Kalimat Sederhana Buat Temanku yang Ngerti Dalil Soal Velentine


Saya akui, saya masih suka terpancing dengan postingan teman- teman yang kelihatan ‘keras’ dengan mengatasnamakan agama. Postingan salah satu adik tingkat lintas kampus kemarin siang contohnya. Postingan tersebut menunjukkan betapa dia sangat anti dengan hari valentine. Dia menyetertakan dalil juga dalam postingan tersebut.

Saya mengomentari postingan teman saya itu dengan penekanan kalimat ‘Kenyangkan perutmu! Jangan nyolong!’. Kalimat ini sebenarnya adalah bentuk kritik dimana banyak sekali orang mengurus hal- hal yang sebenarnya tidak terlalu penting untuk di urus.
Mereka mengeritik seolah sudah jadi mahluk paling suci. Padahal, mereka belum pernah merasakan bagaimana masuk dalam dunia yang mengharuskan mereka mandiri mencari makan. Ketika mereka masuk dalam dunia tersebut, belum tentu mereka tidak jadi orang yang lebih baik dari mahluk paling berengsek.
Saya sebenarnya berusaha menekankan, bahwa mengenyangkan perut kelihatannya memang sederhana, tapi dengan itu seseorang setidaknya bisa menekan kesadaran bahwa nyolong atau mencuri tidak perlu ketika perut sudah merasa kenyang.
Kenyang itu kebutuhan dasar. Kelihatan remeh, tapi gara- gara perkara kenyang pun, seseorang bisa saling cakar dengan yang lain. Saya ingin mengatakan pada teman saya itu, berusahalah dari dirinya sendiri. Dimana dia harus memiliki kesadaran bahwa dia mesti sekolah kemudian mencari cara mencari makan yang benar. Dengan demikian, tidak aka nada cerita seorang manusia merebut hak manusia lainnya. Ah… cantiknya dunia kalau masing- masing orang punya kesadaran sederhana yang paling dasar semacam ini.
Tapi, ucapan saya yang sederhana itu tidak di tangkap dengan baik oleh teman tersayang saya itu. Dia malah nerocos dan menghakimi bahwa saya termasuk generasi muda yang kurang benar dan perlu di ampuni wablablabla.

Valentine pun juga demikian. Saya tidak merayakan Valentine, tapi saya juga tidak mengafirkan orang yang merayakan Valentine. Saya rasa banyak hal lain yang mesti dilakukan selain woro- woro mengafirkan orang yang merayakan valentine. Saya ingin sekolah dengan benar sebagai modal mencari makan dengan benar juga di hari depan.
Saya sendiri pun, kurang mengerti dimana letak perdebatan soal valentine. Selain karena perayaan tersebut merupakan bagian dari sejarah keyakinan lain.
Tapi, lucunya, banyak orang termasuk teman saya ini menyambungkan valentine sebagai pemicu maksiat dan lain sebaginya sehingga valentine adalah DOSA. Lucu sekali. Bukankah yang jadi dosa adalah perbuatan- perbuatan yang mengikuti valentine? Bukan soal velntinenya tapi perbuatan yang kebetulan dilakukan berbarengan dengan valentine semisal seks bebas, pesta napza dan lain sebagainya. Pendapat ini saya tangkap dari postingan twitter yang di retweet Pak Edi, CEO Diva Press. Saya setuju penuh dengan postingan tersebut.

Teman saya itu mengerti dalil agaknya. Tapi sayang, kalimat sederhana dari orang bodoh macam saya dia nyatanya tidak paham. Dia suka sekali memposting hal- hal ‘keras’ mengatasnamakan agama selain valentine. Padahal, foto profil dalam akun sosial medianya sendiri memicu fitnah. Dia berfoto dengan bergandeng tangan dengan seorang teman perempuan. Hanya berdua! Kalau memang teman, kenapa tidak beramai- ramai. Sudah tahu seperti itu, dia masih juga tersinggung dengan pendapat temannya yang lain soal ketidaksesuaian dirinya yang sangat suka memposting sesuatu mengatasnamakan agama tapi dirinya sendiri berfoto dengan cara demikian sehingga menimbulkan kesan dia sedang berpacaran. Padahal, berpacaran pun menurut orang- orang yang satu golongan dengan dia mutlak hukumnya haram. 
Semoga Tuhan melindungi kamu teman…
Semoga nanti ketika kmau masuk dunia nyata, kamu tetap ‘teguh’ semacam ini ya?
Saya sayang kamu…
                             SELESAI


No comments: