Lihat
berantakannya isi almariku yang di isi buku- buku selama dua semester ini, tiba-
tiba aku malah ingat soal penghuni almari ini tepat setahun yang lalu. Setahun
lalu? Iya setahun lalu.. itu jaman aku masih pakai baju putih abu- abu.
Sekalipun semua isi almari ini setahun lalu sudah melayang ke atas timbangan
besi punya tukang loak, masih banyak kenangan yang aku simpan dari semua isi
almari itu.
Salah
satu kenangan yang aku ingat, soal buku tulis bersampul hijau yang di sisi
luarnya bertuliskan “Bahasa Jepang”. Memang sih, mata pelajaran satu ini sering
bikin aku pusing karena terasa asing. Nah, tapi di dalam buku tulis bersampul
hijau itu ada tiga halaman penuh yang bikin bertambah pandanganku soal sosok
guru yang dalam istilah bahasa jawa mesti di
gugu lan di tiru.
Ceritanya
nih, tepat setahun lalu, guru “Bahasa Jepang” memberi tugas di kelas. Tugas itu
di ambil dari buku cetak yang kebetulan sebagian besar penghuni kelas belum
pegang hak milik termasuk aku hehehee. Iseng- iseng, karena waktu pengerjaannya
juga panjang, aku kerjakan semua soal di tambah aku gambar semua ilustrasi yang
ada di buku itu. Gambarku sih sederhana asal jelas waktu di pandang pikirku
waktu itu, kebetulan soal yang di bahas mengenai nama- nama penyakit jadi
gambar yang di tampilkan agak- agak abnormal gitu lah di dalam buku cetak itu.
Tanpa pikiran macam- macam, setelah selesai penugasan itu, aku mengumpulkan
tugas itu sama seperti penghuni kelas yang lain.
Seminggu
kemudian, buku “Bahasa Jepang” yang aku kumpulkan bersama penghuni kelasku yang
lain akhirnya di bagikan juga. Sebagai anak sekolahan yang baik dan normal, aku
juga sama seperti penghuni kelas yang lain, begitu buku di bagikan, aku
langsung buka halaman tugas seminggu lalu karena penasaran berapa nilai yang
aku dapat. Memang sih, dapat nilai A minus tapi.. ada satu hal yang
kelihatannya kecil bikin aku tersenyum lebar. Dengan tinta hijau, guru “Bahasa
jepangku” itu memberi tanda panah kecil ke arah salah satu gambar di buku
tulisku yang posisinya paling bawah, kemudian disana ada dua tanda petik yang
isi tulisannya aku sedikit lupa, bahasa jepang semua sih hehehe tapi yang jelas
ada kata “Kawaii” yang artinya lucu dalam bahasa indonesia. Mendadak hari itu
aku berbunga-bunga mirip anak taman kanak kanak yang di beri bintang empat
waktu pelajaran menggambar. Dari situ, pikiranku meluber kemana- mana soal
sosok guru satu ini yang mengapresiasi hal yang kelihatan remeh dan kecil yang
di lakukan anak didiknya sekalipun seluruh anak didik yang di hadapi merupakan
para pemakai seragam abu- abu putih. Dari perlakuan seperti ini, nyatanya aku
jadi makin semangat mengikuti pelajaran “Bahasa Jepang”, aku semakin semangat
merapikan tulisanku, aku juga makin semangat belajar menghapal materi yang
memang mesti di hapal padahal sebelumnya itu cukup berat buat aku yang merasa
mata pelajaran ini asing.
Dari
pengalaman yang kurasa menarik ini juga, aku jadi ingat masa- masa SD. Di masa
SD, sebagian guru bukan cuma bikin apresiasi soal kognitif alias pengetahuan
siswanya tapi juga apresiasi terhadap pola sikap sekalipun bukan selalu di persatukan
dengan angka- angka nilai kognitif. Pola sikap salah satunya meliputi
kerapihan, bisa soal kerapihan sampul buku, bisa juga soal kerapihan tulisan.
Aku dulunya merasa, jenis apresiasi seperti ini cuma mempan memotivasi buat
anak Taman Kanak- kanak atau SD. Eh.. tapi ternyata mempan juga buat anak kelas
3 SMK supaya lebih dan lebih semangat lagi mengikuti mata pelajaran yang di
maksut. Hohohoo.. ternyata satu hal kecil yang kelihatannya sepele seperti
bentuk apresiasi guru “Bahasa Jepangku” ini bisa memotivasi juga ya hehehe.
SELESAI
No comments:
Post a Comment