Adikku
rindu nyaman. Dia tahu. Dia senang. Dia bikin Adikku nyaman.
“Aku
sayang Dia! Sebagai kakak!” aku melihat bola mata Adikku berkaca-kaca. Dia
susun kalimat seolah menuruti mauku. ‘Sebagai kakak’ adalah mauku. ‘Sayang’
adalah maunya Adikku. Adikku, mau aku lengah dengan kalimat ‘Sayang sebagai
kakak’. Aku akan mengurangi volume teriakanku setelah lengah. Setelahnya,
Adikku akan mulai mengakui, ‘Sayang sebagai kakak’ cuma kalimat untuk
mengurangi volume teriakanku. Sebenarnya, Adikku ingin bilang ‘Cinta Dia’ bukan
‘Sayang sebagai kakak’.
“Dik.
Dia berengsek,” aku mengurangi volume suaraku. Aku buat Adikku percaya kalau kalimat
palsunya bikin aku lengah.
“Aku
tahu,” Adikku jauh merendehkan suaranya sekarang. Dia sedang menata nada
bicaranya. Seolah, dia menyerah dan bakal menurut pada aku.
“Dik.
Kamu jatuh cinta,”
“Tidak.
Kakak salah,”
Aku
menepuk pundaknya.
“Dik.
Ini yang terakhir. Dia berengsek,” Adikku menangkis sentuhanku.
SELESAI
No comments:
Post a Comment