Maka
Agni menggeram kesal. Giginya bergemeretak. Ini sudah yang kesekian ribu,
semenjak ingatannya mulai bisa menjejak dunia di usia dua tahun.
“Banyak
manusia jahat di dunia ini! Mereka membikin hidup manusia lain, serasa paling
nelangsa!” umpat Agni tentu beserta alasan.
Para
karyawan tempatnya magang, menyambut Agni dengan tampang merengut. Mereka tidak
biasa terima tamu. Jangankan dengan mahasiswi magang, sikap mereka pun jauh dari
ramah pada karyawan yang baru masuk.
“Klise…takut
bersaing dengan orang baru. Persaingan individu…” komentar Agni soal para
karyawan di tempatnya magang.
Belum
lagi, perempuan paruh baya bermulut kasar yang dia temui di terminal
Bungurasih. Dia memaksa Agni naik bus kota dengan kursi keras dan angin dari
jendela. Padahal, dia ingin naik bus AC dalam kota dengan kursi yang empuk.
“Rakus…
Memenuhi target penumpang supaya dapat fee…” Komentar Agni soal si perempuan.
Di
salon pun, Agni mendapati para pegawai yang tanpa senyum. Mereka sekadar
buru-buru menyelesaikan smoothing rambut Agni. Tidak ada penjelasan bahwa
mestinya, Agni tidak boleh keramas lima hingga tujuh hari supaya obat smoothing
di rambutnya meresap. Untungnya, Agni tahu soal hal itu jauh sebelum datang ke
salon itu. Bagaimana jika kebetulan Agni tidak tahu? Bukankah uang ratusan ribu
yang dia keluarkan bakal sia-sia, ketika mendapati rambutnya malah rusak karena
keramas sebelum waktunya.
“Murni
bisnis… tidak punya tanggung jawab moral!” komentar Agni soal para pegawai
salon.
Saat
SMP, Agni mendapati betapa bangga bangga seorang guru pada murid-muridnya yang
pintar. Padahal, para murid itu sudah dari dulunya sungguhan pintar, ada atau
tidak ada si guru yang cara mengajarnya tidak canggih-canggih amat itu pun,
para murid itu bakal tetap pintar.
“Barangkali,
kalau salah satu murid jagoannya masuk talkshow karena sukses. Guru itu ingin turut
hadir, pura-pura menghasilkan murid-murid berlian atas jasa kecanggihan
mengajarnya, lalu dapat cap pahlawan tanpa tanda jasa, meski gaji telat tiga
hari sudah ngedumel.” Komentar Agni soal guru di SMP-nya.
Saat
di taman kanak-kanak juga, Agni ingat bagaimana mamanya marah-marah saat
dirinya pasrah saja, diberi kembalian bukan semestinya oleh tukang batagor di
depan sekolah, beberapa kali. Penambahan dan pengurangan mana Agni sudah
mengerti sih?
“Oportunis
kok kebangetan. Duwit anak TK pun dilibas…” komentar Agni saat sudah mahasiswi
dan mengingat kejadian itu kemudian.
Sebuah
tepukan di pundak Agni membikin lamunannya buyar.
“Mbak…
AC-nya bocor sepertinya, itu kardus sampeyan bisa basah.” Ucap seorang ibu muda
sambil menuntun balita yang digandenganya menuju kamar mandi, letaknya di
paling ujung gerbong kereta.
Berkali-kali
Agni mengucap terimakasih. Kardus itu berisi buku-buku untuk skripsinya
semester depan. Dia meletakkannya tepat di bawah tempat duduknya di kereta.
Jika perempuan tadi, tidak awal menyadari air dari AC dalam kereta yang
merembes ke lantai, buku-buku Agni mungkin bakal mumur.
“Mbak…
saudara saya kasih apel banyak sekali dari Surabaya tadi. Ini, sampeyan ambil
yang banyak.” Ucap lelaki tua yang muncul dari belakang kursi Agni.
Agni
yang tidak sempat membeli air mineral ketika naik kereta Surabaya-Malang,
dengan malu-malu mengambil dua buah apel, padahal sungguh dia begitu haus.
Namun, lelaki itu buru-buru meletakkan lebih dari lima buah apel ke pangkuan
Agni.
Buru-buru
Agni memasukkan apel-apel itu dalam tasnya sebelum menggelinding jauh. Berkali,
dia ucap terimakasih. Kursi di depan dan samping Agni kosong, jadi dia
menyimpan apel itu buatnya sendiri.
Dengan
apel-apel itu, Agni tidak perlu membeli air minum di kereta. Dirinya cukup
memakan apel-apel itu hingga rasa hausnya hilang.
Agni
kemudian memandang keluar jendela.
“Tapi
ada juga, manusia yang membikin hidup manusia lain serasa beruntung…” bisiknya.
Catatan:
Rabu, 22 Juli 2020
Bagaimanapun berusaha dihapus baik di sini maupun dalam ingatan. Aku ingat tulisan ini adalah kado buat ulang tahunmu yang ke 21. Bulannya Januari, meski aku lupa tanggalnya berapa. Setidaknya ya... aku berhasil lupa berapa tanggalnya ehe. Tidak ada tempatmu kembali pulang, aku yang memutuskannya demikian.
Catatan:
Rabu, 22 Juli 2020
Bagaimanapun berusaha dihapus baik di sini maupun dalam ingatan. Aku ingat tulisan ini adalah kado buat ulang tahunmu yang ke 21. Bulannya Januari, meski aku lupa tanggalnya berapa. Setidaknya ya... aku berhasil lupa berapa tanggalnya ehe. Tidak ada tempatmu kembali pulang, aku yang memutuskannya demikian.
No comments:
Post a Comment