Sumber: Blog orang |
Klise,
mungkin itu yang bakal kamu tangkap ketika membaca judul buku dan sinopsis Dear
Mantan karya Rina Kartomisastro. Sinopsis yang hanya terdiri dari enam paragraf
tersebut, berisi tiga paragraf kalimat sendu soal kenangan dan paragraph lainnya
yang memerkenalkan si tokoh utama, Alea Pita, si artis yang gagal move on.
Dari
segi sampul, tentu warna merah jambu dengan aksen hati yang bertebaran di depan
dan belakang sampul, bisa membikinmu membawa pulang novel ini dari toko buku.
Apalagi, untuk kamu yang berharap bisa membaca sebuah novel yang menghibur
sekaligus ringan. Dan lagi… novel ini ketika kamu buka, bakal memberimu bonus
berupa pembatas buku yang juga berwarna merah jambu. Well, memang itu bonus
standar sih untuk buku cetakan beberapa tahun belakang ini. Tapi tetap
menyenangkan juga kan?
Novel
dibuka dengan keadaan masalalu si tokoh utama, Alea Pita di masa-masa
sekolahnya. Pembukaan langsung menggambarkan kali pertama Alea yang bernama
asli Alya Puspitasari tertarik dengan seorang siswa kelas sebelas, yang ternyata
hanya akan jadi masalalunya.
Jalan
cerita yang disajikan Dear Mantan, ternyata jauh dari kesan klise yang tersaji
pada sinopsisnya. Pada lembar-lembar berikutnya, kamu malah pelan-pelan
disuguhi bagaimana Alea Pita si artis cantik papan atas, atas persetujuannya
sendiri melakukan pacaran settingan.
Sayangnya,
dalam novel ini, hingga akhir ceritanya, tidak ada penggambaran cirri fisik
yang jelas untuk masing-masing karakter. Berkali-kali, Alea dan tokoh-tokoh
lainnya hanya disebut cantik banget atau ganteng banget.
Pada
halaman 126 misalnya. Saat adegan satpam mencegat Alea dan menyampaikan bahwa
ada seseorang yang menunggunya yang ternyata adalah Wisnu, sang mantan…
“Laki-laki, Mbak. Ganteng. Kalau
nggak salah ingat, namanya… Wisnu.”
Atau
saat seorang penggemar memergoki Alea dan Wisnu yang tengah jalan bersama di
mall…
“Ganteng juga sih, tapi aku lebih
suka sama Kak Arlan.”
Yah…
ada untungnya juga sih… ketika Rina sebagai penulis tidak memunculkan cirri fisik
masing-masing karakter. Mungkin saja, kamu bisa berfantasi si tokoh ini atau
tokoh anu itu mirip dengan pacarmu atau mantanmu atau dirimu sendiri
barangkali.
Dear
Mantan berusaha tampil berimbang, antara judul yang diangkat hingga penyajian
cerita yang ada di dalamnya. Meski penyajian setting jauh dari kata detail dan
seperti sekadar menyebut nama tempat semisal; Karawang, Jakarta dan lain
sebagainya. Namun, semua seperti tertutupi dengan jalan penokohan yang tidak
hitam dan putih.
Alea
digambarkan sebagai gadis pekerja keras yang memiliki opini sendiri dalam
kepalanya. Pikiran-pikiran Alea soal Arlan, artis papan atas yang jadi pacar settingannya
hingga soal Sandra, rekan sesama artis yang dianggap cemburu pada hidupnya,
ternyata hanya pikiran subjektif milik Alea sendiri.
Persoalan-persoalan
yang dihadapi Alea, secara apik juga digambarkan Rina sebagai akibat dari
pikiran-pikiran subjektifnya sendiri, seperti saat dirinya berebut pekerjaan
dengan Sandra. Dan lagi, Alea secara unik digambarkan memiliki karakter yang
tidak bisa menyamakan antara pikiran dengan ucapannya, alias punya gengsi
tinggi. Karakter Alea yang satu inilah yang juga menyulitkan hubungannya dengan
orang-orang terdekat, seperti dengan asisten yang sangat mengerti dirinya,
Meyta.
Pada
puncak konfliknya dengan Alea, Meyta pada akhirnya memutuskan pergi dari hidup
Alea. Meski terkesan jahat, ternyata Meyta meninggalkan catatan hal-hal yang
jadi kebiasaan dan kebutuhan Alea sehari-hari pada Bibi Ni, asisten rumah
tangga di rumah pribadi Alea. Meyta yang merupakan teman lama Alea sejak mereka
SMA, ternyata masih tidak tega jika hidup Alea kesusahan, meski dirinya sering
tersakiti oleh karakter dan ucapan Alea yang tidak jujur.
Selain
membahas pergulatan Alea dengan Wisnu, si mantan yang meninggalkannya tanpa
pesan. Dear Mantan juga menceritakan konflik hingga intrik dalam dunia
keartisan dengan cara yang ringan. Rina, sebagai penulis berusaha
menyeimbangkan bahasan novel dengan cara mengaitkan keberadaan Wisnu dengan
intrik keartisan di dunia Alea pada saat tersebut.
Bahkan,
saya sempat berpikir. Apakah judul Dear Mantan hanya untuk memenuhi selera
pasar saja? Karena jika dikupas lebih dalam, novel ini juga berpotensi berganti
judul menjadi Artist atau sejenisnya,
karena dengan apik intrik dan politik dunia keartisan dibahas di dalamnya. Dan
lagi, ending klise yang seperti habis-habisan merujuk kembali pada judul awal
novel, Dear Mantan agaknya juga bagian dari taktik pasar. Ah… entahlah… yang
jelas, novel ini berhasil menampilkan intrik dan politik yang sesungguhnya
tidak ringan, namun berhasil disajikan ringan di dalamnya.
Ternyata
benar kutipan bijak yang saya tidak tahu darimana sumbernya, bahwa kita tidak
bisa menilai buku dari sampulnya. Terbukti dalam Dear Mantan karya Rina
Kartomisastro.
Judul : Dear
Mantan
Penulis :
Rina Kastomisastro
ISBN : 978-602-255-880-4
Terbit : 2015
Ukuran :
13 x 19 cm
Halaman : 224
Penerbit : Senja, Diva Press
No comments:
Post a Comment