Tuesday, January 26, 2016

Temu

Akbar melongo melihat kedatangan gadis itu. Ah, sebenarnya dia sudah tahu soal kedatangan gadis itu dari tim kreatif di studio. Tapi, sapaan gadis itu di depan ruang make up nyata-nyata masih membuat lubang keterkejutan sendiri dalam batin Akbar.
“Seperempat jam lagi, kita naik stage, Bar,” Ucap gadis itu sambil giginya terus menggerus batangan coklat.
Mata Akbar tertuju pada batang coklat yang tengah digerus gadis itu di antara gigi-giginya. Gigi-gigi gadis itu mendadak berhenti bergerak, tatapan Akbar dia sangka sebagai tatapan menyelidik yang tidak cukup membuatnya nyaman.
“Aku sekarang hobi megunyah coklat, Bar. Hanya berganti cemilan, dari rokok ke coklat,” gadis itu terkekeh. Akbar membeku. Bukan soal berita, bahwa gadis yang sekarang sedang bersandar di kusen pintu di hadapannya itu, sekarang lebih menyukai coklat ketimbang rokok. Ini soal…
“Agni, aku ingin kita mengobrol panjang.” Akbar akhirnya berucap. Sebelum Agni membuka mulutnya buat menyahut ajakan Akbar, sepasang kaki kedengaran berderap mendekati pintu.
“Bang Akbar, Kak Agni, lima menit lagi kita on air ya.” Seorang lelaki yang kira-kira berusia dua puluh tahunan berkata dengan tegas sambil napasnya berkejaran. Sebuah headphone kelihatan menutupi dua kupingnya dan lambang stasiun televisi Z tercetak di lengan kirinya.
“Oke, siap. Saya dan Akbar siap di belakang setelah ini.” Agni menyahut. Roman muka Akbar kelihatan kecewa. Ajakannya pada Agni belum terjawab.

Agni tersenyum tipis, mungkin nyaris tidak kelihatan oleh Akbar. Sambil menjauhi pintu, dia berujar,”Setelah on air, aku sangat bersedia mengobrol dengan kamu. Aku rindu betul dengan obrolan-obrolan kita.”

No comments: