Sumber: Gugel |
Perempuan, sama-sama menjadi tokoh sentral dalam The Hunger Games:
Catching Fire dan Snow White And The Huntsman. Jennifer Lawrence berperan
sebagai Katniss Everdeen dalam Hunger Games, sedang Kristen Stewart berperan
sebagai Snow White dalam Snow White And The Huntsman.
The Hunger Games: Cathing Fire sendiri, merupakan sekuel kedua dari film
sebelumnya, The Hunger Games. Cerita diawali dari Katniss yang mesti kembali
masuk dalam arena pertarungan, dalam ulang tahun Hunger Games yang ke 72. Pada
Hunger Games sebelumnya, Katniss berhasil selamat bersama Peeta, dengan
berpura-pura tidak ingin saling membunuh karena mereka sesungguhnya saling
mencintai.
Hampir serupa dengan Katniss, Snow White And The Hunstman, juga diawali
dengan Snow White yang dihadapkan pada kenyataan yang tidak dia inginkan. Kematian
raja Magnus, ayahnya, membuat Snow White mesti hidup dengan sang ibu tiri,
Ravenna. Ravenna sendiri merupakan rampasan perang yang dinikahi raja Magnus.
Pada akhirnya, Ravenna membunuh sang raja dan menguasai kerajaan. Seperti
halnya cerita asli Snow White versi
Disney, di mana Ravenna yang menjadi ratu, ingin menjadi perempuan paling
cantik di seluruh negeri. Dalam film tersebut, sang ratu menculik para
perempuan cantik untuk dihisap aura kecantikannya. Snow White yang sempat
melarikan diri setelah menyaksikan kematian sang ayah, bersama para pengawal
yang masih setia sempat dipenjarakan sang ratu dalam sebuah menara.
Setelah
hampir mengalami perkosaan oleh pamannya, Finn. Snow White berhasil kabur dari
menara, setelah menusuk mata Finn, dengan memergunakan sebuah paku yang
diberikan seekor burung yang pernah ia selamatkan. Berbeda dengan cerita
aslinya di mana Snow White hidup beruntung karena menemukan seorang pangeran
dalam pelariannya. Snow White And The Hunstman justru membawa sang pemburu yang
diutus Ravenna untuk mengejar Snow White, turut berperan dalam pemberontakan
yang dilakukan Snow White dalam menggulingkan kekuasaan ibunya.
Seperti
Katniss, Snow White dianggap sebagai lambang revolusi bagi orang-orang di
sekelilingnya. Hal ini terlihat dari Katniss yang tidak sadar atas kesepakatan
antara para peserta bersama Haymicth guru bertarungnya dan Plutarch Heavensbee
si pembuat arena Hunger Games yang baru. Mereka semua bersepakat untuk
menyelamatkan Kaniss dalam Hunger Games berikutnya. Snow White sendiri, juga
dilindungi oleh para penambang yang ia temui dalam perjalannya bersama sang
pemburu, juga para kurcaci.
Katniss
mampu membuat simpatik warga Capitol yang merupakan kalangan atas dan juga
membuat harapan bagi warga distrik, yang merupakan kalangan kelas bawah. Hal
yang sama, terjadi pada Snow White. Rakyat kerajaan yang tersisa dan ditemuinya
dalam perjalanan, seperti mendapat harapan baru untuk sebuah perubahan, setelah
mengetahui putri raja Magnus, yang terkenal begitu baik dalam memimpin
kerajaan, ternyata masih hidup.
Cucu
perempuan presiden Snow, penguasa
Panem yang sangat berpengaruh, justru mengagumi Katniss. Bahkan, ia
sampai meniru tatanan rambut Katniss. Berbeda dengan penokohan Ravenna yang
cenderung hitam dan putih. Presiden Snow digambarkan lebih manusiawi, dirinya
sangat menyayangi sang cucu. Bahkan, cucunya sendiri tidak mengetahui bagaimana
kakeknya menjadi seorang tiran.
Sumber: Gugel |
Cinna, si penata gaya yang dekat dengan Katniss pun, rela mati demi melakukan hal yang ia bisa, menunjukkan lambang Mockingjay pada diri Katniss dengan busana rancangannya, yang kemudian membuat masyarakat distrik memiliki harapan baru. Baik warga Capitol maupun distrik, mengenal Katniss sebagai sosok burung Mokcingjay itu sendiri. Hal ini mirip dengan kematian salah seorang kurcaci dalam rombongan Snow White. Kurcaci itu mati, ketika berusaha menyelamatkan Snow White dari kejaran Finn yang diperintahkan oleh Ravenna.
Hal serupa juga nyaris terjadi, pada hubungan
antara Katniss dengan Peeta, lelaki yang kemudian berpura-pura menjadi
tunangannya agar bisa lolos dalam Hunger Games yang pertama, juga Gale, teman
masa kecil yang memiliki perasaan pada Katniss. Begitu pula dengan Snow White
yang masih menyimpan bayangan William, pangeran yang pernah ia sukai. Dalam
waktu yang sama, ada juga si pemburu yang jatuh cinta pada Snow White dalam
perjalanan mereka. Dua lelaki yang menaruh perhatian lebih pada Katniss dan
Snow White tersebut, juga berusaha mendukung mereka berdua agar terus bertahan
hidup.
Meski sama-sama menyimpan semangat besar,
Katniss dan Snow White digambarkan tidak mampu betul-betul berdiri sendiri. Orang-orang
yang menyadari diri mereka sebagai lambang dari semangat itulah, yang membantu
mereka berdua selamat, hingga pada akhirnya Katniss dapat melanjutkan
perjalanan menuju distrik 13 yang kabarnya jadi pusat pemberontakan, meski
Joanna, salah seorang rekan perempuan yang ditemuinya ketika kembali ke arena
dan Peeta, mesti tertangkap oleh Capitol. Begitu pula Snow White yang pada
akhirnya berhasil membawa satu pasukan pemberani, untuk melawan Ravenna, sang
ratu yang telah membawa kesengsaraan pada rakyat kerajaan sepeninggal raja
Magnus.
Yang jauh berbeda adalah, Katniss melawan
presiden Snow yang merupakan seorang lelaki, sedangkan Snow White melawan sang
ratu yang sesama perempuan dengannya. Apabila dihubungkan, dalam kedua film
ini, kita dibawa pada pemahaman bahwa siapa saja mampu menjadi tiran, tidak
peduli lelaki atau perempuan. Sedangkan, Katniss maupun Snow White, juga bukan
tokoh super yang mampu berjuang sendirian. Karakter mereka berdua, sama-sama
digambarkan begitu manusiawi.
Keberadaan Katniss dan Snow White sebagai
lambang revolusi dalam cerita masing-masing, tentu mengingatkan pada kisah
nyata Joan Of Arc yang menjadi lambang revolusi Prancis. Menjadi pertanyaan
besar adalah, bagaimana jika Katniss, Snow White hingga Joan Of Arc, misalnya
bukan seorang perempuan. Masih menarikkah mereka menjadi lambang perubahan?
No comments:
Post a Comment