“Dia
tahu kamu rindu nyaman,”
“Memang,”
Adikku pura-pura mencoreti kertas, biar tidak usah menatap aku.
“Dia
tahu, kalimat apa saja yang ingin kamu dengar. Dia mengucapkannya, kamu
menganggap Dia mengerti kamu setelahnya,”
“Siapa
maksud Kakak?”
Aku
diam. Adikku pura-pura tidak tahu. Dia harap aku jengah kemudian menghentikan
percakapan.
“Dia
berengsek!”
“Siapa
maksud Kakak?”
“Dia
punya tendensi buruk pada kamu! Dia tidak tulus!” volume suaraku makin tinggi.
“Apa
ada? Orang yang tulus di dunia ini?” aku mendelik. Aku ingin sekali meninju
muka Adikku.
“Tidak
ada. Semua orang punya tendensi. Entah tendensi hubungan antar manusia, atau
juga tendensi hubungan dengan Tuhan,”
Adikku
berdiri. Dia berjalan menjauh menuju pintu.
“Mengharap
rahmat Tuhan pun adalah sebuah tendensi. Mengharap rahmat Tuhan saja, bisa
disebut tendensi. Apalagi orang berengsek yang berusaha membuat kamu nyaman!
Punya tendensi apa dia?” Adikku berhenti sebentar. “Hmm,” dia menoleh pada aku.
Dia berjalan menjauh lagi setelahnya.
SELESAI
No comments:
Post a Comment