Tema : Sanguin VS Melankolis (Semi
Koleris)
Sub Tema : Setelah Lulus Versi Melankolis
Bagian I
Satu
waktu yang manis, di jam makan siang. Sanguin dan Melankolis makan mie ayam
bersama di pujasera UB, jalan Cibogo, Kota Malang. Kedai mie ayam selalu ramai
di jam makan siang. Pengunjung mesti menunggu sekitar lima belas menit, untuk
mendapatkan pesanannya.
Lima
menit pertama, Sanguin dan Melankolis hanya saling diam. Sanguin memutar
sedotan yang ada dalam botol minumannya berulang-ulang. Sedangkan Melankolis,
duduk tegap sambil sesekali menyedot isi dari botol minuman yang ada di
hadapannya.
Sanguin
melirik Melankolis sebanyak tiga kali. Dua kali dia berdehem dan menyenggol
kaki Melankolis dari bawah meja. Melankolis tidak juga balas melirik.
Pikiran
Sanguin penuh dengan bahan-bahan obrolan yang siap dia keluarkan kapan saja
untuk memulai sebuah obrolan. Mendadak, dia berpikir soal kata ‘lulus’. Itu
satu hal serius yang pasti bakal di tanggapi oleh Melankolis. Ya…setidaknya, suasana
tidak bakal sebeku ini, andai saya Melankolis mau menanggapi obrolan yang bakal
dia awali.
“Mel,
apa yang bakal kamu lakukan setelah lulus?” Sanguin memulai percakapan.
Melankolis
tetap dalam posisi duduknya yang tegap. Dia terbatuk pelan. Diakuinya bahwa
awalan percakapan yang di tawarkan oleh Sanguin, memang menarik.
Sial, apa mau oang ini? Dia memertanyakan
soal rencanaku setelah lulus. Dia pasti ingin bocoran jawaban dariku. Dia
pikir, dengan bocoran jawaban itu, aku akan kalah terbaik darinya?
Melankolis membatin.
Tidak
juga mendapat jawaban, Sanguin terus memutar bahan obrolan di otaknya.
Mendadak, dia ingat dengan Naruto The Last yang banyak mendapat kritikan.
Seingatnya, Melankolis menyukai berbagai jenis film, termasuk anime. Dia pasti
bakal menyahut, jika bahasan obrolan menyoal Naruto, anime dengan karakter
utama ninja dari desa Konoha.
“Menurutku,
Naruto The Last sangat buruk. Aku membenci jalan ceritanya, terlalu… ya… romance. Kamu tahu kan? Aku tidak begitu
menyukai romance.”
Sial! Dia sekarang mulai
mengalihkan arah pembicaraan. Dia pikir, aku tidak sanggup menjawab
pertanyaannya itu?! Dia terlalu meremehkan kemampuanku! Melankolis
melirik Sanguin dengan tajam tanpa bergerak.
Astaga! Terbuat dari apa sih? Orang
ini! Menjawab obrolan sekadarnya saja, apa dia tidak bisa? Dasar batu! Gigi
Sanguin mulai mengerat.
Bayangan
mas Faruq, tiba-tiba berkelebat di kepala Sanguin. Ya, pria single satu itu
benci sekali dengan Rafi Ahmad. Sanguin pernah membaca status fesbuk mas Faruq
yang materinya sangat panjang, menyoal Rafi Ahmad. Hey! Tunggu! Sanguin memang
mengenal mas Faruq. Bagaiman dengan Melankolis? Dia jelas tidak mengenal mas
Faruq, Sanguin pun tahu. Tapi, yang dia pikirkan adalah bagaimana cara agar
Melankolis mau menanggapi obrolannya, bukan soal dia mengenal mas Faruq atau
tidak.
“Mas
Faruq benci Rafi Ahmad. Ya… memang penampilannya yang terlalu banyak di televisi,
cukup memuakkan.”
Mas Faruq? Siapa mas Faruq? Dia
membenci Rafi Ahmad? Oke,setelah dia menganggap bahwa aku tidak bisa menjawab
pertanyaannya itu, dia sekarang mulai lagi untuk mengalihkan topik pembicaraan.
Agaknya, dia mencoba melarutkan aku dengan caranya. Dia benar-benar orang yang
berbahaya! Dia cerdas dan kuat. Aku mesti mewaspadainya.
Tapi, ya… penampilan Rafi Ahmad
memang memuakkan.Hampir sepanjang hari dia berada di televisi. Aku sepakat
dengan mas Faruq. Waktu sudah berjalan selama sepuluh
menit ketika Melankolis terus membatin.
Melankolis
memajukan duduknya sambil berucap,”Aku sepakat dengan mas Faruq. Rafi memang
memuakkan. Dia ada di Dahsya*,Late Night Sho* dan…”
Yes! Dia akhirnya menanggapi
obrolanku! Sanguin menyedot minumannya dalam-dalam.
“Dan…
jangan lupa dengan Pesbuke*. Dia juga tampil disana menjelang magrib.”
“Dia
juga tampil di acara Janji Suci
Raf*&Gig*. Joke bikinannya pun
sangat tidak cerdas.” waktu sudah berjalan tujuh belas menit. Sudah dua menit
Sanguin dan Melankolis mengabaikan mangkuk mie ayam yang ada di hadapannya.
Jadilah
obrolan siang itu, menyoal Rafi Ahmad.
Sanguin
terlalu asal bicara, pelarut yang ampuh dan suka membicarakan orang yang tidak
di kenal lawan bicaranya. Sedangkan melankolis, terlalu cerdas, serius dan
kompetitif. Mereka memang sangat serasi.
No comments:
Post a Comment