Tuesday, March 28, 2017

Demo Kritis, Mahasiswa Pura-pura 'Aktivis'

Sumber: Gugel
Satu waktu saat saya masih maba, saya pergi keluar gedung kuliah lewat tangga. Hampir sampai  di lantai satu, saya berpapasan dengan seorang kakak tingkat sebut saja mas Iwakura. Mas Iwakura kelihatan berlari berlawanan arah dengan terburu-buru.
“Ayo… melok arek-arek, Pop…” [1] kata si mas Iwakura pada saya.
Ning ndi, Mas?[2]tanya saya.
“Demo…” jawabnya sambil menyeka keringat.
Ndemo sopo? Aku ora ruh sebab e opo. Lapopo melu demo?[3]sahut saya datar.
Iki awakmu katae nang ndi?[4]
Muleh, Mas…[5]
Oh… koen mulihan ancene, Pop...[6] Mas Iwakura mulai sengak.
Babah, Mas…[7]ucap saya terakhir, sebelum melewati si mas Iwakura begitu saja.
Saya memang sedikit gemas melihat mas Iwakura. Sejak kami maba, mas satu itu memang yang suka teror kami dengan tugas-tugas Ospek. Tugas yang sebenarnya tidak akan pernah dihargai atau diapresiasi, sekadar ditumpuk untuk menakuti. Terbukti dari bagaimana Ospek jaman saya dulu, mengharuskan kami para maba membikin atribut aneh sesuai ketentuan, dengan jumlah yang cukup banyak, ditambah tugas menulis yang ternyata hanya sekadar ditumpuk.
Pernah saya sengaja tidak mengumpulkan tugas hari pertama, baru pada hari kedua tugas itu saya kumpulkan. Tidak ada komplain dari kakak-kakak panitia. Padahal, tugas hari pertama dan kedua jelas beda tema.
Mas Iwakura sendiri, adalah oknum mahasiswa himpunan yang memaksakan minatnya pada adik-adiknya macam saya. Pernah, saya dapat chat FB darinya. Isinya begini…
“Kamu nggak ikut seleksi himpunan kemarin, Pop?”
“Nggak, Mas…”
“Oh… dasar nggak mau berorganisasi.”
Pada nyatanya, saya lebih memilih jalan-jalan ke UKM bersama teman saya Anny dan Randi. Kami mencari informasi soal UKM mana yang kami minati. Waktu itu, kami memapir ke UKM yang menampung minat menulis, kesehatan dan pertunjukan.
Lucunya, sehari setelah demo, teman saya Fitria Iyudhia Ekawati, alias Iyud, menceritakan bagaimana suasana demo yang saya menolak ikut sehari sebelum.
“Mak[8]… aku malu kemarin ikut demo…” kata Iyud.
“Lah… kenapa?”
“Kamu tahu nggak? Kami itu demo siapa?”
“Siapa memangnya?”
“Pak X, Mak… kamu tahu kan beliau baik banget sama kita waktu ngajar di kelas. Aku waktu ikutan demo itu sampai tutup mukaku biar beliau nggak tahu.”
“Kamu tahu sebab demonya itu apa?”
“Kurang tahu sih…”
“Lah… kamu ngapain ikut kalau nggak tahu sebabnya?”
“Lah… aku tiba-tiba diajak kakak-kakak, Mak…” Pungkas Iyud.
Belakangan saya menang mengetahui bahwa Iyud selanjutnya ikut seleksi anggota himpunan dan lolos.
Mas Iwakura, beda lagi dengan mas lain dari anggota himpunan, sebut saja mas Ai. Mas Ai, justru sangat mendukung saya melalui keterbukaannya mengobrol, meski kami beda minat, dia di organisasi politik kampus dan saya lebih suka seni pertunjukan. Begitu pun mbak Bunga Larasati, mbak cantik satu ini juga anggota himpunan, tapi dia tetap terbuka dan tidak berusaha menanamkan kesuksesan adalah dengan harus mengikuti organisasi politik kampus. Bahkan mbak Bunga sangat inovatif ketika menjadi anggota himpunan. Dirinya membuat even berskala nasional yang justru membahas wirausaha sejak usia muda.
Jadi, buat adik-adik maba. Kamu tidak perlu menyesuaikan definisi sukses dari kakak-kakakmu yang kebetulan saja kuliahnya masuk duluan, sehingga seolah lebih tahu darimu. Kakak-kakak yang baik, justru memberikan pandangan luas tanpa paksaan seperti mas Ai dan mbak Bunga yang saya ceritakan tadi.
Dan buat teman-teman yang sekarang sudah jadi kakak, jadi kakak mbok ya [9]yang ketche macam mbak Bunga dan mas Ai. Jadi kakak-kakak yang berpikiran luas, jangan karena adik-adikmu tidak seminat denganmu atau arahanmu, kamu jadi minim apresiasi pada mereka. Nggilani[10] sekali kalau bisamu cuma begitu.
Semangat buat kamu semua…



[1] Ayo… ikut teman-teman…
[2] Kemana, Mas?
[3] Demo ke siapa? Aku nggak tahu sebabnya, ngapain ikut demo?
[4] Ini kamu mau kemana?
[5] Pulang, Mas…
[6] Oh… kamu memang sukanya pulang-pulang melulu, Pop... (nggak punya kegiatan)
[7] Biarin, Mas…
[8] Sapaan akrab saya dari teman-teman adalah mak alias emak.
[9] Sebaiknya ya
[10] Menjijikkan

No comments: