Merupakan Cerpen Terbaik (baca;ter-aneh) dalam diklat MP3 FIP 2013.
Aku ini apa? Wajar kamu tidak tahu aku ini apa toh kalaupun di tanya aku juga tidak tahu aku ini apa. Tahu- tahu waktu buka mata aku sudah ada di satu tanah lapang, penuh rumput disana sini dan aku cuma salah satu yang bernyawa merebahkan diri diatas rumput- rumput itu.
Aku ini apa? Wajar kamu tidak tahu aku ini apa toh kalaupun di tanya aku juga tidak tahu aku ini apa. Tahu- tahu waktu buka mata aku sudah ada di satu tanah lapang, penuh rumput disana sini dan aku cuma salah satu yang bernyawa merebahkan diri diatas rumput- rumput itu.
Siang itu mataku seperti melihat
lintasan warna oranye kemerahan yang menyala akibat terlalu lama menatap matahari. Di tanah
lapang sebesar itu, aku memang seperti satu jiwa yang paling kecil raganya,
bahkan aku tak ingat apa aku punya leher buat memiringkan kepala biar tidak
langsung menatap matahari.
Rumput
alasku merebahkan diri tiba- tiba berguncang cukup hebat. Tahu- tahu ada tangan
kurus, hitam dengan kulit keriput menarik aku dari tanah lapang itu berbarengan
dengan rumput- rumput yang jadi alas tidurku tadi. Aku sudah teriak, memaki, mencakar
dan menendang tapi roman muka si empunya tangan tetap datar menanggapi ledakan upayaku.
Setelah upayaku habis buad melawan
tangan pembawaku itu aku buru- buru menutup mata berharap hanya melihat
lintasan warna gelap yang aku lihat bukan rangkaian kejadian yang setelahnya
bakal menimpa aku. Guncangan demi guncangan yang aku rasakan menggoda aku buat
sedikit saja membuka mata. Tahu- tahu, tangan yang membawa aku tadi mulai
menjamahi aku, bersama rumput- rumput yang di punguti tadi. Tangan itu menarik
aku berbarengan dengan rumput- rumput itu, lagi.. aku merapatkan dua kelopak
mataku berharap lintasan gelap yang aku lihat bukan kejadian lanjutan yang
bakal menimpa aku.
***
“Hai nak.. nak.. haloooooo ,” suara
wanita menusuki kupingku yang hampir mati rasa.
“Ha.. hai.. nyonya? Saya sedang berada
dimana nyonya? ,”
“Kau tadi datang bersama rumput- rumput
terbaik yang di bawa Si Kakung ,” wanita itu mendekatkan wajahnya ke wajahku.
Bau wanita ini.. ku kira mirip kandang sapi!. Benar saja.. setelah aku
mengedarkan mata kemana- mana.. ini memang sebuah kandang kayu dengan beberapa
petak sekat yang di isi beberapa sapi. Wanita itu pun.. dia salah satu dari
beberapa sapi yang jadi penghuni tempat ini!.
“Si Kakung? Maksud nyonya adalah
pemilik tangan kurus, hitam dengan kulit keriput itu? ,” mukaku berubah jijik.
“Kau jangan kurang ajar nak.. Si Kakung
itu orang baik, memangnya kamu pernah berbuat apa untuk dunia ini hingga roman
mukamu terlihat meremehkan ketika mendengar nama Si kakung? ,”
“Aku.. aku.. ah! Itu kan urusan manusia
nyonya. Mahluk seperti nyonya pun cuma alat bantu manusia! Lalu? Apa yang Si
Kakung tua itu lakukan hingga teriak nyonya bela dia? ,”
“Kau tidak paham juga? Bukankah aku
sudah bilang bahwa kau kesini tadi datang berbarengan dengan rumput- rumput
terbaik yang di bawa Si Kakung ,”
“Lalu? ,”
“Kalau kau mau tahu, pilihlah salah
satu helai rumput yang menurutmu paling nyaman, lalu ikutlah memasuki
kerongkonganku hingga dasar perutku ,”
“Nyonya memerintah aku? ,”
“Kau takut nak? bukankah mahluk
sepertimu sangat kuat? Helai rumput yang besar- besar ini pasti bakal hancur ketika
sampai di perutku tapi tidak dengan kau, kau bakal tetap utuh sekalipun sampai
di perutku. Kau mahluk yang berbeda nak ,”
“Baik, aku tidak takut! Tapi.. setelah
aku tahu apa yang sebenarnya di lakukan Si Kakung hingga nyonya begitu membela
dia sepenuh hati.. mau apa aku? Itu sebenarnya toh bukan kepentinganku kan? ,”
“Setelah kau tahu apa yang sebenarnya
di lakukan Si Kakung hingga aku begitu membela dia, kau akan jadi mahluk yang
tak hanya banyak bicara tapi juga mampu
melakukan sesuatu buat dunia ini ,”
“Dengan cara apa? cara apa yang mampu
membuat mahluk seperti aku mampu melakukan sesuatu buat dunia? ,”
“Kau bakal jadi pendoa nantinya..
pendoa bagi mahluk apapun di dunia.. bukankah mendoakan sesama mahluk di dunia
adalah satu guna? ,”
“Nyonya, aku tidak paham ucapan nyonya
tapi.. aku akan segera memilih helai rumput yang nyaman untuk segera ikut masuk
dalam perutmu hingga aku tahu benar sehebat apa Si Kakung renta itu hingga
nyonya bela dia sepenuh hati.. ,” aku segera merebahkan diri pada satu helai
daun yang ku anggap paling nyaman jadi alas tubuhku. Wanita itu segera melahap
helai rumput yang aku jadikan alas tubuhku. Aku membuka mataku lebar- lebar
namun tetap saja yang aku lihat cuma lintasan warna gelap.. lebih gelap bahkan
ketika aku menutup dua kelopak mataku rapat- rapat.
***
Wanita itu menjerit dan menyebut nama
Tuhan berkali- kali. Tahu- tahu, suara suara berisik di dalam perutnya
menghilang.
“Haloooo.. nyonya.. halo.. ” aku
berjalan beberapa langkah dari tempaku berpijak dengan isi teriakan yang sama.
Aku melihat helai rumput yang aku
tumpangi kemarin sudah hancur kemudian hilang. Aku sendirian, aku memejamkan
dua kelopak mataku meskipun itu percuma saja, walau aku tidak menutup keduanya
pun, aku tetap melihat lintasan warna gelap di depan mata.
***
Waktu aku bangun, aku merasakan panas
yang luar biasa menjalari badanku. Tapi aku sangat tahu bahwa panas macam ini
tidak akan meluruhkan tubuhku karena pernah aku mengalami panas yang jauh lebih
hebat namun aku tetap mampu membuka mata hingga hari ini.
“Mei, ibu suka sekali beli daging di
Abah Dikin. Dagingnya selalu segar dan rasanya jauh lebih enak ,” seorang
wanita berujar dengan penuh semangat sambil membolak balik benda yang jadi alas
tubuhku yang ternyata adalah selembar daging. Kulebarkan dua bola mataku, aku
ingin memperjelas gambaran siapa wanita itu. Ternyata wanita itu adalah seorang
manusia.
“Abah dikin pernah cerita sih sama Mei,
katanya rahasia daging dagangannya itu.. selain karena di potong di tempat abah
sendiri dengan orang- orang terpercaya juga karena sapi- sapinya di beri rumput
terbaik ,” sahut seorang gadis remaja yang di panggil dengan nama Mei.
“Rumput Mei? ,”
“Iyaa rumput Ma.. Mama kenal tidak sama
Si Kakung? ,”
“Oh, Kakek yang hidup sendirian dekat
rumah Abah Dikin kan? ,”
“Nah, itu.. Abah pernah cerita sama Mei
waktu Mei dan teman- teman kampus observasi ke peternakan sapi punya Abah
Dikin, katanya sih Si Kakung itu pencari rumput terbaik di tempat Abah Dikin.
Makanya, meskipun tidak bisa cari rumput banyak- banyak karena usianya sudah
tua, Abah Dikin tetap mempertahankan Si Kakung. Si Kakung tidak pernah asal
kalau cari rumput.. ,”
“Oh.. jadi rumput terbaik yang nggak
asal di cari juga bisa bikin daging lebih bagus ya Mei? Eh, tapi jangan
hubungkan dengan teori Mei di kampus soal kandungan daging sapi dan lain- lain,
Mama pusing hehehe ,”
“Ma.. gosong itu dagingnya.. ,”
“Ah, eh iya.. ya sudah.. ini daging
mama angkat. Mei buru- buru bungkus ya, waktunya sudah mepet ,” aku berpegang
erat pada serat daging yang kecil- kecil itu biar ikut terangkat dari
penggorengan yang sangat panas.
***
“Selamad makan adik- adik semua.. ,” aku
mendengar suara gadis yang di panggil Mei lantang sekali hingga menggoda aku
buad membuka dua kelopak mataku.
“Terimakasih Mbak Mei.. ,” serentak
terdengar suara sekumpulan anak- anak menyambut suara lantang Mei.
***
“Mbak terimakasih, terimakasih Mbak Mei
dan teman- teman yang lain untuk sekian kalinya mau mampir di taman kanak-
kanak hasil swadaya masyarakat disini. Tiap datang kesini pun, Mbak Mei dan
teman- teman selalu membagikan bungkusan nasi buat anak- anak. Mohon maaf,
fasilitas disini masih sangat sederhana untuk menyambut mbak dan teman- teman
yang lain ,” suara laki laki paruh baya membuat aku tergoda lagi untuk membuka
dua kelopak mataku.
“Ah, iya pak, sama- sama.. lain kali
kami pasti berkunjung kesini lagi. Kami memang ingin sekali berbagi sekalipun
hanya dengan beberapa bungkus nasi ,” sahut Mei. Mendengar suara Mei, aku
benar- benar tergoda dan akhirnya membuka dua kelopak mataku.
Saat aku membuka mata, deratan gigi
hitam yang terbuka lebar menenggelamkan aku bersama salah satu potongan serat daging.
Gigi itu agaknya milik salah satu siswa di taman kanak- kanak ini. Jadi, serat
daging yang aku tumpangi dari tadi rupanya di masukan dalam bungkusan-
bungkusan yang kemudian di bagikan pada anak- anak kumal ini.
Dengan lancar, tubuhku bergulir ke
dalam perut si empunya gigi hitam tadi. Semuanya gelap. Namun tiba- tiba muncul
cahaya yang terang sekali.
“Hai, siapa kau? Kau bahkan lebih kecil
dari kami para pengurai. Lucu sekali kau ini ,” satu suara kecil menyusul
cahaya terang yang sebelumnya datang.
“Aku.. aku tidak tahu apa aku ini, tapi
yang jelas.. aku bisa melihat dan merasakan segalanya ,”
“Hey.. kau lompatlah kesini, serat
daging yang kau naiki hendak kami urai. Serat ini bagus sekali, pasti dari
daging yang bagus. Ini bagus buat tubuh tuan kami ,” celoteh sosok bersuara
kecil itu sambil menarik tanganku untuk beranjak dari serat daging yang aku
tumpangi menuju tempat pijakan lain.
“Tuanmu? ,” tanyaku.
“Sebelum kau masuk kesini, kau lihat
tidak ada seorang anak yang punya deret gigi hitam? ,”
“Ya, aku lihat anak kumal itu yang
bikin aku ikut masuk kesini bersama serat daging yang aku tumpangi tadi ,”
“Enak saja, dia tuan kami. Kami kerja
setiap hari disini buat mengurai makanan yang masuk kesini lewat mulut tuan
kami. Tidak tahunya malah bertemu serat daging sebagus ini, jarang tuan kami
makan makanan yang sebagus ini buat di urai di dalam tubuhnya, kami berdoa,
semoga siapa saja yang membantu proses adanya serat daging ini hingga sampai di
tubuh tuan kami barokah dalam hidupnya ,”
“Oh iya, apa guna serat daging bagus
yang sekecil ini buat tuanmu? ,”
“Kami tidak tahu apa namanya tapi yang
jelas tuan kami jadi cepat berpikir dan bergerak ,”
“itu namanya sehat ,”
“Mungkin iya, kami tidak tahu namanya
,”
Aku mengangguk- angguk mesti tidak ada yang
tengah minta persetujuanku. Aku tiba- tiba ingat tangan hitam, kurus dan
keriput milik orang yang di panggil Si Kakung, dia lah yang sangat telaten
mencari rumput terbaik untuk para sapi sekalipun sapi-sapi itu bukan miliknya
sendiri. Tak mungkin selama ini Si Kakung melakukannya tanpa rasa tulus dan
ikhlas, kalaulah yang ia lakukan cuma pencitraan mana mungkin bertahan selama
itu.
Aku yakin Si Kakung melakukan ini tanpa
pamrih, dia cuma ingin melakukan segala yang terbaik atas apa yang ia kerjakan,
dengan itu.. orang yang di panggil Abah Dikin yang memperkerjakan Si Kakung pun
tak pernah di bikin kecewa atas hasil kerjanya. Rumput- rumput terbaik yang di
cari Si Kakung ternyata juga yang membuat daging para sapi jadi terbaik. Daging
terbaik seperti ini lah yang di cari gadis seperti Mei, yang ingin berbagi buat
sesamanya. Bocah seperti si gigi hitam ini lah yang sangat terbantu oleh
kehadiran daging terbaik yang membantu daya pikir dan daya gerak tubuh kecilnya,
siapa yang tahu? Bakal jadi apa si gigi hitam ini di hari depan, yang jelas ia
berhak memiliki daya pikir dan gerak yang cepat biar tetap bisa bertahan hidup.
Aku paham! Aku paham yang di katakan nyonya sapi itu! Dan salah satu serat
daging yang aku tumpangi tadi.. itu dari tubuh nyonya sapi yang bertemu
denganku dulu!. Tuhan, Tuhan.. ini kali pertama aku menyebut nama Tuhan.. Tuhan..
Tuhan.. jadikan semua yang terlibat dalam kebaikan besar ini barokah dalam
hidupnya Tuhan.. Amin..
“Hei kau, kenapa tatapanmu kosong
begitu hah? Mestinya kau lanjutkan perjalananmu, apa kau mau disini terus?
Kalau kami sih.. tugas kami memang disini ,”
“Ah, aku sedang berdoa. Aku mendoakan
semua yang sedang teribat dalam kebaikan besar ini.. ,” sahutku.
“Eh? Ada gunanya juga ya mahluk seperti
kau ini. Kami kira, kau bakal pelit doa buat sesama mahluk. Sudahlah, segera
lanjutkan perjalananmu.. telusuri lorong di belakang punggungmu, lurus saja
terus.. kau bakal menemukan banyak hal mengejutkan lain sekeluarnya dari sini ,”
Aku cuma mengangguk pelan, aku
membalikkan tubuh kemudian menghela napas agak panjang. Bola mataku menantang
jauh sepanjang lorong itu sebelum aku melanjutkan langkah kakiku.. Aku..
jadilah kini aku pendoa, sekuatnya aku berdoa buat sesama mahluk.. kelihatan
seperti guna yang sangat kecil bukan?.
..SELESAI..
2 comments:
Tidak ada pendoa yang bukan pekerja.
Tidak semua pekerja yang rela sebagai pendoa.
Bersyukurlah para pendoa.
Ram
sayang pemberi komentar di atas anonim :) padahal saya mau bilang terimakasih..
Post a Comment