Tuesday, April 14, 2015

Sheila Versus Anomali

Pliss… kita balas pesan singkat dari dia ya, Nom?” mata Sheila berkaca-kaca.
Nggak.” Anomali menyahut ketus.
Pliss… barusan, dia bilang kalau dia sedang sakit. Kasihan dia.”
Nggak!” Anomali mulai membentak.
Sheila diam. Pipinya mulai basah. Dia menangis.
“Kamu nangis, Sheil?” Anomali duduk di sebelah Sheila. Sheila makin sesenggukan.
“Tentu! Dia sedang sakit! Dia butuh teman! Dia…”
“Dia? Dia cuma ngartis Sheil. Cari sensasi, cari perhatian. Dia butuh di sorot banyak orang sebagai maha artis, bukan butuh teman. Dia mengemis perhatian bukan cuma pada kamu, Sheil.” Anomali menyerobot ucapan Sheila yang belum selesai. Setelahnya, Anomali merogoh ponsel miliknya, kemudian dia membuka folder screenshoot yang ada di galeri ponselnya.
“Apa ini?” Sheila ragu-ragu, ketika Anomali menyodorkan ponsel itu padanya.
“Bukti-bukti bahwa dia…
1.      Mengatakan bahwa dirinya sakit.
2.      Butuh buah segar.
3.      Ingin di jenguk.
4.      Besok, dia sepertinya akan mati…
…yang kesemuanya, di ucapkan pada siapa saja, bukan cuma pada kamu. Pesan singkat yang dia kirim pada kita itu, adalah tiga dari keempat kalimat ini. Keempat hal ini akan sama maknanya, sekalipun yang melakukannya buat dia, bukan kamu.”
“Dia manusia, Nom. Jangan rasionalisasi macam-macam. Apa salahnya? Menyenangkan sesama manusia? Memerhatikan sesama manusia? Sekadar balas pesan singkatnya, mengingatkan soal obat yang mesti dia minum.”
Halah! Terserah kamu saja Sheil!” Anomali menarik ponselnya dari tangan Sheila. Sheila kembali berkaca-kaca.
“Kapan, kita bisa berteman, Nom?”
“Tidak akan pernah!” suara Anomali makin keras. Membentak. Dia berdiri dari duduknya.
“Kenapa?”
“Kita berbeda Sheil! Sangat!”
“Berbeda? Kita ada dalam satu tubuh.”
“Cara kita bertindak. Semua terang perbedaanya.”
“Fakta-fakta yang berhasil kamu rasionalisasi, semuanya belum tentu benar, Nom.” Sheila menarik tangan Anomali.
Anomali mendelik.

“Apa yang nyaman di kuping dan hatimu, semuanya juga belum tentu benar, Sheil.” Anomali mengibaskan tangan Sheila.

No comments: