Pernah
saat awal kuliah, kakak tingkat saya beda jurusan tiba-tiba menghubungi saya.
Dengan tulisan yang nampak buru-buru dikirimkan melalui SMS, dia bilang begini,”Pop…
aku bisa pinjam uang? Ini aku di ATM uangku nggak bisa diambil. Rumah kamu di
mana? Bisa ketemu?”
Langsung
saja saya ingat, bagaimana sikap mbak tersebut pada saya saat kami satu SMK. Dia
termasuk kakak tingkat yang memandang remeh saya. Saya merasa kasih sayang mbak
tersebut timpang. Bahkan, saya pernah dihakimi tidak bakal mampu praktek kerja
di sebuah lembaga yang dianggap pretisus, yang menangani anak nakal dan
kabarnya sulit ditangani.
Saat
ospek pun, si mbak tersebut termasuk jajaran kakak-kakak yang berakting galak.
Tidak ada bekas-bekas bahwa kami pernah satu sekolah, bahkan satu jurusan. Lho…
lha kok tiba-tiba sekarang jadi kenal sekali dengan saya ya? Bahkan tahu nomor
saya. Soal nomor, mungkin dari data BEM sih. Mengingat mbak tersebut kabarnya
pentolan himpunan jurusan, meski kami beda jurusan.
“Samean
pinjam anak Peksos[1]
yang lain gimana, Mbak? Rumah samean di mana?” jawab saya lewat SMS.
“Rumahku
di Suhat[2]…”
Saya
langsung ingat salah satu teman seangkatan saya yang dulu cukup ‘dianggap’ oleh
si mbak tersebut. Saya berikan nomor dia padanya dan saya sebutkan juga, jika rumah
si teman tadi dekat Suhat.
Si
mbak Cetar, sebut saja Cetar gitu ya? Soalnya kan jaman sekolah dia juga eksis
jadi ketua MPK yang setara Osis itu. Nah… belakangan si mbak Cetar saya dengar
dari Wiwin, teman saya satu SMK dan satu kampus, tenyata sudah melukai banyak
orang perkara uang.
Bahkan,
Iin teman saya SMK yang sekarang kuliah di UMM kabarnya sudah mengeluarkan
banyak uang buat si mbak Cetar. Iin barangkali memandang mbak Cetar dari luar.
Sejak SMK, mbak Cetar sangat menghargai keberadaan Iin. Jelas saja, karena Iin
kelihatan lebih bertalenta karena suaranya yang lantang dan geraknya yang
cepat. Beda dengan saya yang cenderung woles dan pastinya nampak jauh lebih
tidak berbakat.
Cerita
selanjutnya, Wiwin ternyata juga meminjamkan uang sebesar sepuluh ribu pada
mbak Cetar. Wiwin merasa ganjil setelahnya dan menunggu. Ternyata betul, uang
yang barangkali dianggap tidak seberapa itu tidak kunjung kembali. Wiwin
sengaja mengejar mbak Cetar hingga uangnya kembali. Dia kemudian membuktikan
bagaimana karakter buruk mbak cetar perkara uang. Dan lagi, ternyata di
fakultas bukan cuma Wiwin yang disandung masalah hutang oleh mbak Cetar, bahkan
jumlah uangnya jauh lebih besar.
Ketika
saya mengobrol dengan mbak Via, sebut saja Via ya. Mbak Via juga mengamini
karakter buruk mbak Cetar. Mbak Via juga siswa yang aktif waktu SMK, sering
kami menganggap mbak Cetar adalah sahabat baik mbak Via karena mereka sering
beraktivitas bersama. Beda dengan mbak Cetar, mbak Via menghargai semua
adik-adiknya, termasuk saya yang nampak lemah dan tidak bertalenta. Tatapan
mata mbak Via hangat pada siapa saja. Tidak ada tatapan merendahakan pada orang
tertentu seperti mbak Cetar.
Jadi,
buat teman-teman… jika ada temanmu tiba-tiba meminta hutang uang, pakai
feelingmu buat menentukan apakah dia pantas diberikan bantuan atau tidak.
Ingat-ingat rekam jejaknya. Kalau kamu ingat dia hanya muncul ketika butuh,
sebaiknya kamu pikir-pikir buat memberi bantuan. Jangan-jangan dia seperti mbak
Cetar yang sudah melukai banyak orang, hingga orang yang dulu kurang dikenalnya
pun, jadi sasarannya karena tidak ada lagi orang lain. Mencurigakan kan?
3 comments:
Ngakak.. 10 ewu karo wiwin ditagih..ckxkckckck
Hahhaa... memang haknya dia, Put... Bukan dari nominalnya, tapi Wiwin udah ngasih pelajaran ke mbak itu kalau ada juga yang gigih nagih haknya.
udah make feeling tapi masih tetep keplincuk thor. ujung-ujungnya dipinjemin jugaa
Post a Comment